Kasus Proyek Fiktif Waskita Karya: KPK Cegah 5 Orang

Ilustrasi/wartabumn.com

Koran Sulindo – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah 5 orang ke luar negeri dalam proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek fiktif di PT Waskita Karya (Persero) Tbk.

Lima orang itu adalah Fathor Rachman; Yuly Ariandi Siregar, mantan Kepala Bagian Pengendalian Divisi II PT Waskita Karya (Persero) Tbk/Dirut PT Waskita Beton Precast Jarot Subana; mantan Kepala Bagian Pengendalian Divisi II PT Waskita Karya (Persero) Tbk Fakih Usman; dan mantan Direktur pada Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Pitoyo Subandrio.

“Dalam proses penyidikan dengan tersangka FR, KPK telah mengirimkan surat pelarangan bepergian ke luar negeri untuk lima orang selama 6 bulan ke depan terhitung tanggal 6 November 2018,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Selasa (18/12/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Sebelumnya, Senin (17/12/2018) kemarin, KPK mengumumkan dua tersangka dalam kasus tersebut, yakni mantan Kepala Divisi ll PT Waskita Karya Fathor Rachman (FR) dan mantan Kepala Bagian Keuangan dan Risiko Divisi Il PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar (YAS).

Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar dan kawan-kawan diduga menunjuk beberapa perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada sejumlah proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya (Persero) Tbk.

“Sebagian dari pekerjaan tersebut diduga telah dikerjakan oleh perusahaan lain, namun tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan subkontraktor yang teridentifikasi sampai saat ini,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo, dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Senin (17/12/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Diduga 4 perusahaan tersebut tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak.

Atas subkontrak pekerjaan fiktif itu, PT Waskita Karya selanjutnya melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut. Perusahaan-perusahaan subkontraktor tersebut lalu menyerahkan kembali uang pembayaran dari PT Waskita Karya kepada sejumlah pihak termasuk yang kemudian diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar.

Dari perhitungan sementara KPK berkoordinasi bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, diduga terjadi kerugian keuangan negara setidaknya sebesar Rp186 miliar.

“Perhitungan tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT Waskita Karya kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor pekerjaan fiktif tersebut,” kata Agus.

Diduga 4 perusahaan subkontraktor tersebut mendapat “pekerjaan fiktif” dari sebagian proyek-proyek pembangunan jalan tol, jembatan, bandara, bendungan, dan normalisasi sungai. Total terdapat 14 proyek terkait “pekerjaan fiktif” tersebut.

Ke-14 proyek itu adalah proyek Normalisasi Kali Bekasi Hilir, Bekasi, Jawa Barat; proyek Banjir Kanal Timur (BKT) Paket 22, Jakarta; proyek Bandara Kualanamu, Sumatera Utara; proyek Bendungan Jati Gede, Sumedang, Jawa Barat; proyek Normalisasi Kali Pesanggrahan Paket 1, Jakarta; proyek PLTA Genyem, Papua; dan proyek Tol Cinere-Jagorawi (Cijago) Seksi 1, Jawa Barat. Selanjutnya, proyek fly over Tubagus Angke, Jakarta,;proyek fly over Merak-Balaraja, Banten; proyek Jalan Layang Non Tol Antasari-Blok M (Paket Lapangan Mabak), Jakarta; proyek Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi W 1, Jakarta; proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 2, Bali; proyek Tol Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa Paket 4, Bali; proyek Jembatan Aji Tulur-Jejangkat, Kutai Barat, Kalimantan Timur.

Atas perbuatannya, Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP

Tersangka Fathor Rachman dan Yuly Ariandi Siregar diduga telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, atau dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

“Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara terkait pelaksanaan pekerjaan subkontraktor fiktif pada proyek-proyek yang dikerjakan PT Waskita Karya (Persero) Tbk,” kata Agus.

Kedua tersangka diancam pidana penjara  minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah  dan paling banyak 1 miliar rupiah.

Anggaran Dobel

KPK meminta seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menghindari terjadinya modus-modus korupsi anggaran proyek konstruksi.

“KPK mengingatkan kembali kepada seluruh BUMN dan pelaku usaha lainnya agar menerapkan secara ketat prinsip-prinsip “good corporate governance” untuk menghindari terjadinya modus-modus korupsi anggaran proyek konstruksi seperti dalam kasus ini ataupun perkara lain yang pernah diungkap KPK,” kata Agus.

Ketegasan dan pengawasan yang lebih kuat wajib dilakukan terhadap proyek-proyek yang terkait dengan kepentingan publik apalagi proyek besar yang dikerjakan oleh BUMN yang seharusnya lebih memiliki perspektif pelayanan ke masyarakat.

“KPK juga mengimbau kepada pihak-pihak terkait untuk melakukan audit atas kualitas proyek proyek yang berhubungan dengan pekerjaan fiktif yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan subkontraktor terkait,” kata Agus.

Dalam kasus korupsi di Wijaya Karya ini, KPK belum menyampaikan lebih lanjut pada bagian mana dari proyek yang diduga fiktif tersebut karena masih dalam materi penyidikan.

“Misalnya, proyek Bandara Kualanamu di bagian mana proyek yang diduga fiktif itu masih masuk materi penyidikan,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam kesempatan sama.

KPK menduga telah terjadi double budgeting terkait kasus pekerjaan fiktif pada 14 proyek tersebut.

“Dari proyek yang disebutkan ini sudah ada yang dikerjakan oleh perusahaan lain tetapi kemudian dibuat seolah-olah disubkontrakan lagi, jadi kami duga agak dekat dengan double budgeting,” kata Febri. [DAS]