Mantan Ketua KPK Antasari Azhar bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam acara syukuran mendapat pembebasan bersyarat pada bulan lalu [Foto: tribunnews.com]

Koran Sulindo – FISIKNYA terlihat sehat, wajahnya segar, dan suaranya pun masih jelas terdengar, yang menandakan elan vital masih bergelora di jiwanya. Antasari Azhar pun masih konsisten dan tegas menyatakan dirinya tidak bersalah dalam kasus yang didakwakan jaksa. “Banyak media yang salah persepsi soal pernyataan saya. Betul saya ikhlas menjalani hukuman, tapi saya tidak rela dengan dakwaan yang dituduhkan kepada saya. Karena saya tidak melakukan apa yang didakwakan itu. Kebenaran harus diungkap,” ujarnya dengan sorot mata yang tajam sambil sesekali mengisap rokok kretek, 9 Desember 2016 lalu.

Niatnya itu didukung Wakil Presiden Jusuf Kalla, sewaktu menghadiri acara syukuran yang digelar keluarga Antasari di sebuah hotel di Serpong, Tangerang, 26 November 2016. “Ini penting, bagi yang melaksanakan supaya jangan terulang. Kebenaran harus terungkap supaya jangan terulang. Kebenaran harus menang,” ujar Jusuf Kalla.

Dukungan juga datang dari keluarga Nasrudin Zulkarnaen, bahkan sejak Antasari masih berstatus sebagai terdakwa. Adik Nasrudin, Andi Syamsudin Iskandar, mengharapkan Antasari mau membongkar kasus yang menewaskan kakaknya itu hingga tuntas.

Nasrudin tewas ditembak di dalam mobilnya setelah bermain golf di Modernland, Tangerang, pada 14 Maret 2009. Antasari disangka mengotaki pembunuhan tersebut. Motifnya: Antasari menjalin hubungan dengan Rani Juliani, istri Nasrudin, yang merupakan caddy di lapangan golf tersebut.

Jaksa menuntut hukuman mati untuk Antasari. Namun, majelis hakim memutuskan vonis penjara 18 tahun. Antasari pun mengajukan banding, namun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak dan memperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kasasi dan peninjauan kembali perkara juga diajukan, tapi nasibnya sama: ditolak.

“Waktu itu saya memang terlalu percaya diri, karena memang saya tidak ada kaitannya dengan pembunuhan Nasrudin. Saya kan diperiksa hanya sebagai saksi dan ditanyai apakah saya kenal korban, kenal Sigit Haryo Wibisono [pengusaha], dan Williardi Wizard [Kapolres Jakarta Selatan ketika itu]. Saya jawab kenal, tapi malah saya menjadi tersangka tanpa alat bukti. Kaget saya,” tutur Antasari.

Kendati tidak memiliki alat bukti untuk menjerat dirinya, menurut Antasari, penyidik hanya butuh waktu dua bulan untuk melengkapi berkasnya dan dinyatakan siap untuk dilanjutkan ke pengadilan. Diungkapkan Antasari, adalah seorang polisi berpangkat komisaris besar (kombes) yang ngotot membawa Antasari ke pengadilan. Padahal, kata Antasari, jaksa pernah mengembalikan berkasnya karena belum memenuhi unsur tindak pidana.

Ditolak kejaksaan, kombes polisi tersebut langsung menemui Jaksa Agung Hendarman Supandji. Ia meminta Jaksa Agung menyatakan berkas Antasari dinyatakan lengkap. “Bayangkan itu, setingkat kombes langsung menemui Jaksa Agung, jaraknya terlalu jauh. Tentu saja kombes itu berani karena diperintah atasannya,” kata Antasari. Bahkan berdasarkan informasi dari seorang sumber, kombes tersebut mengancam Jaksa Agung jika berkas Antasari tidak dinyatakan lengkap akan lapor “Amerika”. Soal “Amerika” ini, sumber tersebut merujuk kepada salah satu calon Gubernur DKI Jakarta yang akan ikut Pemilihan Kepala Daerah 2017.

Media massa ketika itu menyebut Antasari, Sigit Haryo Wibisono, dan Williardi Wizard sebagai tiga serangkai dalang pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.  Karena, ada keterangan dari pihak kepolisian, ketiganya bertemu di rumah Sigit pada akhir Maret 2009, sebelum terjadinya penembakan. Antasari juga mengakui adanya pertemuan tersebut, namun sama sekali tidak menyinggung soal Nasrudin.

Diungkapkan Antasari, ia mengenal Sigit karena diperkenalkan oleh temannya di sebuah tempat yang tak jauh dari Hotel Mahakam, Jakarta Selatan. Kala itu, Antasari baru saja menjadi Ketua KPK terpilih, namun belum dilantik. Setelah perkenalan tersebut, Sigit kerap menghubungi Antasari. Ketika Sigit membeli harian Merdeka, ia mengundang Antasari untuk hadir dalam peluncuran koran tersebut.

Karena sibuk, Antasari tidak bisa memenuhi undangan Sigit. Hingga pada suatu ketika, Sigit kembali menghubungi Antasari dan mengatakan korannya menyediakan rubrik khusus untuk KPK. Antasari tertarik. Sekitar dua pekan kemudian, Antasari memenuhi undangan Sigit dan berkunjung ke rumahnya. Setelah bertemu, Sigit lantas memanggilkan seseorang bernama Williardi Wizard, seorang perwira polisi berpangkat komisaris besar.

Sigit memperkenalkan Williardi kepada Antasari. Keduanya kemudian bersalaman. Seingat Antasari pertemuannya dengan Williardi hanya sekitar lima menit. Hanya bersalaman itu. Sigit memang berjanji memperkenalkan Williardi kepada Antasari. Itu sebabnya, kata Antasari, kepada Williardi, Sigit mengatakan “Utang saya sudah lunas ya.”

Setelah Williardi pergi, Antasari dan Sigit lantas membicarakan tentang rubrik khusus untuk KPK di harian Merdeka, milik Sigit. Setelah selesai membicarakan hal itu, Antasari pamit dan kembali ke kantor. Rupanya setelah berpisah dengan Antasari, Sigit kembali membuat janji bertemu dengan Williardi di suatu tempat.

Kunjungan Antasari itulah yang ditafsirkan sebagai perencanaan untuk menghabisi Nasrudin. “Ketika saya pamit, Sigit memelintir percakapan kami dan menyampaikan kepada Williardi untuk mencarikan pembunuh. Soal uang yang diberikan Sigit kepada Williardi juga bukan atas suruhan saya,” kata Antasari lagi.

Cerita Antasari ini serupa dengan apa yang dikatakan Williardi ketika bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2009. Williardi mengatakan, tidak ada pertemuan di rumah Sigit untuk merencanakan pembunuhan Nasrudin. Ia menerima uang dari Sigit untuk menyelidiki sebuah kasus. Ia sama sekali tidak tahu uang berjumlah Rp 500 juta itu dipergunakan untuk membunuh seseorang. [KG/ IH/ Pur]