Koran Sulindo – Setara Institute menyatakan kekecewaan pada isi pidato Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang membedakan antara golongan pribumi dan non pribumi. Setara menganggap pidato itu mengandung unsur rasisme.
“Seharusnya di hari pertama kerja melakukan emotional healing atas keterbelahan warga Jakarta akibat politisasi identitas, tetapi justru mempertegas barikade sosial atas dasar ras dan etnis,” kata Ketua Setara, Hendardi, di Jakarta, Selasa (17/10), melalui rilis media.
Gubernur Anies bisa dianggap melanggar Instruksi Presiden Nomor 26/1998 yang melarang penggunaan istilah pribumi dan non pribumi untuk menyebut warga negara. Anies juga dinilai mengabaikan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Hendardi juga menilai pidato Anies paradoksal.
“Di satu sisi mengutip pernyataan Bung Karno tentang negara semua untuk semua, tapi di sisi lain menggelorakan supremasi etnisitas dengan berkali-kali menegaskan pribumi dan non pribumi sebagai diksi untuk membedakan sang pemenang dengan yang lainnya,” kata Hendardi.
Pidato perdana Anies setelah dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta, pada Senin (16/10) kemarin memang mengundang kontroversi karena penggunaan kata pribumi.
Pidato Lengkap Anies
Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillahi rabbil alamin.
Washolatu wassalamu ‘ala asrofil ambiya iwal mursalin wa’ala alihi wasohbihi aj ma’in.
Amma ba’du.
Saudara-saudara semua warga Jakarta.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salam sejahtera. Om swastiastu. Namo buddhaya.
Saudara-saudara semua,
Lembar baru bagi Jakarta malam hari ini telah dibuka. Saudara semua, hari ini lembar baru kembali dibuka untuk perjalanan panjang kota Jakarta, ketika niat lurus telah dituntaskan ketika ikhtiar gotong royong dalam makna yang sesungguhnya dan didukung dengan doa yang tanpa henti dipanjatkan maka pertolongan Allah SWT telah datang. Tak ada yang bisa menghalangi apa yang telah ditetapkan oleh-Nya. Tak ada pula yang bisa mewujudkan apa yang telah ditolak-Nya.
Warga Jakarta telah bersuara dan telah terpaut dalam sebuah rasa yang sama yaitu keadilan bagi semua. Maka dengan mengucap syukur dan doa kepada Allah SWT yang Maha Penolong, Yang Maha Melindungi. Alhamdulillah sebuah fase perjuagan telah dilewati.
Hari ini sebuah amanat besar diletakkan di pundak kami berdua. Sebuah amanat yang harus dipertanggungjawabkan dunia akhirat, hari ini adalah penanda awal perjuangan dalam menghadirkan kebaikan dan keadilan yang diharapkan oleh seluruh warga Jakarta yaitu maju kotanya bahagia warganya.
Hari ini saya dan Bang Sandi dilantik jadi gubernur dan wagub, bukan bagi para pemilih kami saja tetapi bagi seluruh warga Jakarta. Kini saatnya saling bergandengan sebagai sesama saudara, sesama rumah untuk memajukan kota Jakarta.
Holong manjalak holong, holong manjalak domu. Begitu pepatah Batak mengatakan kasih sayang mencari kasih sayang, kasih sayang menciptakan persatuan. Ikatan yang kemarin sempat tercerai mari ikat kembali. Mari kita rajut kembali, mari kita kumpulkan energi yang terserang menjadi energi untuk membangun kota ini sama sama.
Jakarta adalah tempat yang dipenuhi oleh sejarah, setiap sudut di kota ini menyimpan lapisan kisah sejarah yang dilalui ratusan bahkan ribuan tahun. Jakarta tidak dibangun baru kemarin sejak era Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia hingga kini Jakarta adalah sejarah pergerakan peradaban manusia.
Jakarta adalah melting pot. Jakarta adalah pusat berkumpulnya berbagai manusia dari seluruh Nusantara. Bukan hanya Nusantara bahkan penjuru dunia. Di kota ini interaksi adalah bagian dari sejarahnya. Di kota ini pula masyarakat Betawi telah menjadi sebaik-baiknya tuan rumah bagi Jakarta.
