Penjara Alcatraz terkenal keras karena dikelilingi oleh perairan Pasifik yang dingin dan ganas, diawasi dengan ketat, dan para penjaganya tak kenal ampun.
Penjara tersebut juga dijuluki sebagai “The Rock”, karena diklaim tidak dapat ditembus. Namun Frank Morris dan Anglin bersaudara mematahkan mitos tersebut dengan kabur dari Penjara Alcatraz.
Kisah pelarian mereka tertuang dalam buku True Escape Stories oleh Paul Dowswell. Berikut ini adalah rangkuman dari kisah tersebut.
Upaya Pelarian
Frank Morris adalah seorang perampok bank dan pembobol rumah yang telah menjalani serangkaian hukuman, pelarian, dan penangkapan. Dia tiba pada 1960 dan menolak anggapan bahwa tidak ada yang dapat lolos dari Penjara Alcatraz. Dia segera terbiasa dengan rutinitas penjara.
Setiap harinya para tahanan bisa pergi ke bengkel untuk memperoleh penghasilan dengan membuat sikat atau sarung tangan. Ada rutinitas penggeledahan badan, absensi selama setengah jam, dua jam “rekreasi” berputar-putar di lapangan olahraga. Tiga kali makan di kantin penjara.
Setelah makan malam, para tahanan dikunci di sel masing-masing. Mereka mempunyai waktu empat jam untuk melakukan hobi mereka, sampai lampu dimatikan pada jam sembilan malam. Waktu itu bisa mereka gunakan untuk melukis, membaca, memainkan alat musik, atau apa saja di dalam sel masing-masing.
Karena mudah bergaul, dengan cepat Morris mendapatkan teman. Di sel sebelahnya ada Allen West, seorang pencuri mobil dari New York. Mereka cukup akrab. Di kantin, tempat para tahanan bisa duduk di bangku panjang di mana saja mereka suka, Morris juga berkenalan dengan John dan Clarence Anglin, sepasang pemuda desa yang meninggalkan pekerjaan mereka di peternakan Florida dan menjadi perampok bank. Sel mereka berada di lantai yang sama dengan sel Morris, sekalipun letaknya agak jauh.
Setelah Morris berada di Penjara Alcatraz selama satu tahun, seorang tahanan memberitahunya bahwa sebuah kipas besar telah dipindah dari terowongan ventilasi atap tiga tahun sebelumnya, dan tidak penah diganti. Pikiran tajam Morris langsung membayangkan sebuah pelarian yang nekat di malam hari melalui terowongan tersebut.
Suatu hari, muncul sebuah inspirasi. Di bawah di setiap sel, tepat di bawah tempat cuci piring, terdapat sebuah ventilasi udara kecil. Di belakangnya terdapat sebuah koridor sempit tempat air mengalir, listrik, dan pipa saluran pembuangan. Seandainya Morris dapat memindahkan ventilasi itu, lalu membuat sebuah lubang yang cukup besar baginya, maka dia dapat memanjat ke terowongan dan keluar ke atap.
Morris merekrut West dan Anglin bersaudara. Sementara West mengawasi patroli para sipir dari selnya, Morris mulai menggali tembok dengan gunting kukunya. Setelah satu jam, dia hanya bisa mendapat kepingan-kepingan kecil tembok, dan jarinya sangat kesakitan. Clarence Anglin menyarankan agar dia membuat alat penggali.
Malam itu, saat tahanan lain melukis, atau memainkan alat musik mereka, Morris mempersiapkan aktivitas sesuai rencana. Pertama, dia mematahkan pegangan sendok yang diselundupkannya, lalu memindahkan salah satu mata pisau dari gunting kukunya. Kemudian dia meminta sebuah koin dari West.
Morris mulai mengerat koin sampai dia mendapatkan gundukan kecil serpihan logam di atas mejanya. Kemudian dia mengikat sekitar lima puluhan batang korek api menjadi satu. Lalu dia mengambil beberapa buku dan disusun seperti dua menara yang berdekatan dan memosisikan pegangan sendok dan gunting kuku hingga saling menyentuh.
