Keputusan MA Terkait Usia Calon dalam Pilkada

Ilustrasi: Pelaksanaan Pilkada 2024 - Istimewa

PUTUSAN Mahkamah Agung (MA) terkait Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 membawa konsekuensi terkait siapa bakal calon kepala daerah yang bisa mendaftarkan diri dalam Pilkada Serentak 2024
.
Putusan MA yang diketok itu mengubah batas waktu penghitungan usia bakal calon kepala daerah. Semula, KPU mengatur bahwa usia bakal calon kepala daerah dihitung pada saat penetapan calon tersebut sebagai kandidat yang akan berlaga di Pilkada 2024.

Sementara itu, MA mengubahnya sehingga usia bakal calon kepala daerah dihitung pada saat calon tersebut dilantik sebagai kepala daerah definitif.

Penetapan calon kepala daerah akan dilakukan KPU pada 22 September 2024. Sehingga, siapa pun bakal pasangan calon gubernur-wakil gubernur yang belum berusia 30 tahun pada hari itu tidak akan dinyatakan memenuhi syarat.

Begitu pula bakal pasangan calon bupati/walikota dan wakilnya yang belum berusia 25 tahun. Namun, karena diubah oleh MA, bakal pasangan calon kepala daerah itu bisa saja mendaftar dan dinyatakan memenuhi syarat untuk berlaga seandainya pada hari pelantikan kelak ia telah memenuhi batas usia tersebut.

Langkah KPU

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Indonesia telah memastikan bahwa mereka akan menyesuaikan isi Peraturan KPU terkait syarat minimal usia calon kepala daerah sesuai dengan amar putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024.

Dalam putusan MA tersebut, MA memerintahkan agar syarat usia minimal untuk calon gubernur (30 tahun) dan calon wali kota atau bupati (25 tahun) yang sebelumnya harus dipenuhi pada saat pencalonan diubah menjadi harus dipenuhi pada saat pelantikan calon terpilih.

“Ya kami akan menyesuaikan dengan rumusan materi yang terdapat pada amar putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024,” kata Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik pada Kamis, 20 Juni 2024.

KPU RI saat ini terus berkoordinasi dengan pembentuk undang-undang dan berkirim surat terkait perubahan syarat usia calon kepala daerah sesuai putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024. Menurut Idham, KPU juga telah berkonsultasi dengan pemerintah mengenai kepastian jadwal pelantikan kepala daerah terpilih, namun hingga kini belum mendapat jawaban dari pemerintah.

Penyesuaian ini akan dimasukkan dalam revisi Peraturan KPU yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah, memastikan bahwa aturan baru tersebut berlaku efektif untuk Pilkada 2024. Langkah ini diambil untuk memenuhi ketentuan hukum dan mengakomodasi putusan MA, serta memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi para calon kepala daerah dan pemilih.

Beleid yang dipublikasikan di laman KPU RI secara resmi mengatur minimal usai untuk calon kepala daerah pada Pilkada 2024 dihitung saat pelantikan dilakukan. Dalam Pasal 14 Ayat 2 Huruf d tertulis bahwa usia paling rendah calon gubernur dan wakil gubernur adalah 30 tahun. Sedangkan untuk bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota minimal 25 tahun.

Aturan lebih lanjut soal batas usia minimal calon kepala daerah di Pasal 14 itu pun dituangkan dalam Pasal 15 PKPU Nomor 8 Tahun 2024.

Kapan jadwal pelantikan? Pelantikan calon kepala daerah terpilih berbeda-beda jadwalnya di setiap daerah KPU mengatur, hasil rekapitulasi penghitungan suara Pilkada Serentak 2024 paling lambat 16 Desember 2024.

Berkaca pada Pilkada 2020, MK memberi tenggat 14 hari kerja. Jika sampai tenggat usai di wilayah itu tak ada sengketa pilkada, maka MK akan memberi tahu KPU.

KPU lalu punya waktu maksimum 5 hari untuk menetapkan hasil Pilkada Serentak 2024. Paling lambat 3 hari setelah penetapan, KPU sudah harus mengusulkan pelantikan calon terpilih. Sehingga, di atas kertas, pelantikan calon kepala daerah terpilih hasil Pilkada Serentak 2024 akan dilangsungkan pada awal 2025 nanti.

