Koran Sulindo – Dalam dunia intelijen, mendapatkan informasi tentang lawan sebanyak mungkin sangatlah penting. Bahkan, itu merupakan tugas utama bagi setiap operator intelijen. Untuk mendapatkan informasi tersebut bisa dengan berbagai cara, baik dengan cara sembunyi-sembunyi maupun kasat mata.

Begitu pula dalam jagat intelijen militer. Kemampuan militer Indonesia sendiri, terutama di beberapa kesatuan khususnya, tidak bisa dipandang sebelah mata. Banyak negara yang ingin tahu seberapa hebat kemampuan pasukan khusus Indonesia. Saluran televisi National Geographic pernah menobatkan Kopassus Indonesia sebagai pasukan khusus terbaik ketiga di dunia.

Wajar jika banyak negara lain penasaran akan kemampuan pasukan khusus yang bermarkas di Cijantung, Jakarta Timur, tersebut. Itu sebabnya, banyak jajaran militer dari negara lain meminta latihan bersama (latma) dengan Kopassus.

Salah satu negara yang getol melakukan latihan bersama tersebut adalah Australia. Negara yang berada di sebelah selatan Indonesia ini hampir setiap tahun mengadakan latihan bersama, terutama antara Kopassus dengan Special Air Service Regiment (SASR). Latma tersebut sempat dihentikan, terutama setelah Timor Timur lepas dari Indonesia. Karena, ditengarai, pasukan khusus negara Kanguru tersebut ikut andil dan beroperasi di Timor Timur.

Tahun 2016 ini, latihan bersama kembali dilakukan. Pihak Special Operations Commander Australia (SOCAUST), Mayjen Jeff Sengelman, berkunjung ke Markas Kopassus untuk meninjau pelaksanaan Latma Dawn Komodo, antara Kopassus TNI Angkatan Darat dengan SASR Angkatan Darat Australia, yang sudah ditutp pekan lalu di Pusdiklatpassus Kopassus, Batujajar, Bandung, Jawa Barat. SOCAUST, Mayjen Jeff Sengelman, courtesy call kepada Danjen Kopassus Mayjen TNI M Herindra, yang didampingi jajaran Kopassus. Pihak Australia didampingi oleh Atase Pertahanan Australia untuk Indonesia Laksma (Brigjen) Robert Platt, Atase Darat Australia Kolonel Justin Roocke, Staff Officer SOCAUST Mayor Thomas Lonergan, dan Staf Atase Darat Australia untuk Indonesia Warrant Officer2  David Hayes.

Danjen Kopassus Mayjen TNI M Herindra menjelaskan, latihan bersama ini untik saling tukar pengalaman antara Kopassus dengan Special Operations Command (SOCOMD) Australia, terutama pengalaman yang pernah dilaksanakan di Afghanistan dan negara-negara lain untuk saling melengkapi yang difokuskan pada penanggulangan terorisme.

“Kita tahu bahwa The Special Operations Command, SOCOMD, Australia punya pengalaman yang sangat baik, terutama bagaimana mereka melakukan operasi penanggulangan terorisme di Afghanistan,” kata Danjen Kopassus.

Sementar itu, Mayjen Jeff Sengelman mengatakan, kunjungan ini merupakan kehormatan pihaknya karena hubungan Kopassus dan SOCOMD sudah berjalan hampir selama 25 tahun. Hubungan antara Kopassus dengan SOCOMD didasarkan atas kepercayaan, persahabatan, dan pemahaman.

Latihan bersama itu terfokus pada pertukaran pengetahuan serta pertukaran pengalaman untuk meningkatkan keterampilan pasukan khusus Indonesia dan Australia. “Dan dari demonstrasi yang dilihat tadi, yang dipertunjukan oleh prajurit Kopassus, saya yakin skill dan keterampilan prajurit Kopassus masih yang terhebat di dunia,” kata Mayjen Jeff Sengelman.

Latma Dawn Komodo TA.2016 ini diselenggarakan di Jakarta dan Bandung selama dua pekan sejak 18 Juli lalu,  dengan melibatkan 50 personel dari pasukan khusus kedua Angkatan Darat. Sebelumnya, Kopassus juga telah mengirimkan 30 prajuritnya pada Maret 2016 lalu, dipimpin oleh Komandan Batalyon 812 Sat-81 Kopassus Mayor Inf Viliala Romadhon, untuk melaksanakan latma dengan SASR, dengan sandi Latma Dawn Kookabura di Perth, Australia.

Selain mengintip kemampuan satuan Gultor Kopassus, ada lagi satu skill yang hingga kini masih menjadi tanda tanya bagi negara lain, yaitu kemampuan satuan Sandi Yudha. Banyak negara yang sudah mengajukan keinginan untuk melakukan latihan bersama dengan satuan intelijen Kopassus tersebut. Namun, selalu mendapatkan penolakan dari pihak Cijantung. Ada pengakuan tak tertulis dari beberapa negara bahwa kemampuan prajurit Sandi Yudha Kopassus sangat tajam dan terasah baik.

“Sebenarnya, secara teori dasar, intelijen semuanya sama. Hanya saja, implementasi di lapangan itu berbeda-beda. Semuanya tergantung pada keadaan geografis, terutama budaya masyarakat setempat. Hal itu yang kami tidak bisa sharing ke mereka. Jelaslah kami tolak latma tersebut, “ ungkap salah seorang anggota satuan tersebut yang tidak mau diungkapkan identitasnya.  [HAZ]