Selanjutnya dia membubuhkan serpihan logam tadi di atas sendok dan mata pisau tersebut. Terakhir, dia menyalakan ikatan korek api yang ada di bawah pegangan sendok dan mata pisau itu. Dalam hitungan satu atau dua detik, keduanya menjadi panas. Ketika apinya sudah cukup panas melelehkan logam tadi, dia menyatukan pegangan sendok dan mata pisau.
Segera, keempat tahanan tersebut membuat alat menggali yang sama. Namun mereka masih kesulitan untuk menggali tembok tersebut, bagaimana pun juga tebalnya 20 cm.
Allen West menikmati pekerjaannya sebagai tukang bersih-bersih di penjara. Dia bebas berjalan ke sana ke mari bercakap-cakap dengan tahanan lain, pada saat yang sama dia tetap dianggap bekerja. Pekerjaannya ini juga memberinya akses menuju ruang elektronik. Dia menyelundupkan sebuah dinamo ke selnya, lalu Morris memasangnya dengan mata bor yang didapatnya dari bengkel penjara.
Selama ‘jam musik’, Morris mencolok kabel dinamo ke colokan lampu yang ada di selnya. Dia menyalakan saklarnya dan dinamo tersebut pun berputar. Itu saja sudah menimbulkan suara cukup keras, namun suara saat mengebor lebih bising. Dia mengebor selama dia berani, lalu berhenti. Hasilnya cukup menjanjikan. Dua lubang tembus sampai ke sisi sebelahnya.
Morris, West, dan Anglin bersaudara memakai alat itu secara bergantian selama tahanan lain memainkan alat musik. Lubang di tembok semakin besar setiap harinya. Keempat serangkai pun cepat-cepat menyelesaikan lukisan tembok palsu mereka yang akan digunakan untuk menutupi pekerjaan tangan mereka.
Di cahaya yang terang, tembok palsu itu pasti akan langsung ketahuan, namun di cahaya remang-remang dalam sel, perpaduan tembok palsu dan asli cukup sempurna. Kini mereka bisa menggali dengan rasa aman, dan akhirnya mereka memperoleh lubang yang cukup besar bagi mereka untuk menyusup keluar. Dan karena menyusup keluar di malam hari juga sulit, Morris membuat kepala palsu dengan bubur kertas.
Akhirnya, malam yang dinantikan pun tiba. Dengan penjagaan West, Morris meletakkan kepala palsu di atas bantalnya dan menyusup ke lubang yang telah dibuatnya, lalu menggeser tembok palsu dengan hati-hati.
Koridor di belakang tembok adalah tempat yang sempit dan lembab, dan dipenuhi bau busuk air laut yang mengalir di sepanjang pipa pembuangan kotoran. Di sekelilingnya adalah pipa saluran dan kabel-kabel, sementara debu dan kotoran ada di setiap tempat yang disentuhnya. Dia memanjat ke atas, melewati pipa-pipa dan kabel-kabel yang berantakan untuk mencapai terowongan ventilasi.
Terowongan itu ada di depannya, setinggi 1,5 meter dari atas atap, dengan sudut tajam berukuran 30cm. Dia memerlukan seseorang untuk mengangkatnya masuk ke dalam. Morris juga memperhatikan ada ruang yang cukup untuk beberapa orang di atas atap tersebut. Di tempat yang tidak terpantau penjaga penjara inilah yang merupakan tempat paling sempurna untuk menyembunyikan segala perlengkapan yang mereka perlukan untuk berenang ke daratan.
Malam berikutnya, Morris dan Clarence Anglin naik ke atap bersama. Apa yang dilihat Morris di dalam sana membuat perutnya mules. Memang, baling-baling kipas dan dinamonya telah dipindahkan, tapi di sana telah dipasang palang dan terali besi yang sangat kuat sebagai gantinya.
Yang mereka perlukan adalah sesuatu yang bisa memotong jeruji tersebut. Di bengkel ada sejenis senar karborundum (tali tipis dengan bubuk ampelas) yang digunakan untuk menggergaji benda logam. Akan dibutuhkan kerja keras beberapa jam memotong dengan senar itu, namun masih mungkin dilakukan.
