Koran Sulindo – Sebagai seorang wanita, kecantikan sering dianggap membawa kepercayaan diri dan keberuntungan. Namun, kecantikan fisik bukanlah segalanya.
Ada cerita dari Sumatera Utara yang mungkin mengubah pandangan kita. Di sana, kecantikan seorang putri bernama Putri Hijau ternyata justru membawa petaka dan menjadi penyebab peperangan antara dua kerajaan.
Putri Hijau, seorang putri yang sangat cantik, hidup di Kerajaan Deli Tua bersama dua saudaranya, Mambang Yazid, yang tertua dan pewaris tahta, serta adiknya Mambang Khayali.
Ketika ayah mereka, sang raja, wafat, Mambang Yazid menerima amanah untuk menjaga Putri Hijau, satu-satunya perempuan dalam keluarga mereka. Mereka hidup damai dan saling menyayangi, sehingga Putri Hijau pun tumbuh dengan pesona yang tak hanya berasal dari kecantikannya tetapi juga dari kebijaksanaan dan kebaikan hatinya.
Seiring berjalannya waktu, kecantikan Putri Hijau semakin dikenal, bahkan melampaui batas wilayah kerajaan. Di setiap senja, ketika ia berdoa di taman istana, tubuhnya memancarkan cahaya hijau yang menguar ke langit hingga terlihat dari Aceh.
Cahaya itulah yang menarik perhatian seorang raja di Aceh, yang penasaran dan akhirnya mengutus orang-orangnya untuk menyelidiki sumber cahaya tersebut.
Saat mengetahui bahwa cahaya itu berasal dari seorang putri jelita di Kerajaan Deli Tua, Raja Aceh pun segera mengirim utusan untuk meminang Putri Hijau. Namun, sang putri dengan sopan menolak lamaran tersebut.
Ia belum siap menikah dan ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama kedua saudaranya. Penolakan ini dianggap sebagai penghinaan besar oleh Raja Aceh, yang marah besar dan memerintahkan persiapan untuk menyerang Kerajaan Deli Tua.
Maka, armada Aceh pun berlayar menuju Deli Tua untuk memulai perang. Dalam pertempuran tersebut, Mambang Yazid menunjukkan kesaktiannya dengan berubah menjadi seekor naga besar untuk melindungi adiknya.
Meskipun pertempuran hebat terjadi, Putri Hijau selamat karena telah ditempatkan dalam sebuah keranda kaca yang kemudian dibawa Mambang Yazid ke dasar laut, menuju sebuah istana di sana untuk melindunginya.
Sebelum berpisah, Mambang Yazid memberi tahu bahwa Putri Hijau akan selalu bisa memanggil saudara-saudaranya jika suatu hari ia membutuhkan mereka.
Di sisi lain, Mambang Khayali yang juga bertarung dalam perang, sempat berubah menjadi sebuah meriam untuk melawan serangan musuh.
Setelah pertempuran, ia dikisahkan bertapa di Gunung Sibayak, sementara meriam yang digunakannya dikenal sebagai “meriam puntung.”
Cerita ini berakhir dengan keyakinan masyarakat setempat bahwa Mambang Yazid yang sakti menetap di Selat Malaka, menjaga Putri Hijau dan legenda keluarganya. [UN]