Bencana alam yang terjadi di berbagai belahan dunia sepanjang tahun 2023 lalu diperkirakan mengakibatkan kerugian besar secara ekonomi. Hal ini diakibatkan beberapa bencana besar seperti gempa bumi dan badai yang datang silih berganti.
Lembaga Asuransi Jerman yaitu Munich Re menyebut angka kerugian mencapai US$250 milyar atau setara 3.850 triliun rupiah. Artinya ada peningkatan signifikan dibandingkan dekade sebelumnya.
“Setelah bertahun-tahun relatif tenang, serangkaian gempa bumi dahsyat menyebabkan bencana kemanusiaan. Sekitar 63.000 orang meninggal dunia akibat bencana tahun 2023, angka ini lebih banyak dibandingkan tahun 2010,” dalam laporan yang dirilis Munich Re.
Tercatat bahwa gempa bumi di Turki dan Suriah merupakan bencana yang memiliki dampak paling merusak tahun lalu. Gempa itu telah menyebabkan kerugian total sebesar $50 miliar dimana sebagian kerugian sebesar $5,5 miliar ditanggung oleh asuransi. Gempa tersebut menewaskan lebih dari 55.000 orang, dan 100.000 lainnya terluka.
Besaran kerugian ekonomi akibat bencana secara global pada tahun 2023 memang hampir sama dengan tahun 2022 dan mendekati rata-rata lima tahun sebelumnya, namun berada jauh di atas tren sepuluh tahun dan 30 tahunan.
Laporan tersebut mencatat bahwa bencana tahun 2023 membawa tingkat kerusakan yang sangat tinggi meski tidak terjadi di negara-negara industri maju.
Munich Re juga menyebutkan meningkatnya jumlah badai berkekuatan besar di AS dan Eropa sebagai akibat dari perubahan iklim.
“Kini kerugian yang sebelumnya dianggap sebagai hal sekunder dan diakui sebagai efek samping saja yang kurang signifikan, saat ini telah menjadi penyebab kerugian besar,” kata Ernst Rauch, kepala ilmuwan iklim di Munich Re.
Menurut Raunch, jika kita tidak menaruh perhatian maka kerugian akibat peristiwa yang berhubungan dengan cuaca, kemungkinan besar akan meningkat di masa depan, bukan hanya dampak ekonomi tapi juga dampak sosialnya.
Rauch juga menyoroti perbedaan besar antara dampak gempa bumi di Turki dan Suriah dengan gempa bumi di Jepang pada awal tahun 2024. Meskipun keduanya memiliki kekuatan yang sama dan terjadi di wilayah padat penduduk, jumlah korban tewas di Jepang dilaporkan berjumlah jauh lebih sedikit yaitu sekitar 160 orang.
“Penilaian kami, berdasarkan informasi yang tersedia saat ini, jelas bahwa peraturan bangunan dan kinerja bangunan di bawah guncangan gempa bumi, memungkinkan mereka (Jepang) lebih siap menghadapi bahaya ini.” tambah Raunch. [DES]