Kelakuan Menteri Perdagangan Enggartiasto Kembali Disorot

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita

Koran Sulindo – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang sering menerbitkan izin kemudahan impor kembali dikritik ekonom Universitas Indonesia, Faisal Basri. Dalam Seminar Nasional “The Consumer Banking Forum” di sebuah hotel di Jakarta pada Kamis (22/11), Faisal mengatakan, lonjakan impor yang terus terjadi secara besar-besaran beberapa waktu terakhir terjadi karena pemerintah, terutama apa yang dilakukan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.

“Banyak orang enggak sadar, impor kita naik luar biasa karena kelakuan Enggar, Mendag, yang mengumbar lisensi. Sekarang impor ban itu tidak perlu rekomendasi dari Kemenperin [Kementerian Perindustrian]. Yang kena perbankan kasih pinjaman industri dalam negeri yang enggak bisa saing sama impor dari ban Cina,” ujar Faisal.

Aturan tersebut adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06 Tahun 2018 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Ban. Dalam peraturan itu dijelaskan penggantian aturan, yakni ketentuan pengecekan dari Kementerian Perindustrian dihapus dan izin impor langsung lewat Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.

Pada Agustus 2018 lalu, Faisal Basri juga mengatakan hal yang hampir serupa. “Indonesia banyak kebobolan karena kebijakan impor yang dimudahkan oleh Pak Enggar. Tadinya ada rekomendasi, sekarang tidak ada, jadi seperti air bah sekarang,” katanya di Jakarta, 29 Agustus 2018.

Akibat kebobolan tersebut, tambahnya, kinerja neraca perdagangan pun menjadi defisit. Pada gilirannya, ini juga berpengaruh pada neraca pembayaran dan berpengaruh pada nilai tukar rupiah.

Dalam kesempatan itu, Faisal bukan hanya mencontohkan izin impor ban, tapi juga menyoroti pemberian izin komoditas pangan, seperti beras, gula, dan garam. “Impor raw sugar [gula mentah] juga begitu, harganya cuma U$ 0,8 per pound. Itu kalau dijual mungkin hanya Rp 6 ribu per kilogram juga sudah untung, tapi di pasar itu sampai Rp 12 ribu per kilogram,” tuturnya.

Begitu pula dengan izin impor garam, dengan kuota 3,7 juta ton dalam setahun, yang tak perlu menyertakan rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Padahal, menurut Faisal, kebutuhan garam impor hanya sekitar 2,7 juta ton.

“Saya sudah bilang ke Sri Mulyani [Menteri Keuangan] supaya bilang ke presiden, musuh impor yang tinggi adalah Pak Enggar. Ini saya harus buka, meski pasti Pak Enggar mengakunya itu hasil keputusan rapat koordinasi,” tutur Faisal

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita juga pernah membuat Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) berkata dengan nada marah. Soalnya terkait penyewaan beberapa gudang milik TNI untuk menyimpan cadangan beras milik Bulog. Karena, gudang milik Bulog telah terisi penuh dengan beras, sementara Bulog masih harus mengimpor beras.

Untuk sewa gudang milik TNI tersebut, Perum Bulog pun harus merogoh kocek untuk mengeluarkan uang sebesar Rp 45 miliar. Namu, menurut Menteri Enggartiasto, soal sewa gudang itu bukan urusan kementeriannya.

“Itu kan sudah diputuskan di rakor menko [rapat koordinasi menteri koordinator] jadi urusan Bulog. Jadi, enggak tahu saya, bukan urusan kita,” kata Enggartiasto di Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, 18 September 2018.

Sehari setelah itu, 19 September 2018, Buwas pun langsung menanggapi pernyataan Enggartiasto. Menurut Buwas, seharusnya antara Bulog dengan Kementerian Perdagangan berkoordinasi untuk menyamakan pendapat.

“Saya bingung, ini berpikir negara atau bukan. Coba kita berkoordinasi itu, samakan pendapat. Jadi kalau keluhkan fakta gudang saya, bahkan menyewa gudang, itu kan cost tambahan. Kalau ada yang jawab soal Bulog sewa gudang bukan urusan kita, matamu! Itu kita kan sama-sama negara,” kata Buwas di saat konferensi pers di Perum Bulog, Jakarta.

Buwas juga menegaskan, Perum Bulog tidak perlu mengimpor beras hingga Juni 2019. Karena, stok cadangan beras pemerintah (CBP) diperkirakan masih aman hingga tahun depan. “Hingga akhir tahun ini, stok beras Bulog akan mencapai tiga juta ton, dengan memperhitungkan beras impor yang akan masuk pada Oktober mendatang sebesar 400 ribua ditambah dengan serapan beras di dalam negeri,” kata Buwas. [RAF]