President John F. Kennedy salah satu dari sedikit orang Amerika yang menjadi sahabat Bung Karno.
President John F. Kennedy salah satu dari sedikit orang Amerika yang menjadi sahabat Bung Karno. (foto/jfklibrary.org)

Koran Sulindo – Ada banyak peristiwa bersejarah Republik ini yang terjadi di bulan Mei. Dari peringatan Hari Pendidikan Nasional, tragedi berdarah Mei 1998 yang berujung kepada kejatuhan Soeharto dari tampuk kekuasaan setelah lebih dari 30 tahun berkuasa hingga Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap 20 Mei.

Hari Kebangkitan Nasional tentu saja berhubungan dengan perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme. Berdirinya Budi Utomo dinilai sebagai tonggak penting dalam proses kesadaran kebangsaan Indonesia. Sebab, kesadaran tidak datang dengan tiba-tiba. Meski ironisnya kesadaran itu muncul karena proses penjajahan terhadap Nusantara yang berlangsung ratusan tahun lamanya.

Meski pendirian Budi Utomo pada 1908 awalnya sebagai gerakan kultural, bisa dibilang organisasi ini pula pemicu munculnya organisasi-organisasi yang dipimpin kaum pribumi. Berjarak 4 tahun setelah Budi Utomo, kita tahu muncul Sarekat Islam (SI) yang dipimpin HOS. Tjokroaminoto. Pada saat bersamaan berdiri pula Indische Partij yang didirikan E.F.E Douwes Dekker—yang membawakan aspirasi nasionalisme Hindia Belanda.

Kemudian, dari perpecahan SI menjadi kaum konservatif dan radikal yang disebut SI Putih dan SI Merah memunculkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berdiri pada 23 Mei 1920. Sebelum partai ini berdiri, kader-kader umumnya menjadi anggota Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV).

Berjarak 7 tahun dari pendiriannya, PKI memimpin pemberontakan nasional pertama terhadap kekuasaan kolonial pada 1926. Meski gagal, justru tindakan PKI ini menjadi inspirasi bagi kaum muda radikal yang ingin memerdekakan Indonesia dari jajahan kolonial Belanda. Setahun setelah peristiwa itu, berdirilah Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).

Pada 4 Juli 1927, para tokoh pergerakan ini berkumpul di rumah Mr. Iskaq di kawasan Regentsweg. Dalam pertemuan itu disepakati untuk mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (yang setahun kemudian, diubah menjadi Partai Nasional Indonesia). Sebagai ketua dipilih Soekarno. Para pemimpin PNI ini adalah orang-orang tamatan sekolah tinggi yang rela mengorbankan semua kemungkinan kedudukan pangkat, demi mengejar cita-cita untuk urusan kebangsaan.

Kaum terpelajar yang tercerahkan dengan kesadaran kebangsaan ini makin lama makin banyak jumlahnya, dan dari berbagai suku bangsa: Jawa, Minang, Aceh, Sunda, Batak, Minahasa, Ambon, Tionghoa, Arab, dan sebagainya. Mereka inilah yang kemudian mencetuskan Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Soekarno muncul sebagai pemimpin yang dinilai dicintai massa dan seorang tokoh yang dikenal tak mau bekerja sama dengan kaum kolonialis Belanda.

Membicarakan kesadaran kebangsaan dan perjalanan bangsa Indonesia tentu saja tidak lengkap tanpa Soekarno. Sosoknya seperti yang dilukiskan Cindy Adams dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia sebagai seorang yang maha-pencinta. Ia mencintai negerinya, rakyatnya, ia mencintai wanita, ia mencintai seni dan melebihi daripada segala-galanya, ia cinta kepada dirinya sendiri.

Ia menjadi seorang manusia yang mudah terbawa perasaan. Seorang pengagum. Ia akan menarik napas panjang apabila menyaksikan pemandangan yang indah. “Jiwanya bergetar memandangi matahari terbenam di Indonesia. Ia menangis ketika menyaksikan lagu spiritual orang negro,” tulis Cindy Adams.

