WALI SONGO pada hakekatnya adalah dewan dakwah yang menyebarkan Islam di Nusantara sejak abad ke 14 Masehi. Anggotanya dikenal dengan sebutan Wali atau Sunan yaitu tokoh kharismatik yang diyakini memiliki kedalaman ilmu dalam berbagai hal.
Para Wali Songo tersebar di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Mereka masyarakat luas karena berdakwah tanpa memaksa harus masuk Islam. Masyarakat muslim di nusantara pasti tidak asing lagi dengan Wali Songo. Wali memiliki arti wakil, sementara songo memiliki arti sembilan. Dengan demikian, Wali Songo adalah sembilan wakil atau wali Allah SWT.
Bahkan kabarnya para wali masih memiliki garis keturunan dengan Nabi Muhammad SAW dan Raja – Raja di Jawa. Di era Wali Songo ini pernah terjadi revolusi besar dimana masyarakat pribumi berbondong-bondong masuk Islam dengan masif. Dilanjutkan dengan lahirnya kerajaan Islam pertama di tanah Jawa.
Melalui pendekatan budaya, Wali Songo (9 Wali) memperkenalkan Islam yang damai. Berbagai tradisi Jawa yang sudah berkembang disesuaikan dengan nilai-nilai Islam. Munculah keindahan akulturasi budaya yang dapat dinikmati hingga kini. Kesenian wayang, gamelan, dan ragam tembang seperti macapat adalah sebagian kecil contohnya. Media dakwah kreatif ini terbukti ampuh menarik perhatian. Maka tidak heran jika sosok para wali sangat lekat di hati masyarakat.
Makam Kesembilan Wali
Ketika kesembilan wali wafat, makamnya banyak diziarahi oleh masyarakat. Lima makam wali berada di wilayah Jawa Timur, tiga makam lainnya berada di Jawa Tengah, dan satu makam di Jawa Barat.
Pertama, Sunan Maulana Malik Ibrahim. Makam ini terletak di kampung Gapura di dalam kota Gresik di Jawa Timur, tidak jauh dari pusat kota.
Kedua, Sunan Ampel. Makam Sunan Ampel terletak di kampung Ampel di kota Surabaya. Di depan makam ada dua pintu gerbang besar bergaya Eropa. Makamnya terpisah dengan dari makam lainnya dan diberi pagar teralis dari besi setinggi 110 cm.
Ketiga, Sunan Bonang. Sunan Bonang dimakamkan di komplek pemakaman Desa Kutorejo, Kecamatan Tuban di kota Tuban. Posisinya di sebelah barat alun-alun kota Tuban, di sebelah barat Masjid Agung Tuban. Makam Sunan Bonang dikelilingi tembok dengan empat buah pintu gerbang untuk masuk ke komplek makam.
Keempat, Sunan Giri. Tokoh Wali Songo yang bergelar Prabu Satmata ini makamnya terletak di sebuah bukit di Dusun Kedhaton, Desa Giri Gajah Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik. Kompleks makam ini berupa dataran bertingkat tiga dengan bagian belakang paling tinggi.
Kelima, Sunan Drajat. Makam Sunan Drajat berada di daerah Drajat Lamongan yang dapat ditempuh dari Surabaya maupun Tuban lewat jalan raya Daendels (Anyer – Panarukan). Namun bila lewat Kota Lamongan dapat ditempuh 30 menit dengan kendaraan pribadi.
Keenam, Sunan Muria. Makam Sunan Muria di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kudus. Ziarah ke makam Sunan Muria yang berjarak sekitar 30 kilometer arah utara dari Kompleks Masjid Menara Kudus.
Ketujuh, Sunan Kudus. Ja‘far Shadiq atau Sunan Kudus dimakamkan di Masjid Menara Kudus yang terletak di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Di samping puluhan makam di kawasan itu terdapat pula makam putra Sunan Kudus yaitu Pangeran Palembang. Makam Sunan Kudus sendiri terdapat di tengah-tengah bangunan induk berbentuk joglo.
