Barat selalu menampilkan wajahnya yang munafik menyangkut isu-isu HAM. [ilustrasi/www.marxist.com]

Koran Sulindo – Tentu saja negara-negara Barat boleh menjerit-jerit histeris mengutuk pembunuhan kotor dan menjijikkan terhadap jurnalis Jamal Khashogi oleh agen-agen Saudi di Istambul.

Pemimpin-pemimpin Barat –tanpa kecuali- segera tampil sebagai kampium hak asasi manusia dan melagukan koor seragam mencela Saudi.

Tanpa dicelapun, pembunuhan brutal dan keji pada seorang pria berusia 60 tahun menunjukkan bagaimana sebuah negara yang hanya dikontrol beberapa gelintir orang memberlakukan musuh-musuhnya.

Bagaimana mungkin kita bisa terus jatuh cinta kepada negara itu lalu pura-pura terkejut ketika mereka berubah menjadi monster tak menyenangkan dan berlaku telengas bahkan pada warganya sendiri?

Apa yang dilakukan Saudi pada Khashogi mestinya tak bakalan mengejutkan andai kita rajin membaca berita atau mempelajari buku-buku sejarah. Saudi, Arab dan Timur Tengah adalah biang kekerasan dan suasana kacau.

Menjadi sangat menjijikkan dan munafik karena pemimpin Barat dan medianya dengan standar moralnya yang seolah utuh mengkuliahi orang-orang Saudi. Bukankah selama bertahuh-tahun mereka diajari Saudi tentang perang Yaman yang menjadi alasan mereka menjual senjata.

Jauh lebih banyak berita tentang pembunuhan Khashogi dibanding ribuan kematian penduduk sipil oleh senjata-senjata barat. Berapa nilai nilai kematian anak-anak atau bagaimana bom ‘pintar’ menghantam pesta pernikahan di Yaman dibanding kematian Khashogi. Barat selalu menemukan alasan untuk kematian di Yaman sebagai collateral damage, perisai manusia atau penyelidikan penuh, dll.

Sebenarnya tak hanya para pemimpin Barat , Recep Tayyip Erdoğan yang menganggap dirinya sebagai Sultan Turki dan membocorkan detail kematian mengerikan Khashogi, di dalam negerinya sendiri telah mengirim 245 jurnalis serta 50.000- 60.000 tahanan politik ke penjara. Ia dengan cerdik benar-benar memetik manfaat dari tragedi yang menimpa Khashogi.

Sementara Barat mencintai rezim ‘moderat’ dan stabil Abdul Fattah Said Hussein Khalil as-Sisi, mereka melupakan seorang mahasiswa muda Cambridge University Italia, Giulio Regeni yang disiksa dengan pisau selama seminggu dan dibunuh lalu mayatnya dibuang di pinggir jalan Kairo dua tahun lalu.

Sementara orang-orang Italia menganggap itu perbuatan polisi dan orang Mesir tahu dengan jelas tersangka utamanya, rezim  al-Sisi memerintahkan mereka melupakannya. Tentu saja itu penting agar wisatawan-wisatawan Italia tak terganggu dengan 40.000-60.000 tahanan politik yang membusuk di penjara Mesir.

Barat juga melupakan bagaimana ketika mereka pertama kali mencintai Muammar Gaddafi setelah menyingkirkan Raja Idris dari Libya. Mereka berbalik membencinya ketika ia mulai mendukung gerilyawan IRA dan kembali mencintainya lagi ketika menyerahkan fasilitas nuklir yang bahkan tak dimengertinya. Gaddafi bahkan meregang nyawa di jalanan dengan bantuan intelijen Barat.

Nasib serupa juga terjadi pada Saddam Hussein yang didukung Barat dalam perangnya melawan Iran bahkan ketika ia menggunakan senjata kimia. Sampai Irak kemudian menyerang Kuwait, dan tuduhan palsu kepemilikan senjata pemusnah massal, Saddam digulingkan dan dieksekusi.

Terbaru mereka mengincar Bashar al-Assad yang dituduh bertanggung jawab atas perang sipil di Suriah. Ribuan orang terbunuh baik oleh rezim maupun militant yang dipersenjatai dan dibayar salah satunya Saudi. Seumpama Assad lemah, hampir dipastikan ISIS mengubah Suriah menjadi ladang pemenggalan.

Bekas duta besar Saudi untuk AS Al-Jubier yang pernah diberitakan menjadi korban rencana pembunuhan di AS, tahun lalu pernah memberi kuliah kepada pers tentang bagaimana Saudi dalam perang di Yaman “menjunjung tinggi hukum humaniter internasional.”

Ketika akhirnya, Jaksa Agung Saudi telah mengumumkan 21 tersangka dan 15 dakwaan sekaligus menuntut hukuman mati pada lima tersangka, Saudi jelas terlihat sedang mencoba mengurangi tekanan AS.

Versi terakhir itu sejauh ini merupakan pernyataan paling detail yang disediakan Riyadh. Tentu saja, penjelasan itu secara khusus menegaskan pembunuhan dilakukan tanpa izin dan putra mahkota Muhammad bin Salman (MBS) tidak tahu menahu tentang rencana itu.

Itu adalah versi keempat penjelasan Saudi setelah sebelumnya menyangkal memiliki hubungannya dengan pembunuhan. Semula mereka mengklaim Khashoggi menghilang secara misterius atau bunuh diri.

Setelah Turki mulai membocorkan rincian rekaman di konsulat, Saudi terpaksa mengakui keterlibatan parsial dan akhirnya menyatakan pejabat senior mereka terlibat perencanaan dan pembunuhan tersebut.

Sementara tekanan internasional terhadap Saudi meningkat, MBS pada satu kesempatan menjamu Raja Abdullah terlihat bergurau dan dengan wajah berseri-seri. Benar-benar bersih, innocent semurni salju. Orang tak harus ‘percaya’ bahwa pembunuhan Khashogi datang darinya. Benarkah begitu?

Setelah perang keji di Yaman, pembunuhan ulama Syiah, penangkapannya pangeran-pangeran Saudi dan pemenjaraan saudara-saudaranya, penculikan perdana menteri Libanon dan serangannya ke Qatar, haruskan kita terkejut jika Saudi memang berharap Khashogi mati.[TGU]