Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo

Koran Sulindo – Meskipun pemimpinnya telah berhasil dihabisi, bukan berarti sisa-sisa kelompok teroris dibiarkan begitu saja. Demikian diungkapkan Panglima TNI Jenderal Gatoo Nurmantyo saat mengunjungi Poso, Sulawesi Tengah.

Panglima TNI menuturkan, pasca-kematian pentolan kelompok teroris Santoso beberapa hari lalu, TNI tidak akan menarik pasukan yang ada, yang membantu pihak kepolisian guna memburu sisa-sisa kelompok teroris yang diperkirakan masih berjumlah 19 orang, termasuk di antaranya tiga perempuan.  “Pasukan yang ada juga sudah cukup dan tidak perlu lagi saya menambah pasukan. Personel yang saat ini masih tergabung dalam Satgas Tinombala akan terus menjalankan operasi hingga masa tugasnya usai,” kata Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Terkait masa perpanjangan waktu pengejaran kelompok teroris di Poso, Panglima TNI menyerahkan kepada Polri karena Operasi Tinombala merupakan operasi yang penanggungjawabnya adalah Kapolri dan TNI membantu mem-BKO-kan prajuritnya. “TimSatgas Operasi Tinombala yang bertugas saat ini akan habis masa tugasnya pada 6 Agustus mendatang dan jika operasi berlanjut biasanya akan ada pergantian personel, baik dari Polri dan TNI,” kata Gatot.

Panglima TNI bersama dengan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sudah sepakat melanjutkan dan memperkuat Operasi Tinombala di Poso. TNI dan Polri akan memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan operasi itu, sehingga semakin kuat. “Salah satu bentuk perkuatan tersebut adalah dengan  menggelar operasi teritorial untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar daerah Operasi Tinombala, yang akan dilaksanakan atas kerja sama dengan pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, dalam hal ini gubernur dan bupati serta instansi terkait lain,” tutur Panglima TNI.

Panglima TNI juga menghimbau agar sisa-sisa kelompok teroris jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang masih berada di Gunung Poso untuk segera turun gunung, kembali kepangkuan Ibu Pertiwi dan bersama-sama masyarakat membangun daerah Sulawesi Tengah. “Bagi pengikut jaringan MIT yang menyerahkan diri, proses hukumnya tetap dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku, karena Indonesia adalah negara hukum. Saat proses hukum berjalan, mereka masih bisa ketemu dengan keluarganya dan pada saat ditahan pun mereka masih bisa bertemu dengan keluarganya,” tutur Gatot.

Sementara itu, di Jakarta, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah akan mempertimbangkan memberi pengampunan kepada 19 anggota kelompok Santoso. Apalagi, anggota Santoso juga warga negara Indonesia. “Kalau turun semua, kami pertimbangkan untuk memberikan pengampunan. Karena, mereka juga warga negara Indonesia,” kata Luhut setelah rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/7).

Dalam menghadapi sisa anggota kelompok Santoso, lanjutnya, pemerintah melakukan soft approach atau pendekatan non-represif kepada sisa anggota kelompok Santoso. Pendekatan itu misalnya melalui pendekatan agama dan budaya. Tapi, bukan berarti pemerintah tidak bisa menggunakan hard approach atau pendekatan represif. “Santoso mati karena tidak bisa mengikuti soft approach,” katanya. [HAZ]