Amelia Earhart. (Foto: longines.com)

Amelia Earhart bukan hanya seorang pilot hebat, tapi juga sosok yang berani bermimpi besar dan mewujudkannya. Ia menembus langit di masa ketika dunia belum percaya perempuan bisa menjadi penerbang andal. Lewat berbagai rekor penerbangan yang ia pecahkan, Amelia menjadi panutan dan harapan bagi banyak orang.

Namun, di balik semua prestasi gemilang itu, kisah hidupnya juga menyimpan misteri besar. Saat mencoba mengelilingi dunia, ia menghilang di tengah samudra dan tak pernah ditemukan. Siapa sebenarnya Amelia Earhart, dan bagaimana kisah hidupnya bisa terus menginspirasi hingga hari ini?

Amelia Mary Earhart lahir di Atchison, Kansas, pada 24 Juli 1897. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan karakter yang mandiri dan rasa ingin tahu yang besar terhadap dunia di sekelilingnya. Ia gemar membuat buku kliping yang berisi tentang perempuan-perempuan berprestasi, suatu hal yang menunjukkan bahwa bahkan di usia dini, ia sudah mencari panutan dari sesama perempuan yang menantang norma masyarakat.

Ketertarikannya terhadap hal-hal teknis terlihat dari keputusannya untuk mengikuti kursus reparasi mobil, suatu aktivitas yang sangat tidak lazim untuk perempuan pada masa itu. Ia juga mengejar pendidikan tinggi, meskipun tak menyelesaikannya secara formal. Namun, jalan hidupnya justru mengarah pada langit, bukan ruang kelas.

Awal Mula Cinta pada Langit

Melansir laman National Air and Space Museum, pengenalan Earhart pada dunia penerbangan terjadi saat ia bertugas sebagai asisten perawat Palang Merah di Toronto, Kanada, pada tahun 1918. Di sanalah ia pertama kali menghadiri sebuah pameran penerbangan, sebuah pengalaman yang memicu ketertarikannya yang mendalam pada dunia aviasi. Namun, momen yang benar-benar menentukan datang pada Desember 1920, ketika ia melakukan penerbangan pertamanya bersama Frank Hawks, seorang penerbang veteran, di California. Penerbangan itu menjadi titik balik yang membuatnya jatuh cinta pada dunia penerbangan.

Tak lama kemudian, Earhart mulai belajar terbang dengan seorang instruktur wanita bernama Anita “Neta” Snook, yang menggunakan pesawat Curtiss Jenny. Untuk membiayai pelajarannya, Earhart bekerja sebagai juru tulis dan fotografer di perusahaan telepon. Pengorbanan dan kerja kerasnya membuahkan hasil: pada tahun 1921, ia melakukan penerbangan solo pertamanya, dan pada tahun 1923, ia resmi menjadi wanita ke-16 di dunia yang memperoleh lisensi pilot dari Fédération Aéronautique Internationale. Saat itu, ia juga membeli pesawat pertamanya, Kinner Airster, yang merupakan awal dari banyak penerbangan bersejarah yang akan ia lakukan.

Rekor demi Rekor

Bahkan sebelum mendapatkan lisensi resminya, Amelia Earhart sudah mencetak rekor. Pada tahun 1922, ia memecahkan rekor ketinggian penerbangan wanita dengan mencapai 4.267 meter (sekitar 14.000 kaki). Ini hanyalah awal dari rentetan pencapaiannya yang memukau.

Pada Agustus 1929, Earhart mengikuti All-Women’s Air Derby, sebuah perlombaan udara lintas benua pertama untuk perempuan, dari Santa Monica, California, ke Cleveland, Ohio. Ia meraih posisi ketiga di belakang Louise Thaden dan Gladys O’Donnell. Meski bukan pemenang utama, partisipasinya di ajang itu sangat penting karena membuktikan bahwa perempuan mampu menerbangkan pesawat dalam kondisi ekstrem dan kompetitif.

Beberapa bulan setelah perlombaan tersebut, Earhart bersama sekelompok pilot wanita mendirikan organisasi bernama The Ninety-Nines—diberi nama demikian karena 99 dari 285 pilot wanita berlisensi di Amerika Serikat saat itu menjadi anggota pendiri. Organisasi ini bertujuan mendukung kemajuan sosial, ekonomi, dan profesional bagi perempuan dalam dunia penerbangan. Earhart terpilih sebagai presiden pertama mereka.

