Jakarta – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM) mengecam keras tindakan intoleransi dan persekusi atas nama agama yang kembali mencuat di sejumlah daerah. Dalam pernyataan resminya pada Senin (4/8), Komnas HAM menyebutkan dua insiden persekusi terbaru yang dinilai sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
Peristiwa pertama terjadi pada 24 Juli 2025 di Desa Pegundan, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Sebuah acara pengajian dan haul tokoh agama setempat dibubarkan secara paksa. Peristiwa serupa juga menimpa kegiatan pembelajaran agama Kristen bagi anak-anak di rumah doa GKSI Anugerah, kawasan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tengah, Kota Padang, Sumatera Barat, pada 27 Juli 2025.
“Persekusi semacam ini merupakan pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan berkumpul, serta hak atas rasa aman yang dijamin dalam konstitusi dan instrumen hak asasi manusia,” tegas Komnas HAM.
Komnas HAM menekankan bahwa segala bentuk penolakan terhadap praktik keagamaan, baik yang bersifat ibadah maupun pendidikan, tidak dapat dibenarkan. Negara, melalui aparatur penegak hukum, dinilai memiliki tanggung jawab konstitusional untuk melindungi kelompok rentan dari kekerasan berbasis agama.
Lembaga ini juga mengkritisi kelambanan dan pembiaran yang kerap dilakukan oleh aparat penegak hukum, yang dianggap berkontribusi pada berkembangnya budaya impunitas. Penegakan hukum yang adil, akuntabel, dan bebas dari tekanan kelompok mayoritas disebut sebagai prasyarat penting dalam penanganan kasus-kasus intoleransi.
Komnas HAM mencatat bahwa maraknya tindakan intoleran dipicu oleh sejumlah faktor, antara lain:
Minimnya pemahaman masyarakat akar rumput mengenai keberagaman dan nilai-nilai HAM.
Penyebaran narasi keagamaan eksklusif dan segregatif di ruang publik.
Lemahnya komitmen pemerintah daerah dalam menjalankan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No. 9 dan 8 Tahun 2006.
Kecenderungan PBM disalahartikan sebagai pembatasan, bukan jaminan kebebasan beragama.
Dalam pernyataannya, Komnas HAM menegaskan bahwa hak atas kebebasan beragama dijamin dalam Pasal 28E dan 29 UUD 1945, Pasal 22 UU HAM, serta Pasal 18 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 12 Tahun 2005.
“Tindakan persekusi terhadap kelompok agama minoritas adalah pelanggaran HAM serius dan tidak bisa dibenarkan dalam keadaan apa pun,” kata Pramono Ubaid Tanthowi, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM.
Komnas HAM menyerukan agar:
Kepolisian segera menyelidiki dan menindak tegas para pelaku persekusi, memberikan perlindungan bagi korban, serta meningkatkan pelatihan berbasis HAM.
Pemerintah daerah menjamin kebebasan beragama secara inklusif, memperkuat FKUB, dan tidak tunduk pada tekanan kelompok intoleran.
Masyarakat dan tokoh agama menolak segala bentuk kekerasan dan mengedepankan nilai toleransi serta kemanusiaan.
Sebagai negara demokratis yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, Indonesia disebut memiliki kewajiban penuh untuk melindungi keberagaman. Komnas HAM menyatakan siap membuka komunikasi dengan para pihak guna memastikan pemulihan hak korban serta pencegahan kasus serupa ke depan.
“Tidak ada tempat bagi intoleransi dan persekusi dalam negara hukum,” tegas Komnas HAM dalam pernyataannya. [IQT]