Fakta serupa terungkap dalam dokumen Paparan Polri tentang Hasil Penyidikan Kasus 27 Juli 1996, di Komisi I dan II DPR RI, 26 Juni 2000.
Kasum ABRI saat itu, Soeyono (Soeyono: Bukan Puntung Rokok; 2003) menceritakan kasus 27 Juli itu adalah operasi Naga Merah yang dirancang Pangab Feisal Tanjung dan Mendagri Yogie SM atas perintah Presiden Soeharto. Skenario operasi ini adalah menyelenggarakan Kongres Medan pada 20 Juni 1997 untuk memilih kembali Soerjadi sebagai ketua umum PDI, melalui operasi intelijen.
Terpilihnya Megawati Soekarnoputri pada Kongres Luar Biasa PDI di Surabaya (1993), dan kemudian dikuatkan kembali pada munas partai itu di Jakarta, menjadi titik awal kasus 27 Juli 1996. Pemerintah khawatir PDI di bawah Megawati akan menggelembung besar dan mengancam status quo. Karena itu Mega harus dijatuhkan sebelum Pemilu 1997.
Pemerintah menggunakan orang-orang yang berada di sekitar Mega untuk menggulirkan opini perlunya kongres luar biasa, salah satu diantaranya adalah Ketua DPP PDI Fatimah Achmad.
Berbarengan itu Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Hartono dan Kasospol Syarwan Hamid terus menjalankan operasi itu. Mereka berdua inilah yang memutuskan operasi penyerbuan ke kantor DPP PDI. Pangdam Jaya Sutiyoso ditunjuk menjadi Panglima Komando Lapangan dan Operasi.
Pengambil-alihan kantor DPP PDI digelar pada Sabtu karena hari berikutnya tanggal merah dan koran tidak terbit. Sejumlah preman memakai kaos merah khas PDI didukung militer menyerbu kantor itu. Pertumpahan darah terjadi, lalu diikuti pembakaran Jakarta oleh massa yang marah. Kerusuhan tak terhindarkan. Partai Rakyat Demokratik yang berisi para mahasiswa yang baru dideklarasikan 5 hari sebelumnya dijadikan tumbal. [DSA]
*Tulisan ini pertama dimuat Juli 2017