Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Koordinasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) terkait Indikasi Korupsi pada 28 Februari 2018 di Jakarta.

Koran Sulindo – Perjanjian Kerja Sama Koordinasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) terkait Indikasi Korupsi ditandatangani pada Rabu ini (28/2) di Jakarta. APH diwakili oleh Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung. APIP diwakili oleh Kementerian Dalam Negeri.

Adalah Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono Sukmanto yang menandatangani perjanjian tersebut dari pihak kepolisian. Menurut Ari Dono, dalam perjanjian itu antara lain dinyatakan, penyelidikan kasus korupsi pejabat daerah akan dihentikan jika sang koruptor telah mengembalikan uang kerugian negara ke kas negara. “Kalau masih penyelidikan, kemudian tersangka mengembalikan uangnya, mungkin persoalan ini tidak kami lanjutkan ke penyidikan,” tutur Ari Dono.

Dengan dikembalikannya uang kerugian negara dari tindak pidana korupsi, tambahnya, anggaran untuk proses penyidikan tidak akan terbuang, apalagi jika kerugian tersebut berkisar Rp 100 juta hingga Rp 200 juta. “Anggaran penanganan korupsi di kepolisian itu Rp 208 juta. Kalau yang dikorupsi Rp100 juta, kan negara menjadi tekor. Penyidikan segitu, belum nanti penuntutan ada lagi, nanti peradilan sampai masa pemidanaan ada lagi,” katanya.

Selain itu, dengan banyaknya kasus dugaan korupsi pejabat daerah, kinerja Polri dalam menangani kasus korupsi dapat menghambat kinerja aparat pengawasan intern pemerintah (APIP). Dijelaskan Ari Dono, mekanisme terbaik adalah ada jalinan kerja sama antara aparat penegak hukum (APH) dari Polri dengan APIP dari Kementerian Dalam Negeri. Dengan demikian, penegakan hukum dan pengendalian aparat yang melakukan tindak pidana korupsi di daerah dapat berjalan.

“Jadi, kalau misalnya uang penyidikan korupsi untuk kepolisian ditambah, berarti penyidik akan kejar korupsi terus, berarti harus dapat terus. APIP-nya jadi tidak jalan, oleh karenanya nanti akan kami koordinasikan,” ujar Ari Dono.

Dalam perjanjian tersebut, yang menandatangani dari pihak Kementerian Dalam Negeri adalah Inspektur Jenderal Sri Wahyuningsi dan dari Kejaksaan Agung adalah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman. Penandatanganan perjanjian itu disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

“Inti perjanjian kerja sama ini, saya sepakat, bahwa untuk memperkuat komitmen dalam menangani korupsi di daerah, masing-masing sudah punya protap dan khusus untuk Irjen Kemendagri, ini dapat memperkuat aparat pengawasan intern pemerintah, APIP,” kata Tjahjo, sebagaimana dikutip Antara.

Sementara itu, lain lagi sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berkali-kali pihak KPK menyatakan, pengembalian uang hasil korupsi tak menghapuskan sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku. Tindakan itu dilakukan dengan landasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal itu antara lain dinyatakan, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi.

Pada Februari 2017 lampau, misalnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah kembali menegaskan soal itu. “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan di persidangan nanti,” kata Febri Diansyah. Itu sebabnya, pihak KPK menyerukan kepada para tersangka kasus korupsi atau mereka yang masih berstatus saksi namun terindikasi turut terlibat dalam kasus dugaan korupsi untuk mengembalikan kerugian negara. [RAF]