Joko Widodo mencium bendera Merah Putih seusai diumumkan sebagai Capres PDIP, di Rumah Pitung, Marunda, Jakarta Utara (14/3). Joko Widodo menyatakan secara resmi siap menerima mandat dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk maju sebagai Calon Presiden pada Pemilihan Presiden tahun 2014. ANTARA FOTO/ Tempo-Imam Sukamto/mes/14

Koran Sulindo – Seorang petani di Desa Grinting, Jawa Tengah tampak sedang sibuk memanen bawah merah di sebidang lahan kecil yang disewanya. Tama, begitu nama petani itu. Untuk beberapa hal, ia sungguh berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo karena hasil panen bawang merahnya itu.

Ada apa gerangan? Seperti yang dituliskan Channel News Asia pada Minggu (14/4), dana desa yang salurkan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dinilai bermanfaat untuk mendorong hasil panennya meningkat. Dana desa itu, misalnya, digunakan untuk membangun jalan beraspal dari rumahnya menuju lahan pertaniannya.

Di samping itu, desanya pun kini dialiri listrik. Termasuk ke lahan pertaniannya. Dengan demikian, ia bisa mnejebak hama di malam hari sehingga ongkos produksi pertaniannya menjadi lebih murah karena penggunaan pestisida menjadi berkurang. Pun dengan hasil panen bawang merahnya yang bisa diangkut ke Jakarta yang berjarak 250 kilometer dari desanya.

Pasalnya, jalan tol yang dibangun pada masa pemerintahan Jokowi-Kalla – program infrastruktur itu – memungkinkan hasil panen bawang itu dibawa ke Jakarta. Namun, pada saat yang sama, harga jual bawang pada masa Jokowi justru jatuh. Harga eceran yang dibatasi pemerintah tidak membantu petani untuk mendapatkan keuntungan. Lalu, pada masa Jokowi pula impor kebutuhan makanan pokok seperti beras dan bawang merang meningkat tajam.

Lalu, bagaimana nasib para petani seperti Tama setelah impor tersebut? Rugi! Karena itu, ketika Jokowi maju lagi pada pemilihan presiden tahun ini dan kembali ingin menyasar suara kaum tani, Tama dan beberapa orang menjadi ragu untuk memilihnya. Musababnya seperti yang dialami Tama, 42 tahun, yang kesulitan mendapatkan uang tatkala mereka membutuhkannya membayar utang modal menanam bawang pada Februari 2019.

“Saya mencoba meminjam ke teman-teman, atau mencari pekerjaan apa saja untuk mendapatkan uang,” kata Tama.

Kendati Jokowi berdasarkan hasil sigi beberapa lembaga survei unggul atas lawannya Prabowo Subianto, kebijakan pertaniannya dijadikan sebagai sasaran tembak oleh lawannya. Terlebih beberapa proyek infrastruktur dinilai tidak mendorong pendapatan masyarakat. Memang pertumbuhan ekonomi di masa Jokowi selama hampir 5 tahun ini selalu berada di 5 persen. Tetapi daya beli atau pendapatan riil untuk sekitar 40 juta petani mengalami penurunan.

Inflasi Stabil
Salah satu keberhasilan pemerintahan Jokowi-Kalla selama memimpin sekitar 4,5 tahun ini adalah mampu mengendalikan inflasi yang kini berada did level 2,5 persen. Disebut terendah dalam satu dekade dibanding tingkat inflasi yang ditinggalkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang mencapai 8 persen.

Dengan inflasi yang terkendali, maka pertumbuhan pun ikut stabil. Ambisi pembangunan infrastruktur pemerintahan Jokowi adalah untuk mengurangi biaya logistik yang diperkirakan Bank Dunia mencapai 24 persen dari PDB di 2013. Termasuk yang tertinggi di kawasan Asean. Sesuai dengan Indeks Kinerja Logistik tahun lalu, Indonesia menduduki posisi ke-46 dari 160 negara. Sebelumnya pada 2016, Indeks Kinerja Logistik Indonesia berada pada posisi ke-63.

Jokowi pada akhir tahun lalu meresmikan pembangunan jalan sepanjang 944 kilometer yang menghubungkan pantai barat dan timur Jawa yang mencakup Jakarta dan daerah Brebes, salah satu lumbung penghasil bawang merah. Soal ini, seorang petani lainnya, Nanang Kusmari Gunawan, 31 tahun, tentu saja mensyukurinya. Akan tetapi, ia kecewa dengan kebijakan harga produk pertanian termasuk bawang merah yang selalu rendah sepanjang 2018.

Kementerian Perdagangan menetapkan harga eceran tertinggi untuk bawang merah senilai Rp 32 ribu per kilogram pada 2018. Sedangkan harga di tingkat petani sekitar Rp 15 ribu per kilogram. Tetapi kebijakan ini hanya tinggal kebijakan. Tak pernah terlaksana. Itu yang dialami Nanang yang terpaksa menjual bawangnya seharga Rp 10 ribu per kilogram.

Tentu saja kebijakan ini membuat kaum tani di Brebes terutama Jawa Tengah kecewa pada Jokowi sehingga mempengaruhi pilihan mereka pada pemilihan presiden 17 April nanti. Informasinya mereka mengalihkan pilihan kepada oposisi alias Prabowo. Mereka menilai musuh utama kaum tani adalah impor. Suwarno, 34 tahun, misalnya, meyakini dengan memilih Prabowo, maka impor pangan akan disetop.

Benar Prabowo pernah menjadi ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang disebut acap mendampingi para petani. Ketika terpilih menjadi presiden, ia berjanji akan membangun industrialisasi. Kendati demikian, berdasarkan sebuah survei Alvara Research Center awal April ini menyebutkan, tingkat elektabilitas Jokowi di Jawa Tengah masih mengungguli Prabowo dengan perbandingan 66,5 persen dan 18,8 persen.

Berbeda dengan teman-temannya, Tama walau merasakan kesulitan pada masa Jokowi ini, ia tetap memastikan memilih Jokowi. Ini untuk terakhir kalinya dan ia memastikan tidak akan mengubah pilihannya. Apalagi ia terpesona dengan program kerja Jokowi. “Luar biasa,” kata Tama. [Kristian Ginting]