Kemenhub: Tarif Ojek Online Naik per 1 Mei 2019

Ilustrasi: Para pengemudi ojek online unjuk asa di seberang istana negara/antarafoto

Koran Sulindo – Kementerian Perhubungan menetapkan biaya jasa angkutan ojek online (daring) naik mulai 1 Mei 2019 nanti. Penaikan tarif itu hanya berdasarkan penghitungan biaya langsung.

“Setelah melakukan diskusi, awalnya, tarif memperhitungkan biaya langsung dan tidak langsung, namun pada akhirnya hanya dihitung biaya langsung,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi, di Jakarta, Senin (25/3/2019), melalui rilis media.

Perhitungan biaya jasa atas dan bawah dihitung berdasarkan zona dengan rincian Zona 1 meliputi Jawa, Bali, dan Sumatera; Zona 2 Jabodetabek; dan Zona 3 Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah lainnya.

Untuk Zona 1, biaya jasa batas bawah neto Rp1.850 per km, biaya jasa batas atas Rp2.300 per km, dan biaya jasa minimal Rp7.000-Rp10.000. Untuk Zona 2, biaya jasa batas bawah neto Rp2.000 per km, biaya jasa batas atas Rp2.500 per km, dan biaya jasa minimal Rp8.000-Rp10.000. Adapun untuk Zona 3, biaya jasa batas bawah neto Rp2.100 per km, biaya jasa batas atas Rp2.600 per km, dan biaya jasa minimal Rp7.000-Rp10.000.

Penetapan ketiga biaya tersebut merupakan biaya jasa yang sudah mendapat potongan biaya tidak langsung berupa biaya sewa penggunaan aplikasi.

“Aplikasi bisa menyesuaikan tarif maksimal 20 persen dari tarif tersebut,” kata Budi.

Baya jasa minimal merupakan biaya jasa yang dibayarkan oleh penumpang untuk jarak tempuh paling jauh 4 kilometer.

Menurut Budi, Kemenhub belajar dari Thailand soal penetapan tarif itu karena lebih dulu menerapkan. Kemnehub menjadikan kebijakan Thailand itu sebagai salah satu penduan untuk menetapkan biaya jasa atau tarif.

Thailand dan Vietnam sudah menerapkan kebijakan serupa.

Tarif minimal ojek di Thailand sekitar 20 Baht atau Rp9.000 hingga empat kilometer, sedangkan tarif per kilometer yakni lima Baht atau sekitar Rp2.200.

Perjalanan rata-rata penumpang ojek di Indonesia, yaitu 8,8 kilometer.

“Kami mempertimbangkan tiga kepentingan, pengemudi, masyarakat dan aplikator. kalau jarak pendek ini terlalu murah nanti ada aplikator yang mati salah satunya,” kata Budi.

Kemenhub menyatakan zona tersebut sudah disesuaikan dengan upah minimum regional (UMR) di setiap daerah.

Toleransi Kenaikan hanya di Bawah Rp5.000

Sementara itu kajian Research Institute of Socio Economic Development (RISED) baru saja mengumumkan sebesar 71 persen konsumen hanya mampu menoleransi kenaikan pengeluaran untuk ojek online atau daring kurang dari Rp5.000 per hari.

“Idealnya, jika melihat faktor willingness to pay dari berbagai sumber riset yang tersedia, kenaikan yang bisa ditoleransi adalah yang membuat konsumen mengeluarkan tambahan uang kurang dari Rp5.000 per hari,” kata pengamat Ekonomi Digital, Fitra Faisal, di Jakarta, Kamis (25/3/2019), melalui rilis media.

Dengan jarak tempuh rata-rata konsumen sebesar 8,8 km per hari, lanjut dia, berarti kenaikan tarif yang ideal ojek online adalah maksimal Rp600 per kilometer atau maksimal naik menjadi Rp2.000 per kilometer.

Sementara itu, konsumen berpendapat, lebih memilih kendaraan pribadi jika kenaikan tarif ojek daring lebih mahal.

Sebelumnya, terdapat beberapa usulan terkait tarif batas bawah ojek online. Satu diantaranya dari pihak pengemudi yang mengusulkan agar tarif berada di angka Rp 3.100/km. [DAS]