Dari uraian Cindy Adams itu, mungkin karena itu pula mengapa Soekarno dicintai pemimpin dan rakyat dunia di masanya. Juga sekaligus dibenci pemimpin-pemimpin negara-negara kolonial terutama Belanda. Kisah Soekarno menjadi sosok yang dicintai dan sekaligus dibenci itu bermula sejak ia terlibat dalam gerakan anti-kolonial. Ditambah lagi ia kemudian terpilih menjadi presiden pertama Indonesia pada 1945.

Baca Juga : Kolonialisme dan Kesadaran Kebangsaan

Ia mendapat dukungan yang luas dari massa rakyat ketika itu setelah memimpin gerakan melawan pemerintah kolonial Belanda. Ia menjadi presiden dengan dukungan rakyat secara luas yang luar biasa. Ia dianggap sebagai pahlawan nasional. Reputasinya sebagai maha-pecinta itu rupanya sekaligus menjadi “kelemahannya”. Kecintaan terhadap kaum wanita lantas dimanfaatkan beberapa badan intelijen paling kuat di dunia waktu itu.

Peran Soekarno
Kisah ini terjadi pada masa Perang Dingin antara Blok Barat di bawah Amerika Serikat (AS) dan Blok Timur di bawah Uni Soviet. Ketika itu, Indonesia di bawah Soekarno memainkan peran penting sebagai negara kepulauan terbesar, strategis dan kerap “menggoda” negara-negara Barat dan Uni Soviet.

Bung Karno – panggilan akrab Soekarno – merupakan pemimpin yang lahir setelah Perang Dunia II. Kemudian bersama dengan orang-orang seperti Nehru, Nasser, Tito dan Nkrumah membentuk apa yang dikenal hari ini sebagai Konferensi Asia-Afrika atau Konferensi Bandung pada 1955. Secara kolektif negara-negara Asia-Afrika itu menentang penjajahan dan tidak berada di salah satu blok pada era Perang Dingin. Mereka begitu percaya dan menggantungkan dirinya pada jutaan rakyat di tiap-tiap negara yang masih baru merdeka itu.

Kendati bukan seorang komunis, Bung Karno bersekutu dengan kaum komunis di samping juga menjalin kerja sama dengan kekuatan ideologi politik lainnya seperti nasionalis dan Islam. Ia karena itu kemudian menyusun konsep pemerintahannya berdasarkan nasionalis, agama dan komunis. Kecenderungan ideologinya yang “kiri” itu membuat Bung Karno dicintai sekaligus dibenci terutama pemimpin negara-negara Barat.

Atas alasan ini, menurut sebuah tulisan The CIA and KGB Both Tried to Blackmail This World Leader With Sex Tapes, sama sekali tidak ada keraguan Moskwa dan Washington memainkan lembaga intelijen mereka untuk saling tarik menarik terhadap Indonesia dalam beberapa dekade. Dalam situasi yang lebih putus asa, kedua lembaga intelijen negara tersebut membuat sebuah video porno fiktif untuk Soekarno. Termasuk film porno yang diproduksi CIA dan juga KGB. Akan tetapi, tidak semua rencana berjalan dengan baik.

Simpati Bung Karno teradap komunisme terutama kepada PKI dan jalinan kerja sama yang mesra antara Indonesia, Uni Soviet dan Tiongkok, meyakinkan Amerika Serikat (AS) untuk secepatnya menyingkirkannya. Perdana Menteri Inggris Maurice Harold Macmillan dan Presiden John F. Kennedy kala itu berdasarkan catatan CIA lantas merancang penggulingan Bung Karno. Akan tetapi, semuanya dilakukan tergantung situasi dan peluang yang ada.

Sesungguhnya rancangan untuk menyingkirkan Bung Karno sudah jauh-jauh hari dilakukan CIA. Tidak hanya ketika hubungan Bung Karno dan komunisme sedang “mesra-mesranya”. CIA menurut Evan Thomas dalam The Very Best Men: The Daring Early Years of the CIA telah menghabiskan US$ 1 juta dolar untuk mencoba mengintervensi hasil pemilihan umum Indonesia pada 1955.

