Proyek kereta cepat setelah dihitung ulang, biayanya membengkak [Foto: Istimewa]
Proyek kereta cepat setelah dihitung ulang, biayanya membengkak [Foto: Istimewa]

SAAT menjabat sebagai Menteri perhubungan 2014-2016, Ignasius Jonan, beberapa kali mengungkapkan penolakannya soal keberadaan rencana proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Bahkan Jonan sempat menolak menerbitkan izin trase pembangunan kereta cepat karena dinilai masih ada beberapa regulasi yang belum dipenuhi, terutama terkait masa konsesi.

Alasan keberatan

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 3 September 2015, Jonan kala itu menegaskan, tidak perlu ada moda transportasi semacam kereta cepat untuk rute Jakarta-Bandung.

Karena secara teknis, menurut Jonan, kereta cepat yang memiliki kecepatan di atas 300 kilometer per jam tidak cocok untuk rute pendek seperti Jakarta-Bandung yang hanya berkisar 150 kilometer. Kereta cepat itu idealnya dibangun untuk rute-rute jarak jauh, misalnya Jakarta-Surabaya.

Di Tahun 2016, Jonan pun masih enggan memberikan izin untuk proyek itu. Menurut Jonan masih ada hal yang belum terpenuhi dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Pertama, izin pembangunan. Diketahui Kementerian Perhubungan sempat mengembalikan dokumen usulan untuk memperoleh izin pembangunan prasarana kereta cepat kepada KCIC, karena dokumen masih ditulis dalam Bahasa China.

Kedua adalah perjanjian konsesi. Kemenhub dan KCIC belum menandatangani perjanjian penyelenggara sarana kereta cepat. Perjanjian ini diperlukan untuk menjamin bahwa proyek kereta cepat tidak akan menjadi beban pemerintah Indonesia jika seandainya berhenti di tengah jalan.

Jonan juga termasuk yang keras menolak kalau mega proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menggunakan APBN.

Pada Perpres No 107/2015 tercantum Kemenhub harus menegakkan perundangan yang berlaku. ‘Sebagai Kementerian tentu dukung kereta cepat agar cepat terbangun. Jika semua dokumennya siap, dalam waktu satu minggu, izin akan keluar. Pokoknya Kemenhub tidak akan mempersulit, tetapi juga tidak akan mempermudah,’ demikian Jonan saat itu.

Ia menegaskan, pihaknya sama sekali tidak mempersulit perizinan kereta cepat. Asalkan, semua persyaratan dipenuhi.

Keputusan Atas Mega Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Pendanaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung salah satunya akan menggunakan APBN. Padahal semula megaproyek ini dijanjikan Presiden Joko Widodo tidak akan menggunakan APBN. 

Bahkan yang terjadi saat ini, keputusan diizinkannya proyek tersebut menggunakan APBN sudah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.

Sedari awal, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung itu tidak banyak melibatkan Kemenhub. Proyek ini murni proyek bisnis BUMN Indonesia dan Tiongkok.

Tak ada dana APBN sesuai janji pemerintah saat itu. Programnya pun tidak tercantum di Kementerian Perhubungan kala itu. Jonan juga termasuk yang keras menolak kalau mega proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menggunakan APBN.

Jonan juga tidak banyak dilibatkan dalam memilih pihak Tiongkok untuk menggarap proyek kereta cepat itu. Keputusan saat itu diambil oleh Menteri BUMN, Rini Soemarno.

Proyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung memiliki segudang masalah jelang target penyelesaian di akhir 2022 nanti. Mulai dari pembengkakan biaya hingga ketidakmampuan anggota konsorsium Indonesia untuk membayar kewajiban modal dasar.

Pembengkakan biaya yang terjadi diprediksi dalam rentang US$ 1,3 – US$ 1,6 miliar atau setara Rp 18,3 triliun – Rp 22,5 triliun dengan kurs (Rp 14.100/US$). Awalnya proyek ini dipatok senilai US$ 6,07 miliar, namun karena keterlambatan penyelesaian diperkirakan biaya proyek bengkak mencapai US$ 7,9 miliar atau Rp 113,1 triliun.

Perencanaan proyek ini terasa seakan terburu-buru. Awalnya Jepang yang memprakarsai proyek ini, namun disalip pihak Tiongkok yang juga melakukan studi kelayakan. Menteri BUMN kala itu, Rini Soemarno ternyata menyetujui dan menyambut baik apa yang dilakukan pihak Tiongkok.

Keliru Sejak Semula

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan pembangunan perkeretaapian dan infrastrukturnya tidak semudah membangun jalan tol. Harus diperhitungkan dengan cermat.

Ekonom Center of Reform of Economics (CORE), Yusuf Rendi Manilet menyatakan masuknya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung akan berisiko jangka menengah bahkan jangka panjang untuk APBN.

Untuk jangka menengah, dia mencontohkan jika ternyata kereta cepat ini tidak terlalu banyak digunakan oleh masyarakat karena tarifnya yang mahal. Hal itu akan berimbas kepada proyeksi keuntungan pengelola.

Karena keuntungan tidak sesuai ekspektasi, hal itu berimbas dengan pengajuan subsidi tiket. Nah itulah yang akan ditanggung APBN lagi.

Kemudian, untuk jangka panjang disebutkan jika terjadi biaya tambahan dalam pembangunan proyek, misalnya dari pembebasan lahan atau biaya impor bahan baku. Imbasnya proyek bisa mangkrak. [S21]