Ilustrasi, kordinator IPA merespon pertemuan G20, Raden deden Fajrullah.
Ilustrasi, kordinator IPA merespon pertemuan G20, Raden deden Fajrullah.

AGENDA pertemuan pimpinan Negara-negara G20 dikhawatirkan jadi dalih untuk melakukan tindakan anti demokrasi dan upaya membungkam suara rakyat. Hal itu disampaikan oleh koordinator Indonesia People’s Assembly (IPA) Raden Deden Fajrullah.

“Kami dari aliansi IPA mengecam seluruh tindakan represif dan provokasi yang dilakukan oleh Negara dalam membungkam gerakan kritik rakyat sepanjang persiapan KTT G.20,” ujar Raden kepada media melalui rilis yang dikeluarkan IPA.

Raden menyitir berbagai tindakan represi terhadap beberapa organisasi yang sedang menyelenggarakan kegiatan dalam menyikapi KTT G.20 yang akan berlangsung di Bali pada tanggal 15-16 November mendatang. Seperti Penghadangan terhadap Pesepeda Chasing the Shadow Green Peace di Probolinggo. Selain itu pembatalan juga terjadi pada kegiatan ruang aspirasi dan seni anak muda bali untuk iklim yang diorganisasikan oleh 350.id dan XR serta pembatalan acara jangkongan Warga serta beberapa pembubaran aktifitas lainya. Akibatnya beberapa organisasi akhirnya terpaksa menjalankan aktifitas tanpa publikasi sama sekali.

Menurut Raden, tindakan-tindakan tersebut membelakangi demokrasi dan semakin menunjukkan orientasi G.20 sama sekali bukan untuk rakyat tetapi hanya untuk segelintir pengusaha besar dan negeri-negeri kaya yang memiliki kepentingan memindahkan beban krisis yang mereka hadapI ke negeri-negeri miskin dan terbelakang.

” Tindakan ini adalah merupakan serangkaian tindakan fasis dan brutal dalam mengekang dan membungkam demokrasi” sambung Koordinator IPA, Raden.

Ia menyebut hal serupa juga dialami oleh kegiatan IPA dalam menyikapi agenda G20. Sebelumnya, acara diskusi yang diselenggrakan oleh BEM Fakultas Hukum bersama dengan aliansi Bali Tdak Diam (BTD) di Bali juga mendapatkan ancaman pembubaran dari pihak kampus Universitas Udayana. Selain itu Gerakan rakyat menolak G.20 di beberapa kota yang dikordinasikan IPA juga mendapatkan intimidasi baik dengan cara didatangi secara langsung maupun melalu telepon,

Di Kalimantan Barat organisasi buruh yang tergabung dalam  Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Kalbar tanggal 12 November kemarin didatangi oleh 3 orang aparat Bais dan BIN dan meminta keterangan terkait soal kampanye menentang G.20 yang diselenggarakan oleh IPA.

Sedangkan di kota Mataram, kordinator Indonesia People’s Assembly (IPA) kota Mataram juga mendapatkan telpon serupa dari Bais dan Bin, begitu juga dengan yang berada di Jember dan Malang, dan barangkali banyak yang lainya yang belu terlaporkan seiring denga terus berlangsungya berbagai rangkain kampanye merespons G.20 di berbagai kota.

Selain itu, beberapa akun media social organisasi dan personal yang kerap membagikan narasi-narasi kritik terhadap G.20 juga di suspend termasuk nomor Whats APP milik coordinator IPA yang beberapa kali ada permintaan confirmasi registrasi.

Semua tindakan tersebut menurut Raden adalah tindakan yang menodai demokrasi kita, menodai kebebasan setiap warga Negara untuk bersuara dan berpendapat yang juga telah diatur di dalam Undang-undang.

Maka aliansi Indonesia People’s Assembly yang terdiri dari 25 organisasi tingkat nasional dan daerah di 15 provinsi di Indonesia mendesak Pemerintah untuk menghentikan seluruh upaya provokasi, intimidasi, terror, dan pembubaran paksa terhadap seluruh gerakan rakyat. [DES]