Koran Sulindo – Infrastruktur adalah kunci. Itulah yang ada di benak rezim penguasa sekarang. Maka, Presiden Joko Widodo pun kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Setidaknya ada 225 proyek strategis nasional di berbagai sektor yang tersebar di seluruh Indonesia, di luar proyek listrik 35.000 MW, yang tercatat dalam peraturan presiden itu. Proyek-proyek tersebut diperkirakan akan membutuhkan biaya sebesar Rp 4.800 triliun selama lima tahun.
Ketika bersilaturahmi dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa di Istana Merdeka, Jakarta, 17 Mei 2017 lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan, pembangunan infrastruktur dilakukan, pertama, untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Jokowi mengungkapkan, ribuan orang dari berbagai tempat mendapat pekerjaan karena pembangunan infrastruktur.
Alasan kedua: pembangunan infrastruktur akan mendatangkan efek ekonomi di daerah yang dibangun. Ada perputaran uang dan efek domino yang mengikutinya. Ketiga: penjualan produk-produk dan hasil bumi daerah tersalurkan. Pelabuhan-pelabuhan kecil di tingkat kecamatan seperti di Halmahera akan menjadi tujuan para pedagang menjual produk dan hasil buminya. “Jika kapal rutin datang, pedagang akan datang juga. Dari frekuensi dua minggu sekali, saya minta ditingkatkan frekuensinya menjadi seminggu sekali,” tutur Jokowi.
Keempat: isolasi daerah dan penurunan harga barang kebutuhan akan terjadi seperti yang tengah dilakukan dengan Trans Papua. “Harga kebutuhan pokok di sembilan kabupaten di sekitar Wamena dan Agats yang dilalui Trans Papua akan langsung jatuh. Kalau truk bisa melintas, semen yang harganya bisa mencapai Rp 2,5 juta per sak karena diangkut dengan pesawat akan turun,” kata Jokowi lagi.
Infrastruktur pula yang kemudian menjadi kambing hitam atas rendahnya daya saing Indonesia. “Fakta di dalam setiap survei, apakah daya saing, apakah ease of doing business, EODB, atau yang lainnya, faktor yang membuat daya saing Indonesia kurang menarik secara konsisten yang muncul infrastruktur,” ungkap Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro dalam acara Underwriting Network 2017 di Bali, 10 Maret 2017 lampau.
Dalam pandangan Bambang, dengan infrastruktur yang terbatas, investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia berpikir akan mengeluarkan modal lebih besar. “Jadi, sudah clear bahwa infrastruktur tertinggal sehingga investor merasa dengan infrastruktur terbatas ujungnya investasi lebih besar,” tuturnya.