Koran Sulindo – Politikus Partai Golkar Mukhamad Misbakhun menilai pidato Ketua MPR RI Zulkifli Hasan pada Sidang Tahunan MPR tahun 2018 sarat dengan terminalogi kampanye yang digunakan untuk mengkritik Pemerintah.
Menurut Misbakhum, Pidato Ketua MPR itu tidak etis diucapkan dalam Sidang Paripurna Tahunan MPR RI yang merupakan event kenegaraan memperingati proklamasi kemerdekaan.
“Apalagi pidato yang disampaikan Zulkifli di hadapan Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, para menteri, maupun tamu undangan lainnya,” kata Misbakhun, Kamis (16/8) malam.
Menurut Misbakhun, pemerintah telah memberikan penjelasan yang memadai tentang permasalahan yang Indonesia, baik persoalan nasional maupun persoalan yang terkait dengan kondisi ekonomi internasional.
“Harus ada kebesaran jiwa dari Ketua MPR RI. Jangan manfaatkan lembaga negara dan acara kenegaraan untuk memasukkan materi kampanye,” kata dia menyesalkan.
Misbakhun juga mengimbau Zulkifli untuk berkampanye pada tempat yang tepat, bukan saat memberikan pidato kenegaraan. Ia mengatakan Zulkifli seharusnya ikut turut menunjukkan sikap kenegarawanan di hadapan masyarakat.
“Silakan berkampanye. Akan tetapi, jangan memanfaatkan momentum acara kenegaran. Apalagi, saat ini belum waktunya kampanye,” katanya.
Pendapat serupa juga disampaikan Ketua Umum DPP PPP M. Romahurmuziy.
Ia menilai kritik yang disampaikan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan yang juga Ketua Umum DPP PAN itu terkait dengan kondisi ekonomi saat ini menegaskan posisi PAN sebagai partai oposisi pemerintah.
“Ya, karena memang itu posisinya sebagai opisisi. Apa yang disampaikan Zulkifli sebagai Ketua MPR RI yang bercita rasa oposan,” kata Romahurmuziy.
Rommy menilai wajar jika isi pidato Zulkifli bernada kritik kepada pemerintahan Jokowi/Jusuf Kalla karena posisi PAN saat ini sebagai opisisi.
Menurut dia, Zulkifli mengkritik pemerintah sebagai konsekuensi otomatis karena posisi partai tersebut sudah mengambil oposan dan baru beberapa hari yang lalu kadernya memutuskan dari Kabinet Kerja.
“Silakan publik yang menilai karena masing-masing pihak pemerintah dan oposisi memiliki jurusnya. Jadi, apakah itu etis atau tidak, kembali ke publik karena etika yang menegakkan publik sendiri,” katanya.
Ia menyebutkan mahalnya harga bahan pokok merupakan konsekuensi dari faktor inflasi. Namun, dirinya mengklaim tingkat inflasi masih dalam kendali asumsi APBN 2018.
Karena itu, menurut dia, kalau kemudian ada kenaikan harga ketika saat-saat tertentu apakah terkompensasi 1 tahun atau tidak, harus melihat parameter ekonomi itu jangka panjang, bukan sesaat.
Terlalu Genit
Kritik juga dilontarkan Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Jhonny G Plate. Ia menuding Ketua MPR Zulkifli Hasan “terlalu genit” ketika menyampaikan pidato yang seolah menjadi pengawas pemerintahan. Sudah begitu, perspektif yang digunakan juga salah.
“Kita lihat itu pidato Pak Ketua MPR terlalu genit. Karena pidato itu melebihi tugas MPR,” kata Jhonny.
Menurutnya, apa yang disampaikan oleh Zulkifli itu adalah tugas pengawasan DPR. Sementara kapasitasnya berpidato adalah Ketua MPR yang tugasnya tak sama dengan DPR.
“Jadi itu genit. Apalagi kalau mau menilai kinerja kabinet, lebih genit lagi, tidak layak. Harusnya pidato ketua MPR sesuai fungsi dan tugas MPR. Itu seharusnya,” katanya.
Terkait angka kemiskinan dan gini rasio, perspektif Ketua MPR juga dinilai Johnny keliru.
“Dilihatnya karena turunnya orang kaya, turunnya kesejahteraan orang yang kategori menengah atas. Tidak betul itu. Menengah atas tetap, bawah yang naik. Sehingga kesenjangan membaik,” katanya.
Kritikan dari parpol koalisi mendapat pembelaan Anggota Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring.
Menurit Tifatul, fenomena yang disampaikan oleh Zulkifli itu adalah kondisi riil dan benar adanya yang terjadi saat ini.
“Ya memang keluhan di bawah itu memang banyak ya, kita yang anggota DPR terjun ke masyarakat kemudian berdialog dengan masyarakat banyak keluhan itu tarif listrik naik, harga bahan bakar naik, harga-harga juga sudah menaik terutama telur,” kata Tifatul
Tak hanya itu, ia juga menyoroti pidato Jokowi yang menggembar-gemborkan pembangunan infrastruktur. Tetapi, melupakan sektor lain yang lebih fundamental, dan menyangkut kesejahteraan rakyat.
Sektor lain yang disebut Tifatul seperti subsidi kepada masyarakat untuk jaring pengaman akibat kenaikan harga BMM, tarif listrik, dan harga sembako.
“Saya menyoroti mengenai pembangunan infrastruktur, saya setuju infrastruktur dibangun terutama sampai ke Papua, tapi untuk pengembangan lebih lanjut nanti harus diseimbangkan anggarannya jangan sampai kita fokus ke infrastruktur kemudian yang lain agak terbengkalai,” kata mantan Presiden PKS itu.
Karenanya, Tifatul berharap pemerintah mau mendengar pidato Ketua MPR terkait pesan dari emak-emak.
“Secara tersirat juga disampaikan oleh Pak Zulkifli Hasan terkait bagaimana dengan pesan emak-emak itu tadi. Harga-harga enggak bisa diturunkan,” kata Tifatul.
Sebelumnya, dalam pidatonya di sidang parlemen beragenda pidato kenegaraan Presiden, Zulkifli menyampaikan jumlah beban utang pemerintah yang mencapai tidak kurang dari Rp 400 triliun pada 2018. Jumlah ini setara dengan tujuh kali dana yang diberikan ke desa-desa atau enam kali dari anggaran kesehatan seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Zulkifli, angka itu sudah di luar kewajaran dan kemampuan negara untuk membayar. Dalam salah satu bagian pidatonya, Zulkifli menyampaikan soal aspirasi dari ’emak-emak’ kepada Presiden Jokowi.
Ia mengatakan, ’emak-emak’ di Indonesia ingin harga kebutuhan pokok lebih terjangkau agar bisa memenuhi kebutuhan keluarga. “Bapak Presiden ini titipan emak-emak, titipan rakyat Indonesia agar harga-harga terjangkau,” katanya dalam pidato. [CHA/TGU]