Koran Sulindo – Pada suatu siang akhir Juli 2017. Umi Kulsum menebang pohon untuk dijual kepada Mursidi. Sementara Mursidi berniat menjualnya kepada Sanapi. Setelah berbicara dengan Umi, Mursidi lantas membawa pohon tersebut.
Tak berapa lama, Mursidi dihadang oleh Surip, 60, Basar, 27, dan Saleh, 30. Kendati masih berkerabat dengan Umi Kulsum, ketiganya merasa tidak pernah menjual empat batang pohonnya itu kepada Mursidi. Apalagi empat batang pohon itu ditanam di lahan milik ketiga orang itu.
Mursidi merasa dirugikan dengan tindakan ketiga orang itu. Ia tidak terima. Selanjutnya, ia melaporkan ketiganya ke Kepolisian Sektor Pakuniran di bawah Kepolisian Resort Problinggo. Kasus ini terus ditindaklanjuti. Ketiganya lantas ditetapkan menjadi tersangka.
Mereka dituduh mencuri empat pohon kayu yang merupakan kayu mereka sendiri. Warga merasa penetapan itu janggal. Mereka lalu mendatangi dan memprotes Polres Probolinggo. Proses tersebut dianggap tidak transparan.
Seperti warga, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) juga menilai tindakan kepolisian itu berlebihan. Tindakan itu sama sekali tidak memberi keadilan bahkan jauh dari menyelesaikan masalah. Justru tindakan kepolisian cenderung menciptakan masalah baru dan penzaliman terhadap tersangka.
“Kami menuntut agar ketiga orang itu dibebaskan dan menuntut agar kepolisian menghentikan proses hukumnya. Berikan ruang agar masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan,” kata Ketua Umum AGRA Rahmat Ajiguna dalam keterangan resminya pada Kamis (12/10).
Rahmat mengatakan, pihaknya protes terhadap tindakan kepolisian yang menahan tersangka dengan tuduhan tidak masuk akal. Protes ini, bukannya tanpa alasan. Setelah mempelajari kasusnya, menurut Rahmat, AGRA menilai kepolisian semestinya bisa menjadi mediator dalam perkara itu.
Ia karenanya mencurigai kasus semacam ini, jika abai dari sorotan publik, maka rentan dimanfaatkan oknum-oknum penegak hukum dan akan memperburuk citra penegak hukum. Masih banyak masalah dan kasus besar yang seharusnya bisa ditangani kepolisian untuk membawa keadilan kepada rakyat Indonesia.
Berdasarkan fakta tersebut, Rahmat meminta kasus tersebut untuk dihentikan. Karena tidak akan membawa perbaikan apapun bagi penegakan hukum dan menjamin keadilan bagi masyarakat. Kasus ini sebaliknya hanya menambah catatan dan citra buruk hukum Indonesia untuk orang miskin. [KRG]