Menyoroti maraknya tindak kekerasan terhadap masyarakat yang dilakukan oleh aparat Negara, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI berharap ada perubahan dan penurunan angka tindak kekerasan. Sebelumnya Komnas HAM telah membentuk Tim Pemantauan Kekerasan Negara dan Masyarakat Sipil. Tim tersebut dibentuk khusus untuk mendata bentuk kekerasan yang dilakukan aparat negara, terutama polisi.
Polisi menjadi sorotan karena kerap terlibat dalam tindak kekerasan yang diadukan masyarakat. Dalam catatan Komnas HAM Desember 2021 terdapat 2.331 Aduan Sepanjang tahun 2021, aduan tertinggi terkait institusi Polri. Aduan ini terkait ketidakprofesionalan prosedur kepolisian. Kemudian, kekerasan hingga penyiksaan oleh aparat kepolisian terhadap warga sipil.
“Kita berharap angka kekerasan terus mengecil dan perilaku terbaik serta beradab untuk semua lini semakin baik,” kata Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam pada konferensi pers situasi kekerasan Tahun 2020-2021 di Jakarta, Senin (17/02).
Selain Polri tersebut juga menyoroti atau mendata kekerasan yang dilakukan lembaga lain, misalnya situasi di Papua. “Jadi untuk Papua yang berkaitan dengan TNI dan kekerasan di lapas ada tim tersendiri,” ujar Anam.
Kepala Biro Dukungan Penegakan HAM Gatot Ristanto mengatakan selama kurun 2020 hingga 2021 lembaga tersebut memfokuskan pada lima poin utama terkait kekerasan terhadap masyarakat sipil.
Pertama, isu kekerasan sebagai salah satu isu strategis oleh Komnas HAM, pengamatan situasi HAM terkait kekerasan negara periode 2020 hingga 2021. Ketiga, hasil pengamatan situasi Komnas HAM oleh bidang pemantauan dan penyelidikan, data penanganan kasus dan peristiwa di masyarakat sebagai basis data, dan terakhir potret situasi kekerasan serta aktor.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam peringatan hari HAM Desember lalu menyampaikan catatan mengenai situasi HAM di Indonesia. “Kekerasan aparat masih menjadi catatan penting situasi hak asasi manusia di Indonesia. Komnas HAM masih terus menerima berbagai pengaduan mengenai kekerasan dan penyiksaan,” ujar Taufan.
Meski Indonesia telah telah meratifikasi atau mengadopsi konvensi anti penyiksaan pada tahun 2018, namun tindak kekerasan dan penyiksaan masih ditemui. Taufan juga menyarankan polisi dan para aparat penegak hukum perlu dibekali pemahaman soal HAM. Tujuannya agar dapat mencegah tindakan penyiksaan yang mengarah pelanggaran HAM.
“Pendidikan hak asasi manusia bagi kepolisian dan TNI akan terus ditingkat oleh Komnas HAM bekerja sama dengan kedua institusi tersebut,” ujarnya.
“Kita membutuhkan Polri dan TNI yang kuat, profesional namun tetap menghormati prinsip dan norma hak asasi manusia,” tambahnya.
Terkait sistem pemidanaan, Taufan mengatakan aparat penegak hukum sudah saatnya lebih mengedepankan langkah pendekatan keadilan restoratif. Sebab, berdasarkan hasil survei Komnas HAM pada Oktober 2021, dari 1.200 responden di 34 provinsi, menunjukkan lebih dari 80 persen setuju dengan pendekatan keadilan restoratif. [PAR]