Kemenkeu Masih Hitung Kelayakan Aset Lapindo untuk Bayar Utang

Ilustrasi: Ogoh-Ogoh Aburizal Bakrie Dilarung di Kolam Penampungan Lumpur Segabai Simbol Penyebab Bencana Kemanusiaan di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur/VOA-Petrus Riski

Koran Sulindo – Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan masih menunggu opini dari Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (Mappi) untuk menentukan kelayakan aset Lapindo. Aset berupa tanah itu saat ini sudah terkubur lumpur.

“Harusnya minggu depan, Mappi itu sudah bisa memberikan opini apakah hal semacam itu bisa dilakukan penilaian,” kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Isa Rachmatarwata, dalam diskusi daring penilaian barang milik negara di Jakarta, Jumat (24/7/2020), seperti dikutip antaranews.com.

DJKN belum bisa menentukan aset perusahaan tersebut bisa digunakan untuk melunasi utang atau asset settlement.

“Saya kan harus tahu dulu bisa dinilai tidak? Kalau bisa dinilai, nilainya ada tidak?,” katanya.

Saat ini proses penilaian masih dilakukan, termasuk membahas aset Lapindo itu pada rapat yang diadakan Jumat pagi ini.

Baru Bayar Rp 5 Miliar

Sebelumnya Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya baru membayar sekitar Rp5 miliar utangnya kepada pemerintah. Pemerintah membayarkan terlebih dahulu dana bagi warga terdampak semburan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur itu.

Total pokok utang perusahaan ini mencapai Rp773,3 miliar, belum termasuk bunga sebesar 4 persen per tahun. Perjanjian itu disepakati kedua pihak pada Juli 2015.

Utang itu sudah jatuh tempo 10 Juli 2019.

Pada 12 Juli 2019 lalu, seperti dikutip antaranews.com, Isa mengatakan belum ada pembayaran baru dari Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya.

“Jadi apa yang sudah dilakukan, baru pembayaran pada Desember tahun lalu sebesar Rp5 miliar,” kata Isa, waktu itu.

Luas sertifikat tanah di wilayah terdampak yang menjadi jaminan Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya baru sekitar 44 hektare-45 hektare. Tapi total luas ini masih versi Lapindo dan Minarak.

Soal penagihan utang, pemerintah bisa melakukan proses penagihan apabila kewajiban pembayaran tidak dilakukan. Proses tersebut bisa dilakukan oleh panitia urusan piutang negara yang berisi unsur-unsur terkait penegakan hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan maupun pemerintah daerah.

Tim ini dapat bertindak secara persuasif hingga melakukan paksa badan, pencegahan pengurus keluar negeri melakukan penyitaan serta proses lelang aset. [RED]