Koran Sulindo – Aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang melarang eks narapidana korupsi menjadi calon legislatif terus menuai beragam pendapat. Dari Kementerian Hukum dan HAM, misalnya, berpendapat, KPU dinilai tidak berwenang menerbitkan peraturan berkaitan dengan hal ihwal.

Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Kementerian Hukum dan HAM Ajub Suratman menuturkan, kendati KPU merupakan lembaga independen tapi kapasitasnya terbatas pembuatan aturan teknis. Dengan demikian, pembuatan peraturan melarang eks napi korupsi untuk maju sebagai caleg bukan kewenangan KPU.

“KPU tidak membuat norma hukum melainkan aturan teknis pelaksaan pemilu,” kata Ajub dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip Kompas.com pada Sabtu (23/6). Sementara, larangan kepada eks napi korupsi sebagai caleg sudah masuk dalam perdebatan norma hukum, berkaitan dengan hak asasi manusia sehingga merupakan materi muatan undang undang. Bukan materi muatan peraturan badan atau peraturan lembaga termasuk peraturan KPU.

Ketika KPU ngoto membuat aturan demikian, maka sesungguhnya bertentangan dengan konstitusi yang mengatur hak asasi yakni hak memilih dan dipilih. Pengaturan pencabutan hak politik seseorang hanya dapat dilakukan melalui undang undang atau putusan pengadilan. Ajub yakin pandangannya itu sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2015 dan 2017.

Merujuk kepada aturan perundang-undangan dan putusan MK, menurut Ajub, mantan napi korupsi tetap bisa menjadi caleg, jika tidak pernah dijatuhi pidana penjara karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara tahun atau lebih dan tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan. Dan seseorang itu bisa menjadi caleg apabila secara jujur mengumumkan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

Dari fakta tersebut, KPU tidak dapat mengelak dari kewajibannya untuk mematuhi putusan MK, kata Ajub. [KRG]