Koran Sulindo – Lebaran telah lewat, namun harga daging sapi di pasar masih tetap tinggi, Rp120 ribu sampai Rp130 ribu per kilogram. Padahal, Presiden Joko Widodo sempat mengatakan, pemerintajakan membuat jungkir-balik harga-harga kebutuhan pokok, termasuk daging sapi, menjelang Lebaran 2016. Malah, Jokowi mengatakan, harga jual daging sapi selama Romadon dan Lebaran akan berada di kisaran Rp 80 ribu per kilogram.
Untuk itu, pemerintah pun mengimpor 9 ribu ton daging kerbau beku (frozen) dari India. “Daging impor kerbau siap didistribusikan oleh Bulog ke pasar-pasar tradisional mulai pekan ketiga dan dan keempat di bulan Juli,” kata Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) Djarot Kusumayakti kepada wartawan usai rapat membahas soal pangan di Istana Negara, Jakarta, 11 Juli 2016.
Alasan utama pemerintah mengimpor daging kerbau, ya, karena tingginya harga daging sapi. Menurut Peraturan Menteri Pertanian, daging kerbau itu akan dijual dengan harga Rp 60 ribu kilogram. Kehadiran daging kerbau ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada konsumsi daging sapi. “Pemerintah memastikan daging kerbau yang masuk ke Indonesia bebas penyakit mulut dan kuku serta halal dikonsumsi. Daging kerbau lumrah dikonsumsi di negara-negara seperti Timur Tengah dan Malaysia,” tuturnya.
Alasan lain mengacu pada kebijakan pemerintah yang salah satunya adalah perluasan negara asal impor daging. Jokowi telah menggulirkan peraturan pemerintah (PP) yang mengubah skema impor daging sapi. Jika pemerintah pada aturan sebelumnya menerapkan sistem country-based dalam kegiatan impor daging, yakni hanya negara yang seluruh wilayahnya benar-benar bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) , sistemnya dengan aturan baru berubah menjadi zone-based.
Dengan menggunakan sistem zona, kata Djarot, pemerintah dimungkinkan mengimpor daging dari negara yang setidaknya memiliki daerah yang terbebas PMK. Dua negara yang masuk kategori itu adalah India dan Meksiko.
Data Kementerian Perdagangan menyebutkan, konsumsi daging sapi nasional pada tahun 2016 mencapai 2,61 kilogram per kapita. Dengan angka itu, kebutuhan nasional daging sapi setahun mencapai 674,69 ribu ton atau setara dengan 3,9 juta ekor sapi.
Kebutuhan tersebut belum dapat dipenuhi peternak dalam negeri, karena produksi sapi lokal hanya mencapai 439,53 ribu ton per tahun atau setara dengan 2,5 juta ekor sapi. Jadi, terdapat kekurangan pasokan daging yang mencapai 235,16 ribu ton harus dipenuhi melalui impor.
Djarot mengatakan, rencananya impor daging kerbau tersebut akan disebar ke beberapa konsumen. Salah satunya konsumen industri. “Kami akan coba masukkan ke industri yang selama ini pakai daging sapi, kami ganti dengan daging kerbau yang lebih murah,” katanya.
Menanggapi langkah pemerintah tersebut, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati secara terpisah menegaskan, impor daging kerbau dari India tidak akan berefek signifikan pada penurunan harga daging sapi di dalam negeri. Karena, masyarakat lebih memilih daging segar ketimbang daging beku.
“Buktinya, pemerintah menggelar operasi pasar dengan menjual daging harga murah dan mengguyur pasar dengan dengan daging beku untuk menekan harga, tapi harga daging tetap saja melambung. Ini bukti minat masyakat terhadap daging beku sangat rendah,” paparnya.
Menurut Enny, permintaan daging di Indonesia didominasi masyarakat menengah ke bawah.Mereka ini antara lain para pedagang bakso dan pedagang skala usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), seperti warung tegal dan warung padang. Untuk menjaga kualitas dagangannya, mereka akan mencari daging segar. Karena itu, menurut Enny, pemerintah mau tidak mau harus menambah kuota daging segar di pasaran melalui penambahan pasokan sapi lokal dan sapi bakalan.
Di lain pihak, Ketua Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) Asnawi menuturkan, seandainya ada jatah daging kerbau impor beku untuk dijual pedagang di pasar, dipastikan tidak banyak pedagang yang berminat mengambilnya karena sulit menjualnya. “Masyarakat sudah terbiasa mengonsumsi daging segar, bukan yang beku. Itu pun daging sapi, bukan daging kerbau,” tutur. [ARS]