MASYARAKAT Indonesia dengan sisi budaya dan adat istiadat yang sangat memegang teguh pentingnya keturunan atau penerus akan sulit ketika menghadapi konsep Child Free. Baru hanya sekadar pemikiran saja rasanya sudah dicap sebagai pendosa besar. Child Free adalah sebuah istilah di mana seseorang atau pasangan yang memilih tidak memiliki anak atau keturunan karena sesuatu hal.
Sebenarnya kita tidak usah jauh-jauh dengan konsep Child Free, di Indonesia jika ada pasangan yang telah menikah dan belum memiliki keturunan pun akan mendapatkan pandangan yang jelek dari masyarakat. Bagi negara yang memiliki posisi ke 4 dengan penduduk terbanyak di dunia, konsep memilih tidak ingin punya anak adalah sebuah kesalahan yang sangat fatal bagi mayoritas masyarakat karena secara budaya masih ada pandangan kesuksesan dapat dilihat dari pernikahan dan keturunan.
Memiliki anak bagi sebagian orang adalah pencapaian tinggi dari sebuah makna kehidupan yang berhasil. Anak seringkali dilihat sebagai objek penerus atau memperbaiki kondisi sebuah keluarga di masa depan, meskipun sebenarnya hal itu tidak bisa dipastikan sejak awal. Menjadi orang tua tidak segampang hanya memberikan makan atau pakaian namun dibelakang itu ada tanggung jawab yang besar yang harus orang tua lakukan sampai seumur hidup.
Fenomena Child Free ini semakin dibicarakan ketika seorang YouTuber Gita Savitri yang memilih untuk tidak akan memiliki anak mengeluarkan opininya di ruang publik. Hal ini menyebabkan pro dan kontra di masyarakat Indonesia. Padahal memilih menjadi seorang Child Free adalah pilihan pribadi dan pasangan bukan atas dasar keterpaksaan. Masyarakat Indonesia masih sangat tabu untuk menerima konsep seperti ini, apalagi dengan masyarakat yang mayoritasnya memiliki agama dan adat istiadat yang kental.
Apalagi Gita adalah seorang perempuan yang di mata masyarakat luas adalah awal dari peradaban dunia yang tugasnya melahirkan generasi-generasi penerus. Namun bisakah kita berhenti? Perempuan tidak boleh dilihat sekadar hanya sebagai alat reproduksi saja, biarkan mereka memilih dan menentukan atas pilihan hidupnya sendiri, tidak perlu mengutuk, kamu bukan Sang Pencipta.
Orang-orang yang setuju dengan konsep Child Free tidak akan menerima istilah ‘banyak anak banyak rezeki’, mereka memiliki alasan bahwa semakin banyak tanggungan, banyak pula kewajiban yang harus diberikan. Ditambah dunia ini sudah sangat rusak, mulai dari kriminalitas, kemiskinan yang sangat tinggi, banyak anak yang ditelantarkan.
Para kelompok pengkritik juga memiliki alasan mengapa konsep Child Free ini seharusnya tidak ada, misalnya orang Indonesia yang mayoritas penganut agama. Bagi pemeluk agama Islam, amal jariyah yang tidak pernah putus setelah meninggal dunia, salah satunya diberikan oleh doa anak yang sholeh. Atau dalam Kekristenan diajarkan bahwa anak-anak adalah karunia yang indah dari Allah.
Pro kontra pun semakin meluas, padahal kuncinya adalah tidak perlu mengurusi pilihan orang lain apalagi ini soal privasi masing-masing. Memilih untuk punya anak silahkan, memutuskan untuk tidak ingin juga tidak apa. Menjadi seorang Child Free bukan tindakan pelanggaran hukum jadi seharusnya tidak perlu dilabeli sebagai hal-hal negatif apalagi menindas orang lain hanya karena berbeda persepsi dan pilihan
Masyarakat harus mulai belajar untuk menormalisasikan pendapat dan tak perlu mengurusi yang sebenarnya bukan masalahnya juga. Begitu pula dengan orang-orang yang menganut paham Child Free, jangan mempermasalahkan jika ada orang yang memutuskan memilih ingin mempunyai keturunan. Jadi marilah berhenti untuk merasa superior atas pilihan hidup orang lain. [NS]