Ilustrasi/Greenpeace.org

Koran Sulindo – Lembaga Swadaya Masyarakat Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (LSM-KCBI) mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar untuk menindak tegas oknum Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)  yang bermain di Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup.

KCBI menyatakan sudah melaporkan dugaan penyalahgunaan jabatan dan wewenang ke Inspektorat Jenderal LHK pada akhir Agustus 2018 lalu.

“Kita minta Menteri LHK segera membersihkan dan memberikan sanksi tegas kepada oknum tersebut bila terbukti,” kata Dewan Pembina KCBI, J Simbolon didampingi Ketua Umum KCBI, Joel Simbolon di Jakarta, Senin (17/9/2018).

KCBI menduga ada persekongkolan oknum PPNS dengan pengusaha terkait penanganan kasus penyimpangan pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) oleh CV AB di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Terdapat dua perusahaan yang dilaporkan yakni CV. A dan CV. AB. Namun yang berujung ke pengadilan hanya CV. A.

KCBI menilai laporan terkait dugaan tindak pidana lingkungan berupa dumping limbah B3 yang dilaporkannya ke Kementerian LHK pada Juni 2012 tidak ditangani secara profesional.

Menurut Simbolon, pada 2015 lalu, ditemukan surat PPNSLH untuk CV. AB yang dibuat tahun 2013 yang berisi, “Tidak ditemukan adanya indikasi tindak pidana lingkungan berupa dumping limbah B3 sebagaimana yang dilaporkan oleh pelapor”.

“Saat itu saya sebagai pelapor tidak diundang untuk menunjukan lokasi dumping limbah B3,” ujarnya.

Simbolon menduga hal tersebut dilakukan untuk mempermudah persekongkolan. Sebab lokasi yang diperiksa oleh KLHK adalah lokasi yang ke 1, dimana sesuai izin. Sementara lokasi yang ke 2, jauh dari pemukiman diduga sengaja tidak dilakukan pemeriksaan.

Kasus CV. AB ini kembali mencuat pada 2015. Simbolon mengatakan KLHK memanggilnya untuk mengunjungi lokasi. Lagi-lagi, perwakilan dari kementerian terlihat tidak profesional lantaran hanya membawa sekop untuk menggali limbah B3 yang telah ditutupi tanah merah.

“Sekop tersebut rusak patah tidak sesuai dengan alat yang dibutuhkan. Padahal alat yang layak digunakan saat itu adalah alat berat atau excavator yang dapat menggali tanah sedalam dua meter. Sebelum ditutupi tanah, temuan saya banyak kemasan terkontaminasi dan tanah tercampur oli,” katanya.

Saat diundang KLHK pada 2015 itu, KLHK mengeluarkan surat bahwa CV. AB berstatus dalam pengawasan, namun suratnya tidak diperlihatkan.

“Dengan laporan ke Inspektorat adanya oknum PPNSLH, kita hanya ingin kinerja mereka lebih bagus dan dapat bekerja sesuai dengan aturan, karena kemungkinan besar kinerja mereka ada yang negatif tidak diketahui menteri dan inspektorat,” kata Simbolon. [YMA]