Di tengah bayang-bayang runtuhnya kejayaan Kerajaan Majapahit, berdirilah seorang raja yang tak hanya diingat sebagai penguasa terakhir, tetapi juga sebagai simbol perubahan zaman. Prabu Brawijaya V adalah nama yang melekat dalam ingatan sejarah Nusantara, menghadapi dilema besar antara mempertahankan tradisi lama atau membuka diri pada era baru.
Bagaimana seorang raja besar ini menghadapi konflik internal, pengaruh agama baru, hingga kisah spiritual yang melegenda? Mari kita telusuri jejak hidup dan warisannya yang masih bergema hingga kini.
Kehidupan dan Pemerintahan
Melansir beberapa sumber, Prabu Brawijaya V, atau dikenal pula sebagai Prabu Kertabumi, adalah raja terakhir Kerajaan Majapahit yang memerintah dari tahun 1468 hingga 1478. Pemerintahannya menandai akhir dari kejayaan Majapahit sekaligus awal peralihan kekuasaan dari tradisi Hindu-Buddha ke pengaruh Islam di Nusantara. Sosoknya penuh dengan cerita sejarah, mitos kesaktian, dan nilai-nilai yang menjadi inspirasi hingga saat ini.
Prabu Brawijaya V adalah putra dari Prabu Bratanjung dan ayah dari Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak. Sebagai raja, ia dikenal memiliki banyak selir dan keturunan, termasuk Batara Katong dan Arya Damar.
Pemerintahannya diwarnai oleh berbagai konflik internal dan eksternal yang mengancam keutuhan Majapahit. Salah satu peristiwa penting adalah Perang Paregreg, sebuah perang saudara yang melibatkan faksi-faksi dalam kerajaan, yang turut melemahkan posisi Majapahit di tengah munculnya kekuatan baru, yakni Kesultanan Demak.
Meski Prabu Brawijaya V adalah seorang penganut Buddha yang taat, ia dikenal terbuka terhadap pengaruh Islam yang mulai berkembang pesat. Hubungannya dengan para wali, termasuk Sunan Kalijaga, memperlihatkan kedekatan dan toleransi terhadap ajaran Islam. Salah satu momen penting adalah ketika ia jatuh cinta kepada Dewi Sari, putri Raja Cermain, yang mendorongnya untuk mempertimbangkan pandangan baru dalam kehidupan spiritualnya.
Mitos Kesaktian
Kisah Prabu Brawijaya V tidak lepas dari berbagai legenda yang memperlihatkan kesaktiannya. Salah satu cerita yang terkenal adalah saat ia melakukan pertapaan di Gunung Lawu. Ketika mengetahui bahwa putranya, Raden Patah, memimpin serangan ke Majapahit, Prabu Brawijaya V berusaha mencari bantuan ke Bali. Namun, di tengah perjalanan, ia bertemu Sunan Kalijaga yang meyakinkannya untuk menghentikan niat tersebut dan memilih jalan spiritual.
Di Gunung Lawu, ia menjalani proses moksa, melepaskan diri dari ikatan duniawi untuk mencapai kesempurnaan rohani. Mitos menyebutkan bahwa jasadnya menghilang di puncak Hargo Dalem, dan hingga kini, tempat tersebut dianggap suci oleh para peziarah.
Versi lain tentang akhir hayatnya menyebutkan bahwa ia membakar diri di Pantai Ngobaran untuk menghindari pertarungan dengan putranya. Terlepas dari berbagai versi, kisah-kisah ini menggambarkan kompleksitas karakter Prabu Brawijaya V sebagai raja yang bijaksana namun terjebak dalam pergolakan zaman.
Peninggalan Budaya dan Sejarah
Warisan Prabu Brawijaya V mencakup aspek budaya, sejarah, dan spiritual yang masih hidup dalam tradisi masyarakat Jawa hingga kini. Ia dikenal sebagai simbol transisi dari kejayaan Hindu-Buddha menuju kebangkitan Islam di Nusantara. Peninggalan arkeologis seperti Candi Sukuh dan Candi Cetho di sekitar Gunung Lawu menjadi bukti eratnya hubungan antara Majapahit dan spiritualitas yang berkembang pada masa itu.
Selain peninggalan fisik, cerita tentang Prabu Brawijaya V terus hidup dalam bentuk legenda dan folklore, mencerminkan nilai-nilai moral dan spiritual yang diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Prabu Brawijaya V adalah simbol perubahan besar yang terjadi di Nusantara pada abad ke-15. Dalam menghadapi berbagai konflik dan tantangan, ia memilih untuk mengutamakan perdamaian daripada kekuasaan. Langkahnya yang penuh pengorbanan menjadi pelajaran tentang pentingnya penerimaan dan adaptasi terhadap perubahan zaman.
Kehidupan dan warisan Prabu Brawijaya V mengajarkan bahwa dalam setiap perubahan, ada ruang untuk kebijaksanaan dan kedamaian. Kisahnya terus menjadi inspirasi bagi banyak orang dalam memahami sejarah dan nilai-nilai yang membentuk identitas bangsa Indonesia. [UN]