Pada tahun 1932, Earhart mencetak dua rekor bersejarah dengan pesawat Lockheed 5B Vega berwarna merah terang yang ia juluki “Bus Merah Kecil”. Dengan pesawat ini, ia menjadi wanita pertama yang terbang solo melintasi Samudra Atlantik, dan wanita pertama yang melakukan penerbangan nonstop melintasi Amerika Serikat.

Prestasi-prestasinya menjadikannya sorotan internasional. Ia tidak hanya dikenal sebagai penerbang ulung, tetapi juga sebagai pembicara publik yang menginspirasi dan penulis produktif. Ia menjadi kontributor untuk majalah Cosmopolitan, menulis berbagai artikel dan tiga buku: 20 Hours and 40 Minutes, The Fun of It, dan Last Flight (yang diterbitkan secara anumerta setelah kepergiannya).

Penerbangan Terakhir

Tahun 1937 menandai misi paling ambisius dalam karier Amelia Earhart: terbang keliling dunia dengan rute sedekat mungkin dengan garis khatulistiwa. Ia tidak sendiri, bersamanya terbang Fred Noonan sebagai navigator. Misi pertama mereka dari Oakland, California, ke arah barat sempat gagal akibat kecelakaan saat lepas landas di Luke Field, Honolulu, pada 20 Maret 1937. Pesawat mereka, Lockheed Electra, mengalami kerusakan dan harus dikembalikan ke pabrik Lockheed untuk diperbaiki.

Namun Earhart tak menyerah. Setelah perbaikan, ia kembali memulai misi tersebut, kali ini dari arah timur. Pada 1 Juni 1937, Earhart dan Noonan lepas landas dari Oakland menuju Miami, lalu terbang ke berbagai titik di Afrika, Asia, dan Pasifik. Pada 29 Juni, mereka tiba di Lae, Nugini, setelah menempuh jarak sekitar 35.405 kilometer (22.000 mil), dengan sisa jarak 11.265 kilometer (7.000 mil) lagi untuk menyelesaikan misi mereka.

Tahap selanjutnya adalah terbang menuju Pulau Howland, sebuah pulau kecil yang panjangnya hanya tiga kilometer dan lebarnya kurang dari satu mil di tengah Samudra Pasifik. Mereka lepas landas pada 2 Juli 1937 untuk menempuh jarak 4.113 kilometer (2.556 mil). Di lepas pantai pulau tersebut, kapal Penjaga Pantai AS, Itasca, ditempatkan untuk membantu komunikasi dan navigasi.

Namun komunikasi radio antara Earhart dan Itasca bermasalah. Mereka gagal menjalin kontak dua arah yang efektif. Earhart dan Noonan juga diketahui tidak fasih dalam penggunaan kode Morse, yang memperparah situasi. Meski demikian, Itasca sempat menerima beberapa transmisi suara dari Earhart, salah satunya yang paling dikenal:

“Kami berada di garis posisi 156-137. Akan mengulangi pesan. Kami akan mengulangi pesan ini pada 6210 kilocycle. Tunggu. Mendengarkan pada 6210 kilocycle. Kami berlayar ke utara dan selatan.”

Itulah pesan terakhir yang terdengar. Setelah itu, Amelia Earhart dan Fred Noonan lenyap tanpa jejak. Upaya pencarian besar-besaran dilakukan, baik melalui laut maupun udara, namun tak membuahkan hasil. Pada 19 Juli 1937, mereka dinyatakan hilang di laut. Hingga hari ini, misteri tentang nasib mereka masih menyelimuti dunia.

Amelia Earhart tidak hanya dikenang karena keberaniannya menaklukkan langit, tetapi juga karena semangatnya yang tak pernah padam dalam memperjuangkan kesetaraan, inovasi, dan harapan. Ia adalah lambang keberanian perempuan yang tidak takut untuk bermimpi besar dan bertindak lebih besar lagi. Dalam era yang masih penuh keterbatasan bagi kaumnya, ia membuka jalan baru, tidak hanya di udara, tetapi juga dalam hati dan pikiran orang-orang di seluruh dunia.

Langit yang dulu ia jelajahi kini menyimpan namanya sebagai legenda. Meski tubuhnya tidak pernah ditemukan, Amelia Earhart tidak pernah benar-benar hilang. Ia abadi, terpatri dalam sejarah, dalam mimpi anak-anak yang menatap langit, dan dalam jejak perempuan yang terus melangkah maju melampaui batas. [UN]