Ilustrasi kekerasan seksual [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi agenda yang mendesak. Pasalnya, kondisi hari ini sudah darurat sehingga dibutuhkan sebuah aturan yang bisa melindungi korban kekerasan seksual.

Anggota Komisi VIII DPR, Rahayu Saraswati D. Djojohadikusumo menuturkan, agenda politik 2018 dan 2019 seharusnya tidak menjadi penghalang untuk membahas RUU tersebut. Baik secara internal maupun pembahasan yang dilakukan bersama pemerintah.

“Ada pro dan kontra ketika membahas RUU ini di Panitia Kerja (Panja), semisal, definisi kekerasan seksual. Juga karena padatnya jadwal kerja anggota Komisi VIII antara lain kunjungan kerja dan pengawasan haji,” tutur Sara, panggilan akrabnya dalam keterangan resminya pada Senin kemarin.

Keberadaan RUU ini menjadi penting lantaran tingginya tingkat kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Berdasarkan data Komisi Nasional Perempuan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 259.150 kasus sepanjang 2016. Sedangkan, data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) periode 2011 hingga 2016 angka kekerasan terhadap anak untuk kasus pornografi dan kejahatan siber mencapai 1.593 kasus serta perdagangan manusia dan ekspoitasi mencapai 1.254 kasus.

Dari fakta itu, kata Sara, Fraksi Gerindra tetap konsisten mengawal dan memperjuangkan agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diselesaikan walau agenda politik pada tahun dan 2019 cukup padat. Itu tampak dari kegiatan yang diselenggarakan Fraksi Gerindra berupa diskusi hingga membahas daftar inventaris masalah (DIM) dengan perumus RUU dan aktivis perlindungan korban seksual.

“Kita perjuangkan semua klausul, prioritas utama adalah perlindungan korban dari segala segi hukum acara, bahkan dari saat pelaporan. Dan tentunya perjuangan untuk pemulihan korban dan keluarga korban,” Sara menambahkan.

Ia optimistis dan percaya setiap fraksi di DPR punya komitmen yang sama dalam melindungi korban kekerasan seksual. Dukungan masyarakat juga dibutuhkan sebagai pengingat untuk mendorong parlemen agar segera mengesahkan RUU tersebut. [KRG]