Kendala Teknis dan Kekacauan Produksi Pesawat Lion Air Tipe 737-MAX-800

Boeing tipe 737-MAX-800 [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Analisis atas jatuhnya pesawat udara Lion Air JT-610 tujuan Jakarta – Pangkalpinang di Perairan Karawang, Jawa Barat yang menewaskan seluruh penumpangnya masih beragam. Kendati demikian, analisis itu mulai menemukan titik temu apa sesungguhnya pangkal masalah yang dialami pesawat tipe B737-800-MAX itu.

Tulisan analisis Dominic Gates, wartawan senior The Seattle Times, misalnya, menyebutkan, pesawat mengalami masalah teknis dengan kecepatan yang tidak terkendali dan hanya mampu mencapai ketinggian maksimum 5.375 kaki. Karena masalah ini, pilot lalu meminta untuk kembali ke pangkalan atau landasan bandara.

Mengutip data yang ditunjukkan Flightradar24, Gates menuliskan, sebelum kecelakaan itu terjadi, ketika penerbangan baru 2 menit, terjadi penurunan ketinggian secara cepat. Kecepatan penurunan pesawat sama sekali tidak terkendali. Pilot tampaknya berupaya menstabilkan ketinggian penerbangan selama 10 menit terakhir.

Dalam 20 detik terakhir atau mungkin lebih, kecepatan pesawat menukik ke bawah meningkat tajam. Dan setelah itu pesawat jatuh tak terkendali dan menghantam air laut dengan kedalaman sekitar 100 meter. Pesawat hanya 12 menit mengudara sejak lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta dan jatuh di Perairan Karawang, Jawa Barat yang berjarak sekitar 39 mil dari bandara.

Di samping masalah teknis ini, Gates juga menuliskan tentang B737-800-MAX yang bermasalah sejak dalam proses produksi. Pasalnya berdasarkan seorang sumber disebutkan pabrik Boeing di Renton, Washington terjadi kekacauan karena keterlambatan produksi. Untuk mengatasi ini, Boeing lantas mendatangkan sekitar 600 pekerja dari Puget Sound.

Namun, menurut sumber Gates, para pekerja ini tidak berpengalaman untuk merakit jenis 737 sehingga tetap saja produksinya bermasalah. Ketika pengiriman awal untuk jenis MAX itu pada September 2018, Boeing benar-benar memastikan produksinya itu aman untuk digunakan. Pengiriman pesawat itu tidak akan mengalami kendala apapun dan sesuai dengan pesanan tanpa cacat sama sekali.

Kenyataannya, ketika Lion Air menggunakannya yang baru berumur 2 bulan, pesawat jenis MAX itu mengalami kecelakaan dan menewaskan sekitar 189 penumpangnya. Itu sebabnya, penyelidikan terhadap kecelakaan ini harus menyeluruh, kata Gates.

Di samping masalah teknis yang disebutkan telah terjadi ketika pesawat ini membawa penumpang dari Denpasar – Jakarta, penyelidik juga perlu mempelajari secara teperinci bagaimana pesawat ini dibuat terutama karena adanya kekacauan produksi terhadap 737-800-MAX di Renton selama musim panas ini. [KRG]