Komisi Tiga Negara (KTN) atau Komite Jasa Baik dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 26 Agustus 1947 untuk menengahi konflik antara Indonesia dan Belanda.
Pembentukan KTN ini tidak lepas dari aksi militer Belanda pada 21 Juli 1947. Aksi tersebut mendorong India dan Australia pada 30 Juli 1947 untuk meminta agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam daftar pembicaraan di Dewan Keamanan PBB.
Menanggapi permintaan tersebut, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi pada 1 Agustus 1947, menyerukan agar Republik Indonesia dan Belanda segera menghentikan permusuhan dan menyelesaikan perbedaan melalui arbitrase atau cara damai lainnya.
Resolusi ini memerintahkan penghentian permusuhan mulai 4 Agustus 1947.
Untuk mengawasi pelaksanaan gencatan senjata, Dewan Keamanan membentuk komisi konsuler yang terdiri dari para konsul jenderal di Indonesia. Komisi ini dipimpin oleh konsul jenderal Amerika Serikat, Dr. Walter Foote, dan beranggotakan konsul jenderal dari Cina, Belgia, Prancis, Inggris, dan Australia.
Dalam laporannya, Komisi Konsuler menyatakan bahwa sejak 30 Juli hingga 4 Agustus 1947, pasukan Belanda terus melakukan serangan militer, sementara Indonesia menolak garis demarkasi yang dituntut Belanda.
Pada 25 Agustus 1947, Amerika Serikat mengusulkan pembentukan komisi yang terdiri atas wakil-wakil tiga negara anggota Dewan Keamanan. Komisi ini bertugas membantu Indonesia dan Belanda menyelesaikan sengketa mereka.
Indonesia dan Belanda masing-masing memilih satu negara, kemudian kedua negara tersebut memilih satu negara tambahan. Komisi ini dikenal sebagai Good Office Committee, yang kemudian disebut Komisi Tiga Negara (KTN).
Usulan Amerika Serikat diterima oleh Dewan Keamanan PBB, sehingga Indonesia memilih Australia dan Belanda memilih Belgia. Australia dan Belgia kemudian memilih Amerika Serikat sebagai anggota ketiga.
Delegasi dalam KTN adalah Richard Kirby dari Australia, Paul van Zeeland dari Belgia, dan Prof. Frank Porter Graham dari Amerika Serikat. Jabatan ketua dirotasi antara ketiganya setiap minggu.
Anggota KTN tiba di Jakarta pada 27 Oktober 1947 dan segera menghubungi Indonesia dan Belanda untuk memulai perundingan.
Mereka menjelaskan tugas-tugas mereka yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik secara damai dan menegaskan bahwa tugas mereka tidak mengikat kedua belah pihak kecuali diminta untuk memberikan usulan penting yang bersifat mengikat.
Dalam hal penghentian tembak-menembak, jika kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan, KTN dapat mengajukan usulan atas prakarsa sendiri.
Melalui mediasi dan pengawasan KTN, perundingan antara Indonesia dan Belanda berhasil dilaksanakan di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Renville pada 17 Januari 1948.
Namun, setelah agresi militer Belanda II pada 19 Desember 1948, KTN dianggap gagal menyelesaikan permasalahan secara damai dan dibubarkan. Sebagai gantinya, pada 28 Januari 1949, PBB membentuk organisasi bernama United Nations Commission for Indonesia (UNCI). [UN]