Komnas Perempuan meminta agar pasal aborsi tidak masuk ke Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Kemudian pasal aborsi di usulkan agar dipertegas menjadi ‘pemaksaan aborsi’.
“Komnas Perempuan meminta ‘aborsi’ dihapus dari daftar bentuk kekerasan seksual dan diganti dengan ‘pemaksaan aborsi’,” demikian kata Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, Kamis (31/3).
Sebelumnya pemerintah mengusulkan agar aborsi digolongkan sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual. Komnas Perempuan meminta agar usulan itu ditolak masuk ke RUU TPKS.
Penggunaan istilah ‘aborsi’ ini problematis lantaran aborsi selama ini bukanlah tindak pidana kejahatan seksual. Bahkan, dalam ranah medis, ‘keguguran’ juga termasuk ‘aborsi’, yakni ‘aborsi spontan’. Terkhusus untuk korban perkosaan, aborsi boleh dilakukan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Menurut Siti seharusnya, pihak yang dikriminalisasi dalam kasus aborsi adalah pihak yang memaksakan aborsi, bukan perempuan korban kekerasan seksual. Namun, dalam KUHP saat ini, pihak yang dapat dipidana adalah perempuan yang melakukan aborsi, dokter, bidan, atau dukun yang membantu aborsi, dan orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi.
Pemerintah sepakat
Mendengar berbagai aspirasi mengenai isi RUU TPKS pemerintah sepakat untuk mengusulkan perubahan pada beberapa bagian RUU.
Pemerintah mengusulkan agar pemerkosaan dan aborsi tidak diatur dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, hal tersebut untuk menghindari adanya tumpang tindih dengan aturan lainnya.
Menurut Edward, pemerkosaan dan aborsi sudah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang tengah dilakukan revisi.
“Saya mampu meyakinkan, satu ini (RUU TPKS) tidak akan pernah tumpang tindih dengan RUU KUHP karena kita membuat matriks ketika kita akan menyusun RUU TPKS ini. Dan khusus memang mengenai pemerkosaan itu sudah diatur rinci di dalam RUU KUHP,” kata Edward dalam rapat panitia kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Lebih lanjut Edward menjelaskan, saat ini proses RUU KUHP pun sudah mendapatkan persetujuan tingkat pertama. RUU tersebut, klaim Edward, juga sudah amat jelas dan rinci mengatur soal pemerkosaan dan aborsi.
Terkait pemerkosaan, dalam RUU KUHP diatur pada Pasal 245 yang berbunyi “Setiap orang yang melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, perkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis, pidana ditambah dengan 1/3 (satu pertiga) dari ancaman pidananya”.
Lebih lanjut, Edward mengakui bahwa RUU TPKS memang menjadi perdebatan di antara guru besar hukum pidana. Untuk itu, dia meyakini bahwa RUU TPKS tidak akan tumpang tindih dengan aturan perundang-undangan yang telah ada. [PAR]