Jadi, selama beberapa malam, secara berpasangan, keempat serangkai ini naik ke atas untuk menggergaji. Tidak mudah, dan sangat menyakitkan, tapi akhirnya terali besi tersebut bisa disingkirkan. Morris pun terpikir untuk mengganti jeruji tersebut dengan sabun batangan yang dicat hitam.
Pada pertengahan musim panas tahun 1962, semua sudah siap. Empat serangkai itu menentukan waktu yang terbaik untuk kabur.
Tiga hari kemudian, Anglin bersaudara kabur duluan sekitar jam sembilan malam tanggal sebelas Juni. West diserang rasa panik yang luar biasa karena dia belum siap. Morris kabur saat lampu dimatikan, meninggalkan West yang masih terus menggali.
John Anglin mengangkat Morris ke dalam terowongan. Saat dia memindahkan jeruji palsu yang terbuat dari sabun itu, wajahnya tersorot seberkas cahaya dari menara penjaga yang menyapu atap. Secara perlahan Morris memindahkan murnya. Tetapi angin meniupnya sampai jatuh ke lantai dan mengeluarkan suara. Mereka membeku. Seorang petugas patroli cepat-cepat melapor pada petugas piket.
“Jangan khawatir,” katanya. “Banyak sampah di atas atap. Mungkin itu sebuah kaleng cat yang tertiup angin.”
Sepuluh menit berlalu sebelum Morris dan Anglin bersaudara memutuskan situasi telah aman untuk bergerak lagi. Setiap orang menyusup ke luar atap secara perlahan dengan tiga atau empat jas hujan di pinggang mereka.
Morris naik ke pinggiran dinding ke atas pipa. Di bawahnya terbentang jarak 15 meter untuk sampai ke tanah. Dia bergerak sangat pelan, menghindari gerakan tiba-tiba yang bisa menjadi perhatian penjaga di menara. Lalu, dia turun dengan meluncur pelan di pipa, dan menunggu Anglin bersaudara di bawah.
Jauh dari blok penjara, tiga serangkai ini kabur melewati beberapa pagar dan tebing yang curam untuk sampai ke tepi pantai. Di seberang lautan, daratan hanya sejauh 2.5 km. Merayap di pasir yang lembab, menggigil karena angin laut, mereka mulai meniup jas hujan mereka dan membuat rakit, lalu menyeberangi teluk San Francisco yang dingin.
Lewat tengah malam, West berhasil melepaskan tembok palsunya. Dia bergegas naik ke atas atap, namun Morris dan Anglin bersaudara telah jauh. Saat dia menjulurkan kepalanya keluar ventilasi, dia diganggu oleh sekawanan burung camar yang sangat berisik. Dia terpaksa kembali ke dalam sel diselimuti rasa panik.
Setelah Pelarian
Pagi harinya, para penjaga yang bertugas membangunkan menemukan kepala palsu di tempat tidur kosong. Penjaga lainnya teringat akan suara yang mencurigakan pada malam sebelumnya, dan memperkirakan mereka melarikan diri sekitar pukul sepuluh malam.
Kisah pelarian dari Penjara Alcatraz langsung menjadi berita nasional, dan merupakan hal yang memalukan bagi pihak berwenang Alcatraz. Kepala penjaga Olin Blackwell harus mengakui bahwa struktur tembok beton memang bisa ditembus, dan ini memungkinkan tahanan untuk menggalinya dari dalam sel.
Pada saat pelarian, banyak perwira pemerintah merasa bahwa Penjara Alcatraz telah dipakai lebih lama daripada seharusnya, maka pada tahun 1963 seluruh tahanannya dikeluarkan dari pulau dengan kapal dan dibubarkan atas dasar hukum Amerika.
Keluarga Anglin mengaku mereka menerima kartu pos dari saudara mereka yang dikirim dari Amerika Selatan, namun tidak pernah memberikan bukti nyata. Morris yang tidak memiliki keluarga dekat, menghilang tanpa jejak. Allen West tidak pernah memperoleh kebebasannya. Dia meninggal di penjara di Florida, tahun 1978. [BP]