Kebocoran data milik negara menjadi hal yang krusial bagi negara tersebut bahkan apabila aib negara sampai tersebar ke publik global, adalah hal yang memalukan bagi negara tersebut. Praktik spionase bagi sebuah negara sudah merupakan hal yang bisa dibilang biasa demi mendapatkan informasi dari negara yang diawasi.
Kasus kebocoran data dan spionase berulangkali terjadi, dari sekian banyak kasus, pada tahun 2010 terdapat kasus kebocoran data ”Cablegate” yang menggemparkan yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Kasus kebocoran data yang terjadi ini disebarkan oleh sebuah platform online yaitu WikiLeaks.
WikiLeaks merupakan sebuah organisasi non-profit yang didirikan oleh Julian Assange pada 2006, dan telah menjadi pusat perhatian dunia karena membocorkan dokumen rahasia milik pemerintah dan korporasi. Platform ini menjadi tempat bagi para ”whistleblower” (pembocor rahasia) untuk mengunggah informasi yang dianggap penting untuk diketahui publik namun dirahasiakan oleh institusi resmi.
Meskipun tujuannya untuk transparansi namun keberadaannya menimbulkan kontroversi besar karena menyentuh isu keamanan nasional, diplomasi dan privasi.
Kejadian Penting WikiLeaks
Cablegate (2010)
Salah satu kebocoran data terbesar yang dilakukan WikiLeaks adalah publikasi lebih dari 250.000 kabel diplomatik rahasia milik depertemen luar negeri AS. Dokumen ini mengungkap komunikasi rahasia antara kedutaan besar AS dengan Pemerintah Pusat. Data yang disebarkan WikiLeaks antara lain informasi sensitif tentang geopolitik, operasi mata-mata, juga terkait hubungan diplomatik antar negara.
Di dalam informasi sensitif yang disebarkan wikiLeaks mencangkup pandangan diplomat AS terhadap pemimpin dunia, rencana strategi politik dan penilaian atas isu-isu internasional seperti Iran dan Korea Utara.
AS juga meminta informasi kepada diplomatnya untuk mengumpulkan data intelejen dari PBB dan negara sekutu. Akibat dari kejadian ini, hubungan diplomatik antar negara menjadi tegang.
Hal ini menimbulkan banyak reaksi, terutama dari para intelektual liberal pendukung transparansi total pemerintah dimana mereka menganggap ini sebagai ancaman terhadap demokrasi.
Meskipun Pers dunia banyak yang menampilkan berita ini di dalam Headline nya namun banyak juga wartawan melihat hal ini sebagai tidakan yang kurang baik, seperti yang dinyatakan oleh Finansial Times, media tersebut mengatakan:
”Terlalu banyak, tapi tak semua informasi negara mesti disiarkan,” demikian argumennya.
Selanjutnya media tersebut juga menegaskan
“Agar negara bisa melaksanakan urusan mereka secara efektif, dan menjamin keamanan warga negara mereka, sebagian rahasia harus disimpan.”
Vault 7 (2017)
Pada 7 Maret 2017, Wikileaks kembali Kembali mempublikasikan dokumen internal CIA yang dikenal dengan Vault 7 dimana dalam koleksi ini mengungkapakan alat-alat canggih yang dimiliki CIA untuk melakukan operasi spionase dan peretasan alat elektronik seperti, ponsel android, iPhone, komputer windows, MacOs, dan linux.
Selain menyadap ponsel dan komputer, dari dokumen itu menyebutkan bahwa CIA mampu meretas Smart TV melalui sebuah program bernama ”Weeping Angel.” CIA juga mampu melakukan serangan siber yang tampak seperti dilakukan oleh negara lain.
Bocoran Afganistan dan Irak (2010)
WikiLeaks membocorkan sekitar 92.000 dokumen rahasia terkait perang Afganistan dan lebihh dari 400.000 dokumen tentang perang Irak. Informasi yang disebarkan mencangkup tentang korban sipil yang tidak dilaporkan, termasuk pembunuhan masal yang dilakukan pasukan sekutu yang sebelumnya disembunyikan.
Julian Assange dan kontroversi
Julian Paul Assange merupakan seorang editor, penerbit dan aktivis Australia yang mendirikan WikiLeaks pada tahun 2006. Assange mendapatkan banyak penghargaan dari penerbitan dan jurnalisme.
Pada Bulan November 2010 Assange menghadapi tuduhan kepolisian Swedia terkait pelecehan seksual, meskipun ahirnya tuntutan tersebut dicabut. Dirinya juga mendaptkan tuntuan ekstradisi ke AS terkait aktivitasnya di WikiLeaks. Pada Mei 2019 dan Juni 2020 pemerintah AS membuka tuduhan baru terhadap Assange terkait pelanggaran Undang-Undang spionase dan menuduhnya telah berkonspirasi dengan peretas.
Keberadaan WikiLeaks memaksa pemerintah dan korporasi untuk lebih berhati-hati dalam menangani informasi rahasia, sementara publik terus mempertanyakan batasan antara kepentingan umum dan keamanan nasional. [IQT]