Presiden Jokowi menerbitkan Perpres tentang Pendidikan Karakter [Foto: Setkab]

Koran Sulindo – Munculnya Peraturan Presiden (Perpres) tentang Penguatan Pendidikan Karakter Tahun 2017 menuai beragam reaksi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), misalnya, menyambutnya secara positif dan memberikan penghargaan atas terbitnya aturan itu.

Pasalnya, Perpres tersebut berbeda dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) yang menekankan soal lamanya anak belajar di sekolah. Perpres itu juga menghapus kewajiban delapan jam per hari atau 40 jam per minggu.

“Ini jelas berdasarkan kebutuhan dan kepentingan yang terbaik bagi anak,” kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam keterangan resminya di Jakarta pada Kamis (7/9).

Retno menuturkan, di Pasal 9 Perpres itu, pemerintah mengakomodir keberatan pihak-pihak yang keberatan pemberlakuan sekolah lima hari dan atau 40 jam per minggu. Pasal ini justru memberi pilihan untuk menerapkan sekolah lima hari atau enam hari. Bahkan ketika sebuah memilih sekolah lima hari, maka wajib memenuhi syarat yang juga termuat dalam Perpres.

Tidak hanya karena kecukupan pendidik, juga harus didukung sarana dan prasarana memadai, kearifan lokal dan bahkan pendapat ulama atau tokoh agama. Dengan demikian, untuk menerapkan sekolah lima hari menjadi tidak mudah karena harus memenuhi prasyarat yang sudah disebutkan.

Retno akan tetapi menilai Perpres tidak akan mudah diterapkan. Karena itu, perlu diterjemahkan semacam petunjuk teknis. Ia pun menaruh perhatian untuk beberapa hal yaitu karakter tidak diteorikan, apalagi didiktekan. Karena, karakter mesti dibangun melalui sebuah proses pembelajaran di sekolah.

“Membangun karakter harus dimulai dengan membangun budaya sekolah. Artinya melibatkan seluruh pemangku kepentingan di sekolah, mulai guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, siswa dan bahkan orangtua serta masyarakat sekitar,” kata Retno.

Selanjutnya, membangun karakter mesti dimulai dari orang dewasa di lingkungan rumah dan sekolah. Pasalnya anak belajar dari keteladanan di sekitarnya. Sekitar 70 persen perilaku anak adalah meniru. Lalu, mendidik karakter adalah membangun kebiasaan. Perilaku yang berulang bisa menjadi budaya atau kebiasaan.

Kemudian, keberhasilan pembangunan karakter ditentukan oleh faktor pendidik yang menjadi model teladan siswa. Akan tidak adil jika menuntut anak berubah, sementara manusia dewasa sekitar anak tidak berubah.

“Terakhir, unntuk mencapai keberhasilan pembangunan karakter, maka pemerintah mesti fokus melatih dan mempersiapkan guru. Setidaknya mampu memenuhi delapan standar nasional pendidikan,” kata Retno.

Presiden Joko Widodo pada Rabu (6/9) telah menandatangani Perpres Pendidikan Karakter. Salah satunya adalah mengatur tentang jam dan waktu sekolah. Jokowi mengaku senang karena semua pihak mendukung penuh Perpres tersebut walau tidak didampingi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.

Perpres itu mempersilakan setiap sekolah untuk menentukan apakah sekolah enam hari atau lima hari. Untuk menetapkan lima hari sekolah, maka sekolah wajib memenuhi syarat-syarat yang telah dituangkan dalam Perpres itu. [KRG]