Akan tetapi, hasil pemilu itu tentu saja mengejutkan CIA. Pasalnya, PKI, sekutu komunis Bung Karno meraup 6 juta suara. Lalu, 2 tahun berikutnya, Bung Karno memperkuat kerja sama Indonesia dengan Beijing dan Moskwa. Setelah gagal pada 1955, CIA kemudian mencoba metode lain, semisal menjalin hubungan dengan pemberontak di dalam negeri. Tentu saja harapannya lewat pemberontakan itu Bung Karno berhasil didongkel dari kekuasaannya walau dengan risiko bahwa AS adalah dalang pemberontakan tersebut.

Baca juga : Pembantaian 1965, Amerika Serikat, dan Soeharto

Cara lain yang ditempuh CIA adalah dengan mengeksploitasi sebuah informasi sumir yang menyebutkan perselingkuhan Soekarno dengan seorang pramugari – yang diduga adalah mata-mata KGB. Ketika itu, CIA hanya mengandalkan desas-desus perselingkuhan itu untuk dieksploitasi sedemikian rupa. Mereka menyebarkannya ke penjuru dunia: Soekarno telah jatuh ke pelukan seorang perempuan yang diduga sebagai mata-mata KGB. Indonesia lantas disebut telah berada di bawah kontrol Uni Soviet.

Laporan dan berita mengenai skandal Soekarno dan pramugari berambut pirang menyebar masif. Eratnya hubungan Soviet dan Indonesia disebut menjadi bukti bahwa Soekarno memang benar menjalin hubungan dengan perempuan Rusia yang diduga agen KGB itu. Selama kunjungannya ke Soviet, Bung Karno disebut ditemani pramugari yang sama. Pun ketika pejabat Uni Soviet mengunjungi Indonesia, pramugari tersebut juga ikut dalam delegasi. Akan tetapi, CIA tampaknya melupakan satu hal: status Soekarno yang menjadi pemimpin revolusi di Indonesia.

Lalu bagaimana KGB ingin memanfaatkan kecintaan Soekarno pada wanita? Terlepas dari kontroversi mengenai adanya operasi intelijen itu, KGB berupaya memanfaatkan sifat Soekarno itu dengan mengirimkan rombongan perempuan muda yang berprofesi sebagai pramugari untuk menemaninya di hotel tempatnya menginap ketika di Rusia. Seperti CIA, KGB juga lupa akan satu hal: Soekarno tidak pernah menyembunyikan kecintaannya kepada wanita.

Kendati dibenci, Soekarno sebagai pemimpin baru dari negara Dunia Ketiga juga dicintai oleh berbagai negara termasuk Amerika Serikat. Buktinya Presiden Kennedy mengundang dan menyambut baik ketika Bung Karno tiba di AS. Kedekatan kedua orang ini bermula dari peristiwa pesawat B-26 yang pilotnya bernama Allan Pope ditembak di sekitar Pulau Morotai, kepulauan di timur Indonesia, pada saat pemberontakan PRRI-Permesta berkobar sekitar 1958. Rakyat AS dan pemerintahnya terus berupaya membebaskan Pope. Namun semua usaha itu mentok.

Hingga pada suatu waktu, Presiden Kennedy yang menjabat sebagai Presiden AS sejak Januari 1961 langsung menghubungi Soekarno. Tiga bulan sejak undangan itu, Soekarno memenuhi permintaan Kennedy dan berkunjung ke AS pada April 1961. dalam kunjungannya itu, Kennedy sempat membawa Bung Karno berkeliling dengan menggunakan helikopter dan berbicara empat mata.

Soekarno juga menjadi sosok istimewa bagi pemimpin seperti Nehru (India), Kwame Nkrumah (Presiden Ghana), Gamal Abdel Nasser (Presiden Mesir), dan Tito (Presiden Yugoslavia). Setelah Konferensi Bandung, para pemimpin ini acap bertemu untuk berpartisipasi meredakan ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur. Kelimanya pernah tertangkap kamera pada 29 September 1960 ketika sedang membicarakan ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur.

Baca juga : Dari Bandung, Kongo, sampai Beograd

Dari perjalanan hidupnya itu, tampaknya tak berlebihan rasanya ketika Cindy Adams menyebut Bung Karno sebagai salah satu tokoh yang paling berpengaruh di dunia. Juga menyatakan, Bung Karno pula yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang disegani dan salah satu terkuat di dunia. “Soekarno yang membuatnya,” kata Cindy Adams. [Kristian Ginting]