Di kota ini, semua sejarah penting republik ditorehkan. Dua km letaknya dari tempat kita berkumpul, para pemuda berkumpul di Kramat Raya mengumandangkan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Satu km dari tempat kita berkumpul, di situ para perintis kemerdekaan berkumpul menyusun visi republik ini, sekarang kita sebut sebagai Pancasila. Di situ mereka merumuskan garis depan, garis depan. Janji kemerdekaan dituliskan di tempat itu.
Tiga km dari kita berkumpul, di Pegangsaan Timur, dikumandangkan proklamasi kemerdekaan kita. Saudara sekalian di tanah ini semua cita cita bangsa diungkapkan karena itu kita tidak boleh di tanah ini janji kemerdekaan tak terlunaskan oleh warganya.
Republik ini menjanjikan kesejahteraan maka di ibukota harus hadir kesejahteraan. Republik ini menjanjikan pelindungan maka di ibukota harus ada perlindungan. Republik ini menjanjikan mencerdaskan kehidupan bangsa maka di ibukota harus hadir ikhtiar mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dan ketika republik ini tegas tegas mengatakan bahwa visinya adalah menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka insyaallah kita sama-sama kita tunaikan ikhtiar itu.
Jakarta ini satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan kolonialisme dari dekat, penjajahan di depan mata, selama ratusan tahun. Di tempat lain mungkin penjajahan terasa jauh tapi di Jakarta bagi orang Jakarta yang namanya kolonialisme itu di depan mata. Dirasakan sehari hari. Karena itu bila kita merdeka maka janji janji itu harus terlunaskan bagi warga Jakarta.
Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan pepatah Madura. Itik telor, ayam singerimi. Itik yang bertelor, ayam yang mengerami.
Kita yang bekerja keras untuk merebut kemerdekaan. Kita yang bekerja keras untuk mengusir kolonialisme. Kita semua harus merasakan manfaat kemerdekaan di ibu kota ini. Dan kita menginginkan Jakarta bisa menjadi layaknya sebuah arena aplikasi Pancasila.
Jakarta bukan hanya sekedar kota, dia adalah ibukota maka di kota ini Pancasila harus mengejawantah, Pancasila harus menjadi kenyataan. Setiap silanya harus terasa dalam keseharian. Dimulai dari hadirnya suasana ketuhanan di setiap sendi kehidupan ibukota. Indonesia bukanlah negara berdasarkan satu agama. Namun Indonesia juga bukan sebuah negara yang alergi agama apalagi anti agama. Ketuhanan selayaknya menjadi landasan kehidupan warga dan kehidupan bernegara sebagaimana sila pertama Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Yang kedua, prinsip ketuhanan ini diwujudkan dalam hadirnya rasa kemanusiaan, hadirnya rasa keadilan bagi seluruh rakyat tanpa ada yang terpinggirkan, terugikan, apalagi yang tidak dimanusiakan dalam kehidupannya. Karena itu mari kita hadirkan Jakarta yang manusiawi. Jakarta yang berada sebagaimana prinsip Pancasila kita sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Perjuangan selanjutnya menghadirkan persatuan dalam kehidupan kota.
Tidak hanya merayakan keragaman tapi mari kita merayakan persatuan. Seringkali kita melewatkan persoalan persatuan. Ada pepatah Aceh mengatakan ‘Cilaka rumah tanpa atap, cilaka kampung tanpa guyub’. Persatuan dan keguyuban ini yang harus kita perjuangkan.
Dimulai dari meruntuhkan sekat sekat yang menjadi penghalang antar komponen masyarakat. Terutama pemisah antar mereka yang mempunyai kemampuan ekonomi dan tidak. Mari kita hadirkan Jakarta yang bersatu bagi semua karena ruang interaksi terbuka bagi semuanya.
Dalam mewujudkan prinsip itu, mari kita kembalikan musyawarah menjadi tradisi kita. Bagaimana sila keempat di dalam Pancasila kita yang bunyinya kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Karena itu, majelis-majelis warga akan dihidupkan kembali.