Kedelapan, Sunan Kalijaga. Makam Sunan Kalijaga terletak di tengah kompleks pemakaman Desa Ngadilangu yang dilingkari dinding dengan pintu gerbang makam. Area makam Sunan Kalijaga di dalam Kota Demak berjarak sekitar 3 KM dari Masjid Agung Demak.
Kesembilan, Sunan Gunung Jati. Inilah satu-satunya makam wali di Jawa Barat yang paling ramai dikunjungi. Kawasan makam Sunan Gunung Jati terletak di desa Astana, kecamatan Cirebon Utara, sekitar 6 km dari Kota Cirebon yang dilintasi jalur Cirebon-Indramayu.
Berbagai Pendapat Mengenai Syekh Jumadil Kubra, Moyang Para Wali
Dalam Babad Cirebon disebutkan bahwa seorang bernama Syekh Jumadil Kubra yang diakui sebagai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, Sunan Ampel dan Sunan Kalijaga.
Disebutkan oleh Agus Sunyoto dalam Atlas Walisongo yang menghimpun berbagai sumber lokal mengenai Syekh Jumadil Kubra yang dalam Kronika Banten digambarkan sebagai nenek moyang Sunan Gunung jati. Dalam ceritanya, Ali Nurul Alam yang merupakan putra Syekh Jumadil Kubra tinggal di Mesir dan memiliki anak bernama Syarif Abdullah, yang kemudian memiliki anak bernama Syarif Hidayatullah yang kemudian lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.
Sedangkan Thomas Stamford Raffles dalam History of Java mencatat bahwa Syekh Jumadil Kubra bukanlah leluhur para wali namun lebih merupakan pembimbing para wali pertama.
Babad Tanah Jawi menuturkan bahwa Syekh Jumadil Kubra adalah sepupu Sunan Ampel, ia hidup sebagai pertapa di hutan dekat Gresik.
Sementara dalam Babad Pajajaran didapati kisah bahwa Syekh Jumadil Kubra yang mempunyai perkawinan sedarah, hidup sebagai pertapa di hutan dekat Gresik dan ditinggal mati istrinya ketika melahirkan. Ketika putrinya tumbuh dewasa Kubra melakukan hubungan terlarang sehingga mempunyai seorang putra. Karena malu, ia menceburkan diri ke sungai dan tenggelam kemudian dimakamkan di Gresik.
Sedangkan sejarawan Belanda Martin van Bruinessen dalam Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat menyebutkan bahwa nama Jumadil Kubra merupakan penyimpangan dari Najmuddin al Kubra. Dalam sejarah keilmuan Islam najmuddin al Kubra adalah satu-satunya tokoh terkemuka yang diberi gelar :Kubra”. Ia mendirikan tarekat Kubrawiyah yang berkembang di Iran dan Asia Tengah pada abad ke-13 hingga ke-17.
Manfaat Ziarah Menurut Yang Meyakininya
Sampai saat ini terutama pada waktu-waktu tertentu, banyak masyarakat yang berziarah ke makam para wali. Menurut para peziarah banyak manfaat yang didapat dari kegiatan menziarahi makam para wali yaitu: Pertama, ziarah akan menjadikan seseorang mengenal kematian. Sehingga semasa hidupnya akan selalu ingat kepada Allah dan tidak akan menjalankan maksiat serta berperilaku sombong di muka bumi. Kedua sebagai pelajaran sejarah. Yaitu meneladani apa yang telah dilakukan para wali dalam menjalankan ibadah kepada Allah dan menyebarkan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat.yang masih beragama Hindu dan Buddha. Ketiga, do’a di sekitar makam orang-orang saleh atau wali itu memiliki nilai mustajabah atau mudah dikabulkan oleh Allah. Keempat, memberikan ketenangan hati ketika berada di makam para wali saat berzikir. Kelima, membangkitkan semangat untuk semakin meningkatkan ketakwaan kepada ALLAH. Keenam, untuk masa sekarang, manfaat ziarah ke makam wali songo, pertama untuk latihan sebelun keberangkatan ziarah ke tanah suci Makkah dan Madinah. Ketujuh, meningkatkan nilai spiritual. Sehingga tidak akan mengalami kekeringan rohani dalam menjalani kehidupan yang semakin rumit. [S21]