PERPRES mengenai kendaraan listrik telah dikeluarkan yaitu Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Perpres yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi ini ditetapkan pada 8 Agustus 2019 dan memiliki isi sebanyak 37 pasal.
Tinjauan Isi Perpres No. 55 Tahun 2019
Perpres ini dibuka dengan Ketentuan Umum seputar kendaraan listrik, yaitu pengertian motor listrik, baterai, kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, stasiun pengisian kendaraan listrik umum dan lainnya.
Pada Bab II dibahas soal percepatan pengembangan industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dalam negeri. Di antaranya dibahas soal penelitian, pengembangan, dan inovasi industri untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.
Selain itu, dibahas juga soal tingkat komponen dalam negeri untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Kendaraan bermotor listrik dan industri komponen kendaraan listrik wajib mengutamakan penggunaan komponen dalam negeri.
Selanjutnya, peraturan ini membahas soal pengendalian penggunaan kendaraan bermotor berbahan bakar minyak fosil. Pemerintah Pusat dapat melakukan pengendalian penggunaan kendaraan berbahan bakar minyak fosil secara bertahap.
Pada pasal 17, dibahas soal pemberian insentif. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memberikan insentif untuk mempercepat program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan. Insentif yang diberikan bisa berupa insentif fiskal maupun non-fiskal.
Kemudian pada Bab IV, Perpres ini mengatur penyediaan infrastruktur pengisian listrik. Adapun yang diatur yaitu ketentuan keselamatan ketenagalistrikan, hingga pihak yang melaksanakan penyediaan infrastruktur pengisian listrik.
Penyediaan infrastruktur pengisian listrik untuk kendaraan listrik dilaksanakan melalui penugasan kepada PT PLN (Persero) yang selanjutnya dapat bekerja sama dengan BUMN dan/atau badan usaha lainnya.
Bab V diatur soal pendaftaran tipe dan nomor identifikasi kendaraan listrik. Sama seperti mobil bermesin bensin atau diesel, kendaraan listrik harus didaftarkan tipenya dan memenuhi ketentuan NIK. Kendaraan listrik juga harus melaksanakan uji tipe.
Ada juga dibahas soal penanganan limbah baterai. Penanganan limbah baterai dari kendaraan listrik wajib dilakukan dengan daur ulang dan/atau pengelolaan.
Keluarnya Inpres Nomor 7 Tahun 2022
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 yang ditetapkan tanggal 13 September 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan Atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Dalam Inpres Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Listrik (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sebagai kendaraan dinas instansi pemerintah pusat dan daerah dapat dilakukan lewat skema pembelian, sewa, maupun konversi kendaraan bermotor bakar. “Penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle) sebagai kendaraan dinas operasional dan/atau kendaraan perorangan dinas instansi pemerintah pusat dan pemerintahan daerah dapat dilakukan melalui skema pembelian, sewa, dan/atau konversi kendaraan bermotor bakar menjadi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi diktum ketiga Inpres 7/2022.
Presiden menginstruksikan pemakaian mobil listrik kepada 10 level pemerintahan. Mulai dari Menteri Kabinet Indonesia Maju, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Staf Kepresidenan, dan Panglima Tentara Nasional RI. Kemudian Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Para Kepala Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara, Para Gubernur, hingga level Bupati/Walikota.
Kebijakan ini diambil sebagai upaya percepatan pelaksanaan program penggunaan atas kendaraan bermotor listrik berbasis baterai atau yang memiliki slogan KBLBB untuk mencapai zero net emission di Indonesia pada 2060.
Antara Instruksi Presiden dan Kondisi Keuangan Negara
Kementerian Keuangan menegaskan tidak ada alokasi untuk membeli kendaraan listrik untuk keperluan dinas di kementerian/lembaga (KL) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
Namun tidak ada larangan juga bagi KL untuk membeli kendaraan elektrik jika memiliki anggaran untuk membeli kendaraan dinas.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan, tidak terdapat alokasi anggaran kendaraan listrik dinas pejabat pemerintah di kementerian lembaga (K/L) pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2023.
“Aslinya ini buat kendaraan EV (electric vehicle) anggarannya tidak ada,” ujar Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan, Made Arya Wijaya di Bogor, Jawa Barat, Sabtu 5 November 2022. Made mengatakan, terkait rujukan mobil listrik yang akan digunakan untuk dinas pejabat Kemenkeu tidak memiliki rujukan, seperti harga dan standar yang akan digunakan. “Kita nggak punya referensi mobil listrik ini belum ada,” ujarnya. Made menjelaskan, hal itu berbeda dengan kendaraan dinas yang digunakan saat ini karena telah memiliki standar seperti menteri dengan CC mobil 3.500. Dan 3.000 CC setingkat eselon I, II. Selain itu kata dia, harga kendaraan listrik jauh lebih mahal bila dengan mobil konvensional yang digunakan para pejabat saat ini.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto menilai, Instruksi Presiden (Inpres) tentang kendaraan listrik untuk operasional pemerintah, tidak efisien diterapkan saat ini. Pasalnya, infrastruktur penunjang kendaraan listrik di Indonesia dinilai masih terbatas.
Diketahui, Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di Indonesia baru terdapat 129 unit. Menurut Mulyanto, hal itu dapat dikatakan bahwa penunjang kendaraan listrik di Indonesia saja masih terbatas. Kekurangan itu dinilai malah membuat negara bakal lebih banyak menggelontorkan anggaran pendapatan belanja negara (APBN). Padahal, menurut Mulyanto, APBN lebih efisien digunakan untuk keperluan masyarakat lainnya. [S21]