PADA 16 AGUSTUS 2017 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah mengatakan potensi PNBP masih harus terus digenjot. “Dengan tetap menjaga pelayanan dan kelestarian lingkungan,” katanya di Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta.
Menurut dia, upaya itu dilakukan agar target penerimaan negara yang tercantum dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 tercapai. Ia berharap, kontribusi PNBP di setiap kementerian dan lembaga dapat lebih ditingkatkan. Beberapa kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Untuk Kementerian ESDM, PNBP-nya dapat ditingkatkan dengan mengurangi inefisiensi dan kebocoran sumber minyak dan gas serta minerba. “Serta pengendalian cost recovery,” ujarnya.
Target tersebut akan dicapai, tambahnya, dengan mengawasi proyek pengembangan lapangan onstream tahun 2017 agar berjalan tepat waktu. Selain itu: optimalisasi pemanfaatan gas bumi ke para pemangku kepentingan domestik. Pemerintah juga akan menetapkan kebijakan terkait dengan harga gas bumi tertentu untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.
“Kami juga akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi pemeriksa guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak untuk PNBP Pertambangan,” ujar Sri Mulyani.
Ia mengatakan, sistem penatausahaan hasil hutan berbasis teknologi pun akan diperbaiki. “Untuk memantau pengelolaan hutan secara online,” katanya.
Sementara itu, KKP diarahkan untuk menggali pengelolaan hasil laut yang lebih seimbang. Caranya: memberantas illegal, unreported, and unregulated fishing.
Akan halnya Kementerian BUMN dapat lebih meningkatkan kinerjanya untuk mendorong penerimaan PNBP. Untuk kementerian dan lembaga lain pengelola PNBP, Sri Mulyani mengungkapkan, mereka dapat memperbaiki tarif dan jenis PNBP agar lebih realistis.
Lalu, pada 30 Agustus 2017, Sri Mulyani juga menegaskan, penetapan PNBP, terutama dari Badan Layanan Umum (BLU) bidang pendidikan dan kesehatan jangan sampai membebani masyarakat. “Karena itu, penetapan tarif pada instansi kementerian/lembaga yang menetapkan penerimaan tarif dari PNBP harus dilakukan secara hati-hati,” katanya setelah rapat tertutup yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta itu.
Penetapan tarif tersebut, tambahnya, harus mempertimbangkan aspek daya beli masyarakat dari sisi efisiensi. Juga harus dipertimbangkan dari sisi BLU-nya sendiri dan juga dari kemampuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik itu yang paling penting. “Jadi, jangann sampai PNBP itu menjadi satu bentuk penerimaan negara yang tidak punya dasar yang baik,” tutur Sri Mulyani. [PUR]