Kebingungan Bawaslu

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja kebingungan dengan implementasi tindak lanjut Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 tentang aturan syarat minimal usia calon kepala daerah.

Pasalnya, putusan MA mengubah ketentuan usia minimal 30 tahun terhitung sejak calon gubernur dan wakilnya ‘dilantik’, bukan saat ‘pendaftaran’.

“Sekarang kebingungan, saya ini menyampaikan kepada teman-teman tolong dicari formulanya. Coba cari adakah putusan pengadilan yang mengubah syarat calon tapi ditentukan usianya pada saat pelantikan,” kata Bagja di Jakarta, Kamis (18/7).

“Ada yang menemukan putusan ini? Jadi syarat calon itu ditentukan pada saat pelantikan, bukan pada saat pendaftaran,” lanjutnya.

Bagja menyebut hingga saat ini jadwal pelantikan cagub dan cawagub terpilih dari Pilkada serentak 2024 saja belum ditentukan. Padahal, pendaftaran calon perseorangan sudah dibuka.

Adapun, pelantikan cagub dan cawagub juga bukan ditentukan oleh KPU. Sehingga, KPU harus menunggu jadwal pelantikan tersebut sebagai acuan meloloskan cagub dan cawagub.

“Pertanyaannya, pelantikan itu diatur oleh PKPU atau bukan oleh PKPU untuk pilkada?” ucapnya.

“Kalau untuk Pemilu diatur oleh PKPU, untuk Pilkada tidak diatur oleh PKPU. Lebih menarik lagi. Siapa yang mengaturnya, di peraturan pemerintah ataupun peraturan menteri dalam negeri,” sambungnya.

Bagja juga bingung putusan MA ini keluar di tengah-tengah tahapan Pilkada sudah berlangsung. Dia mengibaratkan putusan ini sama dengan keputusan wasit yang mengubah aturan permainan saat pertandingan bola berlangsung.

Dia pun merekomendasikan agar tidak ada putusan pengadilan apa pun di tengah tahapan proses pemilu dan pilkada.

Penalaran hukum

Putusan Mahkamah Agung (MA) No.23 P/HUM/2024 atas uji materil Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.9 Tahun 2020 tentang Perubahan keempat atas PKPU No.3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota mendapat kritik dari pakar hukum tata negara (HTN).

Pakar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti menilai penalaran hukum majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut tidak wajar.

Bivitri berpendapat majelis hakim MA yang memeriksa perkara harus mengecek ketentuan di atasnya yang memandatkan lahirnya aturan tersebut yakni Pasal 7 ayat (2) huruf e UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU (UU Pilkada).

Untuk kebutuhan operasional, Peraturan KPU 9/2020 mengatur syarat usia itu dihitung sejak penetapan sebagai pasangan calon. Menurut Bivitri, penalaran hukum hakim MA yang mengubah penghitungan syarat usia kepala daerah sejak pelantikan pasangan calon sangat tidak wajar.

Bivitri menilai tugas konstitusional MA dalam perkara ini adalah menguji peraturan yang posisinya di bawah UU. Sementara pengujian UU terhadap konstitusi adalah tugas Mahkamah Konstitusi (MK).

Bivitri melihat putusan MA memiliki pola yang sama dengan putusan Mah­kamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan MK itu akhirnya membuka jalan bagi putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.

Putusan MA ini senada dengan Putusan MK, dan memungkinkan putra Jokowi, Kaesang Pangarep maju dalam Pilkada Serentak 2024.

Kaesang saat ini masih berusia 29 tahun. Ia baru akan berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024. Bila merujuk putusan MA, Kaesang bisa mendaftar dalam Pilkada 2024.

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA), soal penghitungan batas usia calon kepala daerah.

Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menjelaskan, putusan MA yang mengubah syarat usia calon kepala daerah bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pilkada.

“KPU abaikan saja putusan MA. KPU harusnya berpegang pada UU Pilkada,” ujar Khoirunnisa.
[KS-05]