Koran Sulindo – Sektor perumahan mendominasi pengaduan konsumen ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Hingga saat ini pengaduan ke BPKN berjumlah 2.695, di mana 2.260 di antaranya sektor perumahan, baik rumah tapak maupun rumah susun atau apartemen.
“Grafiknya mendominasi, kasusnya beda-beda. Ada masalah legalitas hingga spesifikasi bangunan,” kata Koordinator Komisi Advokasi/Anggota BPKN, Rizal E. Halim, di Jakarta, Rabu (24/6/2020).
Perlindungan konsumen di sektor perumahan masih terbatas.
“Sebagai contoh, masih banyak terjadi pemasaran perumahan yang tidak memiliki landasan hak atas lahan perumahan, muatan transaksi dan kurang jelasnya skema sehingga mengakibatkan hak konsumen atas status kepemilikannya tidak jelas, dan terkadang terjadi pembatalan pemesanan unit serta pelanggaran hak-hak lainnya,” kata Rizal.
Masalah sektor perumahan terbagi beberapa kategori, seperti legalitas, fisik, serah terima, fasilitas umum dan fasilitas sosial, pembiayaan, lembaga keuangan bank dan nonbank, dan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS).
Kasus perumahan juga didominasi masalah pembiayaan. Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai peran dalam pengaturan pembiayaan dan pengawasannya.
Sementara itu Kepala Bagian Hukum dan Komunikasi Publik, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dedy S. Budisusetyo, mengatakan terdapat beberapa permasalahan sektor perumahan, di antaranya biaya awal (down payment/DP) dan administrasi.
“Banyak aduan mengenai pengembang yang tidak membangun rumah sesuai aturan,” katanya.
Selain itu, pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) yang tidak sesuai dengan perjanjian. Pengembang nakal yang tidak membangun sesuai perjanjian hingga sertifikat hak kepemilikan yang tidak kunjung diserahkan bank penyalur ketika KPR telah lunas. [RED]