Kebudayaan Dongson: Warisan Zaman Perunggu di Asia Tenggara

Kebudayaan Dongson (Getty Images/DEA PICTURE LIBRARY)

Koran Sulindo – Kebudayaan Dongson adalah salah satu kebudayaan penting pada Zaman Perunggu yang berkembang di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Nama Dongson diambil dari sebuah wilayah di Lembah Song Hong, Vietnam, yang menjadi pusat penelitian awal mengenai kebudayaan logam prasejarah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dirangkum oleh R. Soekmono dalam buku “Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1” (1981), Dongson dianggap sebagai pusat kebudayaan Zaman Perunggu di Asia Tenggara.

Kebudayaan ini menghasilkan berbagai benda logam, terutama dari perunggu, yang menunjukkan tingginya tingkat peradaban masyarakat saat itu.

Bangsa Deutro Melayu atau Melayu Muda merupakan pendukung utama dari persebaran Kebudayaan Dongson. Mereka membawa budaya ini menyebar ke seluruh Asia Tenggara, termasuk Nusantara (Indonesia), melalui jalur barat yang melintasi Vietnam, Malaysia, dan Sumatra.

Kedatangan bangsa Deutro Melayu di Indonesia diperkirakan terjadi sekitar tahun 500 Sebelum Masehi (SM).

Peninggalan dan Pengaruh Kebudayaan Dongson di Indonesia

Pengaruh kebudayaan Dongson di Indonesia sangat besar, terutama dalam teknologi, kesenian, sistem kepercayaan, ilmu pengetahuan, dan sistem ekonomi masyarakat prasejarah. Bukti-bukti nyata dari Kebudayaan Dongson di Indonesia berupa sejumlah peninggalan benda-benda perunggu, seperti:
– Bejana perunggu
– Nekara perunggu
– Perhiasan perunggu
– Ara perunggu
– Kapak corong
– Manik-manik

Peninggalan-peninggalan ini tidak hanya menandakan adanya interaksi budaya, tetapi juga menunjukkan tingkat keterampilan bangsa Deutro Melayu dalam mengolah logam, khususnya perunggu.

Dalam bidang teknologi dan kesenian, nekara perunggu merupakan salah satu peninggalan yang paling mencolok. Nekara ini ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, dan memiliki kesamaan dengan nekara yang ditemukan di Asia Tenggara daratan.

Dalam sistem ekonomi, bangsa Deutro Melayu menguasai keterampilan bercocok tanam dan membuat kerajinan perunggu, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Selain itu, dalam sistem kepercayaan, bangsa ini menganut animisme dan dinamisme, di mana mereka meyakini bahwa roh-roh dan kekuatan alam memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan mereka.

Kepercayaan ini tercermin dalam berbagai ritual dan benda-benda ritual, seperti nekara, yang digunakan dalam upacara keagamaan dan sosial.

Di bidang ilmu pengetahuan, masyarakat Dongson juga sudah mengenal sistem astronomi, keterampilan berlayar, dan keterampilan membuat perahu, yang sangat penting dalam menopang aktivitas perdagangan dan eksplorasi maritim di Nusantara.

Pengetahuan ini kemudian menjadi dasar bagi berkembangnya peradaban klasik di Indonesia.

Warisan Dongson bagi Nusantara

Kebudayaan Dongson memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan peradaban di Nusantara, terutama dalam tradisi agraris dan teknologi logam. Dalam buku “Sejarah Indonesia Masa Praaksara” (2012) karya Herimanto, disebutkan bahwa kebudayaan perunggu yang berkembang di Indonesia mendapatkan banyak pengaruh dari kawasan Indochina. Hal ini terlihat dari kesamaan karakteristik nekara di Indonesia dengan nekara dari kawasan Asia Tenggara lainnya.

Dengan kemampuan bercocok tanam, teknologi perunggu, dan pengetahuan tentang maritim, bangsa Deutro Melayu berperan penting dalam membangun fondasi kebudayaan dan peradaban di Indonesia.

Warisan ini kemudian menjadi dasar bagi perkembangan budaya dan teknologi di Nusantara pada masa-masa berikutnya, termasuk masa kerajaan Hindu-Buddha dan peradaban klasik di Indonesia.

Kebudayaan Dongson adalah salah satu jejak penting yang menghubungkan masa prasejarah Nusantara dengan peradaban logam di Asia Tenggara, dan memperlihatkan betapa luasnya interaksi budaya yang membentuk sejarah Indonesia. [UN]