Semua majelis majelis warga dihidupkan, kota ini tidak boleh hanya sekedar perintah gubernur sampai ke bawah. Dengarkan kata rakyat maka kita hidupkan seluruh majelis-majelis yang ada di kota ini.
Ada banyak majelis. Kita hidupkan semuanya. Musyawarah kota terutama untuk menghasilkan kesepakatan dan kesepahaman. Kalau kata orang Minang, istilahnya dalam kesepakatan itu terkandung tuah tentang kebermanfaatan.
Yang kelima, di ujungnya dan ini yang paling mendasar. Ini paling penting, yang kita perjuangkan sama sama sepanjang kampanye kemarin. Adalah pelaksanaan sila kelima yang bunyinya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Itu yang akan kita jadikan fondasi di Jakarta.
Kita jadi ingat pada saat dulu republik ini dibuat, pesannya jelas. Kita tidak hendak membangun satu negara untuk sekelompok orang. Dan Bung Karno mengatakan demikian. Kita hendak membangun satu negara untuk semua bukan untuk satu orang, satu golongan, bukan untuk satu golongan bangsawan maupun golongan orang kaya tapi untuk semua karena iru pengambilan kebijakan di kota ini harus lah bisa didasarkan pada kepentingan publik.
Pengelolaan tanah, pengelolaan air, pengelolaan teluk, dan pengelolaan pulau tidak boleh diletakkan atas dasar kepentingan itu, pengelolaan itu semua tidak boleh untuk kepentingan satu golongan, tidak boleh untuk satu perhimpunan, tidak boleh untuk kepentingan korporasi tetapi itu untuk kepentingan untuk warga Jakarta semua. Semua untuk semua. Jakarta untuk semua. Inilah semangat pembangunan yang kita letakkan sama sama untuk Jakarta.
Gubernur dan wakil gubernur tentu menjadi pemimpin bagi semua dan harus menghadirkan keadilan bagi semua. Namun jelas kami tegaskan bahwa tekad kita adalah mengutamakan pembelaan yang nyata kepada mereka yang selama ini tak mampu membela dirinya sendiri, mengangkat mereka yang selama ini terhambat dalam perjuangan mengangkat dirinya sendiri.
Bang Sandi tadi sudah mengungkapkan komitmen dan paradigma ke depan tentang rencana pembangunan kota ini, Bang Sandi sudah jabarkan bagaimana kita bersama sam membangun dan mengelola kampung, mengelola jalan, sekolah, puskesmas, pasar, angkot dan berbagai aspek kehidupan lainnya.
Seperti kata Bang Sandi, ini adalah satu langkah bersama ke depan memastikan Jakarta yang lebih ramah untuk semua.
Untuk itu, izinkan kami mengajak seluruh warga menjadikan usaha, memajukan kota sebagai sebuah gotong royong, sebagai sebuah gerakan, pembangunan kota ke depan gubernur bukan sekadar administrator bagi penduduk kota. Gubernur bukan sekadar penyedia jasa bagi warga yang jadi konsumen namun kami bertekad untuk bisa melakukan lebih dari itu. Kami ingin bisa bekerja bersama dengan warga Jakarta, berkolaborasi dengan warga Jakarta sebagai perancang dan pelaku pembangunan.
Dalam pepatah Banjar dikatakan ‘Salapik sakaguringan, sabantal sakalang gulu’ satu tikar tempat tidur, satu bantal penyangga leher. Kiasan ini bermakna hubungan yang erat antar elemen masyarakat. Saling setia dan saling mendukung satu sama lain. Inilah Jakarta yang akan kita bangun bersama-sama 5 tahun ke depan.
Selain itu, kami juga mengajak seluruh elemen kepemimpinan di kota Jakarta mulai dari jajaran pemerintah daerah, para wakil rakyat, pemimpin lembaga pertahanan, keamanan dan penegakan hukum mari kita memiliki tekad yang sama yaitu mari kita sama hibahkan hidup kita kepada warga Jakarta bukan sebaliknya jangan berbalik menjadi menyedot dari kota dan warganya untuk dibawa pulang ke rumahnya. Tapi hadirlah untuk menghibahkan waktu, tenaga, pikiran, keringat untuk kemajuan kota Jakarta.
