Di Suriname, sebuah negara kecil di Amerika Selatan, hidup sekelompok orang yang memiliki cerita perjalanan panjang dari tanah Jawa hingga tanah baru yang mereka huni.
Mereka bukan sekadar perantau, tetapi juga pewaris budaya yang tetap hidup meski berjarak jauh dari asal-usulnya. Bagaimana kisah mereka bermula? Apa yang membuat mereka bertahan dan berkembang hingga kini? Artikel ini akan menelusuri sejarah, budaya, dan kehidupan sehari-hari orang Jawa di Suriname, yang menjadi penjaga warisan tak ternilai di tengah keberagaman dunia.
Sejarah Kedatangan Orang Jawa di Suriname
Suriname, dikenal sebagai rumah bagi beragam komunitas etnis, salah satunya adalah warga keturunan Jawa. Keberadaan komunitas ini merupakan hasil dari sejarah panjang migrasi yang dimulai pada akhir abad ke-19.
Hingga kini, orang Jawa di Suriname telah menjadi bagian penting dari demografi sekaligus penjaga tradisi budaya nenek moyang mereka.
Melansir beberapa sumber, orang Jawa pertama kali tiba di Suriname pada 9 Agustus 1890. Kedatangan mereka berawal dari keputusan pemerintah kolonial Belanda untuk mencari tenaga kerja baru setelah penghapusan perbudakan pada 1863.
Sebanyak 33.000 orang Jawa diangkut ke Suriname dari tahun 1890 hingga 1939 untuk bekerja di perkebunan tebu, kopi, dan kakao yang dikelola oleh Nederlandse Handel-Maatschappij (NHM).
Awalnya, orang Jawa datang sebagai buruh kontrak dengan janji bisa kembali ke tanah air setelah masa kerja selesai. Namun, mayoritas dari mereka memilih untuk menetap di Suriname, didorong oleh insentif tanah dan finansial, serta peluang untuk membangun kehidupan baru.
Sebagian besar orang Jawa di Suriname berasal dari Jawa Tengah (70%), diikuti oleh Jawa Timur (20%) dan Jawa Barat (10%). Saat ini, sekitar 70.000 orang atau 15% dari total populasi Suriname adalah keturunan Jawa.
Walaupun telah bermukim di Suriname selama beberapa generasi, mereka tetap mempertahankan identitas Jawa dan tradisi budaya yang diwariskan dari nenek moyang mereka.
Bahasa dan Identitas Budaya
Bahasa resmi Suriname adalah Belanda, tetapi warga keturunan Jawa sering menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa ini telah mengalami kreolisasi, menciptakan varian unik yang mencerminkan pengaruh budaya lokal.
Selain bahasa Jawa, mereka juga menggunakan bahasa Sranan Tongo dan Sarnami untuk komunikasi lintas etnis.
Meskipun pengaruh budaya lokal dan modernisasi kian kuat, warga keturunan Jawa berupaya melestarikan bahasa dan tradisi melalui pendidikan serta kegiatan komunitas.
Mengapa Mereka Tinggal di Suriname
Ada beberapa alasan yang mendorong orang Jawa untuk menetap di Suriname:
1. Peluang Ekonomi: Banyak yang merasa bahwa Suriname menawarkan peluang kehidupan yang lebih baik dibandingkan kembali ke Indonesia.
2. Komunitas yang Solid: Dengan membentuk komunitas yang erat, mereka bisa mempertahankan identitas budaya secara kolektif.
3. Warisan Budaya: Tradisi yang kuat membuat keturunan Jawa merasa tetap terhubung dengan akar budaya mereka.
Kehidupan Sehari-hari
Kehidupan warga keturunan Jawa di Suriname mencerminkan perpaduan budaya Jawa dan pengaruh lokal. Mereka masih menjalankan tradisi seperti selametan, ritual kematian, dan perayaan hari besar Islam. Masakan tradisional seperti nasi goreng, soto, dan opor ayam juga menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian mereka.
Namun, tantangan muncul terutama di kalangan generasi muda yang lebih terpengaruh oleh budaya lokal dan bahasa Belanda. Untuk itu, komunitas Jawa di Suriname terus berupaya menjaga identitas mereka melalui program pendidikan dan aktivitas komunitas.
Orang Jawa di Suriname tidak hanya menjadi bagian dari keragaman etnis negara tersebut, tetapi juga penjaga warisan budaya yang kaya. Mereka berhasil memadukan budaya nenek moyang dengan pengaruh lokal, menciptakan identitas unik yang terus hidup meskipun jauh dari tanah leluhur.
Keberadaan mereka adalah bukti bahwa identitas budaya dapat bertahan dan berkembang di tengah perubahan zaman. [UN]