Kemenyan: Wewangian Asal Tapanuli Yang Telah Dikenal Ribuan Tahun Lalu

Tanaman kemenyan, istilah kimianya Styrax Benzoin atau sering juga disebut Olibanum. Para orangtua Batak zaman dulu, pohon ini dianggap berkah Tuhan karena getahnya memberikan kesejahteraan (KOMPAS.COM/MEI LEANDHA ROSYANTI)

KEMENYAN sering juga disebut Olibanum, adalah aroma wewangian berbentuk kristal yang digunakan dalam dupa dan parfum. Kristal ini diolah dan diperoleh dari pohon jenis Boswellia dalam keluarga tumbuh-tumbuhan Burseraceae, Boswellia sacra (Sinonim B. carteri, B. thurifera, B. bhaw-dajiana), B. frereana dan B. serrata (kemenyan India).

Kemenyan telah diperdagangkan di Semenanjung Arab dan Afrika Utara selama lebih dari 5.000 tahun. Sebuah mural yang menggambarkan karung kemenyan diperdagangkan dari Tanah Punt menghiasi dinding kuil Mesir kuno Ratu Hatshepsut, yang meninggal sekitar tahun 1458 SM.

Kota Barus yang sudah dikenal sejak berabad lalu (sejak kira-kira abad 5) sudah disinggahi oleh perahu-perahu layar antar benua sebagai pelabuhan pengekspor kemenyan dan kamper (kapur barus). Lewat cerita turun-temurun, masyarakat Tapanuli percaya kemenyan itu dibawa dari Pelabuhan Barus, yang terletak di Sumatera dan dahulu pernah menjadi pelabuhan besar, menuju Timur Tengah, hingga ke Betlehem.

Apa itu Kemenyan?

Pohon kemenyan adalah pohon penghasil getah kemenyan. Pohon kemenyan merupakan salah satu pohon asli Indonesia. Tumbuhan ini tersebar alami di pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Resin (getah kemenyan) yang dihasilkan dari tanaman ini telah diperdagangkan sejak 5.000 tahun silam.

Saat ini hanya lima kabupaten di Sumatera Utara yang membudidayakan kemenyan, antara lain Tapanuli Utara, Toba, Dairi, Humbang Hasundutan, dan PakPak Bharat, menurut catatan Badan Pusat Statistik.

Menurut staf bidang rehabilitasi hutan Dinas Pertambangan dan Kehutanan Kabupaten Humbang Hasundutan, jika sebelum tahun 1980 kemenyan mampu menyumbang 60 persen ekonomi rumah tangga, kini turun menjadi sekitar 20 persen.

Bersama dengan barus, kemenyan telah menjadi komoditi andalan nusantara sejak beratus tahun silam. Getah kemenyan yang diperdagangkan untuk kebutuhan mistik, medis, hingga kosmetik ini dihasilkan oleh tanaman dari famili Styracaceae genus Styrax.

Di berbagai daerah penyebutannya berbeda yaitu Kemenjen dalam bahasa Pakpak Dairi, Keminjen dalam bahasa Karo dan Menyan dalam bahasa Jawa. Menurut catatan sejarah, salah satu pusat perdagangan Kemenyan pada masa lampau adalah pantai Barus (Fansyur), sebuah pelabuhan penting pada masa lalu di pantai Barat pulau Sumatra.

Kemenyan Dalam Sejarah

Secara sporadis dalam beberapa buku yang ditulis oleh Heyne disebutkan bahwa pelaut-pelaut Timur Tengah melihat dan mengatakan tanaman Kemenyan tumbuh baik pada ketinggian 900 – 1200 meter di atas permukaan laut, sementara Pinyopusarerk menyebut Kemenyan Laos tumbuh baik pada 800 – 1600 meter dpl.

Cina dan India sejak abad pertama telah membawa Kapur Barus dan Kemenyan dari Tapanuli. Kegunaannya adalah untuk bahan pengawet Mumi para raja di Romawi dan Firaun di Mesir. Disebutkan pada masa itu hingga beberapa abad kemudian, Kemenyan dan Kapur Barus asal Tapanuli ini tergolong barang mahal yang nilainya lebih tinggi daripada emas.

Ebers Papyrus Mesir yang bertarikh 1500 SM adalah rujukan tertua yang tertua kepada kemenyan, dan ia menetapkan resin sebagai penggunaan untuk jangkitan tekak dan serangan asma.

Pada abad pertama Masehi, penulis Roman, Pliny menyebutnya sebagai penawar untuk hemlock; ahli falsafah Islam Ibn Sina (atau Avicenna, 980-1037 AD) menganjurkan untuk tumor, ulser, dan demam.

Rujukan sejarah lain atas kemenyan muncul pada abad ke-6 M dalam manuskrip herba Cina Mingyi Bielu, dan juga banyak disebutkan terdapat dalam kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dari Alkitab-Kristian Judeo/Ibrani .

Kemungkinan besar, kemenyan telah digunakan sejak zaman para nabi. Konon kemenyan adalah juga salah satu bahan untuk membuat dupa suci, yang dipakai di tabernakel dan bait Allah. Dalam bahasa Ibrani, bahasa yang banyak digunakan zaman itu mengartikan kemenyan sebagai putih. Di Bahasa Ibrani kemenyan disebut levoh·nahʹ atau levo·nahʹ artinya ”menjadi putih” dan tampaknya dinamai demikian karena warnanya yang putih susu.

Periplus maris Erythraei (Periplus dari Laut Erythraean), adalah panduan perjalanan pelayaran abad ke-1 untuk jalur perkapalan di Mediterania, jazirah Arab dan Lautan Hindia, menggambarkan beberapa produk termasuk kemenyan; Periplus menyatakan bahawa kemenyan Arab Selatan adalah kualiti yang lebih baik dan lebih tinggi daripada yang berasal dari Afrika Timur.

Penulis Yunani Herodotus melaporkan pada abad ke-5 SM bahwa pohon-pohon kemenyan dijaga oleh ular bersayap dengan ukuran yang kecil dan berbagai warna: dapat dibaca sebagai sebuah mitos yang dikumandangkan untuk mengingatkan para pesaing. [S21]