Komnas HAM: Solidaritas Publik Mengalir, Negara Tak Boleh Abai

Komnasham saat mengunjungi daerah terdampak banjir di Aceh. (Dok. Komnasham)

BANDA ACEH Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia, 10 Desember 2025 berlangsung di tengah duka besar. Aceh dan sejumlah wilayah Sumatera sedang menghadapi bencana ekologis yang menewaskan ratusan warga, merusak fasilitas publik, dan memaksa ratusan ribu orang mengungsi. Dalam situasi ini, Komnas HAM memutuskan menghapus seluruh agenda seremonial dan mengalihkannya menjadi aksi kemanusiaan.

Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, mengatakan bahwa keputusan tersebut diambil karena kondisi lapangan yang jauh lebih mendesak daripada acara formal.

“Karena situasi bencana, kami membatalkan seluruh agenda formal dan mengalihkan peringatan Hari HAM tahun ini dengan aksi kemanusiaan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa Komnas HAM telah mendatangi berbagai titik bencana untuk mengidentifikasi kebutuhan penyintas, terutama kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, lansia, penyandang disabilitas yang kerap terabaikan dalam masa tanggap darurat.

Data Komnas HAM dan BNPB menunjukkan skala kerusakan yang sangat besar: ratusan korban meninggal, puluhan hilang, ribuan terluka, serta lebih dari 138 ribu rumah rusak hanya di Aceh. Sekolah, rumah ibadah, dan layanan kesehatan ikut lumpuh. Komnas HAM menilai kerusakan masif ini bukan hanya soal bencana alam, melainkan buah dari tata kelola lingkungan yang buruk. Bencana ini, menurut Anis, akan berdampak panjang terhadap pemenuhan hak dasar warga seperti pendidikan, kesehatan, dan mata pencaharian.

Kerusakan fasilitas publik dan hilangnya rumah warga jelas akan mengganggu hak-hak dasar mereka,” tegasnya.

Di tengah keterbatasan pemerintah daerah, solidaritas publik justru menjadi kekuatan paling menonjol. Relawan, komunitas lokal, dan berbagai kelompok masyarakat bergerak cepat memberi bantuan. Anis mengakui besarnya energi solidaritas tersebut, tetapi mengingatkan bahwa negara tidak boleh berlindung di balik gerakan masyarakat.

Solidaritas publik sangat luar biasa. Namun pemulihan berbasis hak asasi manusia tetap tanggung jawab negara. Itu kewajiban konstitusional yang tak bisa digantikan,” ujarnya.

Ia juga menyebut Aceh memiliki sejarah panjang bangkit dari bencana, dan karenanya pemulihan harus dilakukan secara inklusif dan berkeadilan.

Komnas HAM akan memastikan pemulihan pascabencana dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia,” katanya.

Peringatan Hari HAM Sedunia tahun ini akhirnya menjadi pengingat bahwa kemanusiaan bukan slogan, melainkan kewajiban negara yang diuji dalam situasi nyata. Bencana ekologis di Aceh dan Sumatera bukan hanya tragedi, tetapi alarm keras bahwa hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat belum benar-benar dipenuhi.

Komnas HAM berharap seluruh rangkaian aksi kemanusiaan ini mampu mengembalikan harapan warga yang kehilangan, sekaligus mendorong negara hadir lebih tegas dalam penyelamatan dan pemulihan. [KS]