Ilustrasi/travelogee

Koran Sulindo – Batam menjadi ruang abstrak yang secara sengaja dibangun oleh negara menjadi sebuah kawasan industri dan perdagangan berskala internasional.  Batam dibangun dengan kerangka ruang yang homogen dengan berpusat pada kepentingan ekonomi negara. Mengingat bentukan pemerintah, pembangunan dan pengembangan kota Batam sangat bergantung pada perkembangan politik nasional.

“Lemahnya posisi tawar pemerintah di hadapan investor tersebut membuat konsep yang sudah ditetapkan mengalami perubahan dalam dimensi ruang representasinya,” ujar Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto Yogyakarta, Marsekal Muda Tni (Purnawirawan) T.Ken Darmastono, saat ujian meraih gelar doktor (S3) di Program Studi Kajian Budaya dan Media Sekolah Pascasarjana Lintas Disiplin (SPs LD) UGM, Senin (17/4).

Lebih lanjut dijelaskan Ken, dalam merancang dan mewujudkan tata ruang Batam pemerintah ingin menempatkan Batam sebagai kawasan industri yang dapat bersaing dengan Singapura untuk memperkuat perekonomian nasional. Namun, disisi lain untuk mencapai hal tersebut pemerintah bergantung pada peningkatan investasi dari perusahaan-perusahaan multinasional termasuk milik Singapura.

Dalam pandangan Ken, tata ruang Batam sebagai kawasan industri tidak dimaknai sebagai ruang yang diikat oleh ikatan perdagangan oleh penduduknya yang semakin heterogen. Namun dimaknai menjadi kawasan-kawasan yang dihuni oleh kesamaan dan solidaritas etnis. Sejalan dengan hal tersebut, lanjut Ken, ruang-ruang kriminal perkotaan turut berkembang.

“Ruang-ruang ini dianggap sebagai ruang bawah tanah yang dibangun dilapisan bawah ruang-ruang resmi pemerintah maupun perdagangan,” tutur Ken yang kini berhak menyandang gelar doktor.

Ken berpendapat, kecenderungan yang terjadi pada ruang representasi tersebut dimungkinkan karena berkembangnya persepsi yang berbeda mengenai ruang, persepsi yang saling bersaing, bernegosiasi. Dan hal ini terjadi tidak hanya antarkelompok masyarakat sipil dengan konsepsi pemerintah saja, tetapi juga antarkelompok masyarakat itu sendiri.

“Pembuatan geostrategi wilayah saat ini memerlukan aspirasi penduduk yang berjumlah 1,2 juta orang. Hal ini berbeda dengan saat perancangan awal Batam di masa orde baru dengan jumlah penduduk yang relatif sedikit,” ungkapnya lagi.

Melihat kondisi tersebut Ken menyampaikan sejumlah rekomendasi geostrategi wilayah Batam. Menurutnya, lokasi ideal yang diperkirakan menjadi tempat yang baik untuk mengembangkan kawasan sejenis adalah di sepanjang Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Sementara Batam terletak pada ALKI I yang berada di kawasan barat Indonesia. Sesuai alokasi ALKI yang disediakan bagi pelayaran internasional, Ken berpendapat  sebaiknya kawasan ekonomi khusus yang merupakan model sejenis Batam juga terletak pada ALKI baik I, II, maupun III. [YUK]