Korupsi e-KTP Sebesar Hampir Sepertiga Anggarannya

Ilustrasi/dispenda.jabarprov.go.id

Koran Sulindo – Komisi Pemberantasan Korupsi memperkirakan negara mengalami kerugian sekitar Rp2 triliun akibat dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP elektronik (e-KTP) 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri. Jumlah itu hampir sepertiga anggaran APBN untuk program e-KTP.

Jumlah anggaran pelaksanaan e-KTP termasuk penerbitan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang mendukungnya dianggarkan mencapai Rp 6,7 triliun.

Rinciannya, seperti dikutip dari situs dukcapil.kemendagri.go.id, penertiban NIK di 329 Kabupaten/Kota  tahun 2010 sebesar Rp 384 miliar. Penertiban NIK di 168 Kabupaten/Kota dan penerapan e-KTP di 197 Kabupaten/Kota tahun 2011 dengan jumlah anggaran sebesar Rp 2,468 triliun. Terakhir, penerapan e-KTP di 300 Kabupaten/Kota pada tahun 2012, dengan jumlah anggaran sebesar Rp3,872 triliun.

“Berdasarkan perhitungan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Rp2 triliun,” kata Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di Gedung KPK Jakarta, Jumat (30/9).

Hari ini KPK menetapkan tersangka baru dalam kasus ini, yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Irman.

“Dalam pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau disebut KTP elektronik 2011-2012 pada Kemendari, penyidik KPK menemukan 2 alat bukti yang cukup untuk menetapkan IR Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendgari sebagai tersangka,” kata Yuyuk.

Irman saat ini masih menjabat staf ahli Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Penetapan Irman sebagai tersangka yang membutuhkan waktu lebih dari dua tahun dari penetapan tersangka pertama pada 22 April 2014 itu dikatakan karena banyak saksi dan bukti yang harus dikumpulkan.

Selain Irman, pada April 2014 itu KPK menetapkan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen, Sugiharto, sebagai tersangka.

Kedua mantan pejabat itu disangkakan pasal yang mengatur  orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

“Angka Rp2 triliun karena diduga ada mark up harga dalam pengadaan yang jumlahnya Rp6 triliun,” kata Yuyuk.

KPK terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain yang diduga mengetahui atau memiliki keterangan dalam kasus ini.

Nyanyian Nazaruddin

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin, melalui pengacaranya Elza Syarif, mengatakan proyek E-KTP dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setya Novanto, mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, dan Pejabat Pembuat Komitmen.

Dalam dokumen Elza itu, terlihat bagan yang menunjukkan hubungan pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi proyek KTP elektronik.

Pihak-pihak yang disebut adalah Andi Narogong dan Nazaruddin dalam kotak berjudul “Pelaksana” dengan anak panah ke kotak berjudul “Boss Proyek e-KTP” yang berisi nama Setya Novanto dan Anas Urbaningrum.

Kotak bagan “Boss Proyek e-KTP” itu lalu menunjukkan panah ke tiga kotak bagan. Kotak pertama berjudul “Ketua/Wakil Banggar yang Terlibat Menerima Dana” berisi nama (1) Mathias Mekeng USD 500ribu, (2) Olly Dondo Kambe USD 1 juta, dan (3) Mirwan Amir USD 500 ribu.

Kotak kedua berjudul “Ketua/Wakil Ketua Komisi II DPR RI yang Terlibat Menerima Dana” berisi nama (1) Haeruman Harahap USD 500ribu, (2) Ganjar Pranowo USD 500ribu, dan (3) Arief Wibowo USD 500ribu.

Terakhir, kotak ketiga tanpa judul berisi nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen Kemendagri (Dian Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S).

Pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012.

Pembagian tugasnya adalah PT PNRI mencetak blangko E-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melaksanakan tugas dan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkan keras AFIS, PT Quadra Solution bertugas mengadakan perangkat keras dan lunak serta PT Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko E-KTP dan personalisasi dari PNRI.

Quadra disebut Nazar dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana pengadaan sebab perusahaan itu milik teman Irman dan sebelum proyek e-KTP dijalankan, Irman bermasalah dengan Badan Pemeriksa Keuangan. PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa senilai Rp2 miliar, maka Kemendagri pun memasukkan PT Quadra sebagai salah satu peserta konsorsium.

Program E-KTP ini secara nasional dilaksanakan dalam dua tahap yakni pada 2011 dan 2012. Tahap pertama dilaksanakan di 197 kabupaten/kota dengan target 67 juta penduduk telah memiliki KTP elektronik. Namun, pada pelaksanaannya, terdapat masalah terkait ketersediaan dan distribusi perangkat. [CHA/DAS]