Sebuah kearifan lokal dari Minahasa mengingatkan kita ‘Si tou timou tumou tou’. Manusia hidup untuk menghidupi orang lain. Menjadi pembawa berkah bagi semua, sebuah pengingat bagi semua manusia namun terutama bagi para pemimpin.
Saudara-saudara, izinkan dalam kesempatan ini, kami ingin memastikan dan saya akan ucapkan pula nanti saat sidang paripurna di DPR kata kata yang diucapkan seorang tokoh Betawi. Kata-kata ini terpatri dalam patungnya yang terpasang di Lapangan Monas. Setiap pemerintah harus mendekati kemauan rakyat. Inilah sepatutnya harus menjadi dasar untuk memerintah.
Pemerintah yang tidak mempedulikan atau menghargakan kemauan rakyat sudah tentu tidak bisa mengambil aturan yang sesuai dengan perasaan rakyat.’ Setuju dengan pernyataan itu, saudara-saudara? Itu adalah kalimat yang diungkapkan salah satu putra terbaik betawi, MH Thamrin. MH Thamrin mengatakan itu dan kalimat itu terpatri di Monas sana. Saya membayangkan orang yang kerja di kota ini baca kalimat ini. renungkan, resapi dan laksanakan. Bagi semua yang mengatasnamakan rakyat Jakarta, jalankan kalimat itu.
Saudara-saudara semua, perjuangan kita ke depan adalah perjuangan untuk mewujudkan gagasan, kata dan karya yang selama ini telah kita tekadkan. Kita ingin lakukan tiga-tiganya. Membawa gagasan, membawa kata-kata, dan membawa kerja. Jadikan sebagai satu rangkaian. Gagasan, kata, kerja. Dengan begitu, kita ingin Jakarta maju, Jakarta jadi bagian kota modern yang diperhitungkan dunia tapi jadi akar yang kuat di tradisi.
Dengan memohon pertolongan kepada Yang Maha Memberi Pertolongan, mari kita bersama berikhtiar mewujudkan Jakarta yang maju setiap jengkalnya, dan bahagia setiap insan di dalamnya. Semoga Allah SWT membantu ikhtiar kita.
Dan dalam kaitan itu, izinkan saya sebelum menutup sambutan ini, membacakan sebuah pantun untuk warga Jakarta.
Bekerja giat di Kali Anyar
Mencuci mata di Kampung Rawa
Luruskan niat teguhkan ikhtiar
Bangun Jakarta bahagiakan warganya
Cuaca hangat di Ciracas
Tidur pulas di Pondok Indah
Mari berkeringat bekerja keras
Tulus ikhlas tunaikan amanah
Semoga Allah SWT membantu ikhtiar kita, membukakan jalan-jalan yang sekarang sempit, memudahkan mencari solusi baru, menjauhkan dari segala macam fitnah, menjadikan semua wilayah kota ini baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, serta menurunkan keberkahan bagi setiap warganya, memberikan kebahagiaan kepada seluruh insan di kota ini. Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Tiada usaha, kekuatan, dan daya upaya selain dengan kehendak Allah. Semoga ikhtiar ini selalu dimudahkan, semoga ikhtiar ini dapat selalu dituntaskan, dan insyaallah keberkahan diberikan kepada kita.
Wallahu muwafiq ila aqwamith thoriq, billahi taufiq wal hidayah.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Wapres Kalla
Sementara itu , Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pidato Anies konteksnya adalah sejarah dan karena itu tidak diskriminatif.
“Pidatonya bicara tentang kolonial, konteksnya kan sejarah dia menceritakan. Jadi jangan hanya potong satu kata, dalam konteks apa dia bicara. Jadi dia bicara konteks sejarah, tidak bicara diskriminatif,” kata Kalla, dalam konferensi pers di kantornya di Jakarta, Selasa (17/10), seperti dikutip antaranews.com.
Menurut Kalla, Anies tak bisa disalahkan.
“Kalau katakan sudah kalian jangan kasih kesempatan, nah itu salah,” kata Kalla. [DAS]