Kasus Novel Baswedan dan Pergantian Kapolda Metro Jaya

Novel Baswedan, penyidik KPK sednag menjalani perobatan di Singapura [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Tidak lebih dari dua pekan sejak pergantian jabatan Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya, Kapolri Tito Karnavian menghadap ke Presiden Joko Widodo. Ia diminta menjelaskan perkembangan penyidikan kasus penyerangan Novel Baswedan, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebelumnya Muhammad Iriawan menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya. Ia sekitar dua pekan yang lalu dimutasi menjadi Asisten Operasional Kapolri. Penggantinya adalah Idham Azis, sebelumnya Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri. Kasus Novel telah bergulir sekitar empat bulan dan sampai saat ini, Polri sepertinya kesulitan menemukan pelakunya.

Seusai bertemu Presiden Jokowi pada 31 Juli lalu, Tito memberikan keterangan resmi kepada publik. Ia menyampaikan ciri-ciri pelaku yang diduga penyiram air keras ke wajah Novel. Bahkan sketsa wajah pelaku yang dibuat dengan bekerja sama dengan Australia ditunjukkan kepada publik.

Tito berjanji akan mengumumkannya secara luas dengan harapan ada tanggapan dari masyarakat. Lambannya penanganan kasus Novel ini membuat masyarakat meragukan kinerja kepolisian. Untuk menepis tuduhan itu, Tito lantas mengajak KPK untuk membentuk tim investigasi gabungan. Ia terbuka soal itu karena merasa jajarannya selama ini bekerja.

Soal dugaan keterlibatan jenderal, Tito memastikan pihaknya akan menindaklanjuti keterangan Novel itu. Karena itu, timnya akan segera berangkat ke Singapura untuk memeriksa Novel. Tidak lupa, ia mengajak pimpinan KPK untuk ikut dalam tim itu. Dengan demikian, pemeriksaan terhadap Novel menjadi adil.

Menanggapi pertemuan Presiden dan Kapolri untuk membahas kasusnya, Novel dalam sebuah wawancara menganggapnya sebagai hal yang positif. Akan tetapi, ia pesimis kasusnya akan tuntas jika pertemuan tersebut hanya bersifat formalitas.

Dalam wawancaranya itu, Novel mengatakan, apa yang dialaminya merupakan bentuk pengabaian dari pemerintah. Pasalnya, ancaman dan teror bukan kali ini saja dialami penyidik dan pegawai KPK. Ia merasa pemerintah semestinya tidak membiarkan hal itu.

Ia meminta Presiden Jokowi menaruh perhatian serius terhadap teror dan ancaman kepada penyidik dan pegawai KPK. Jika dibiarkan, maka amat disayangkan orang-orang yang sedang berjuang memberantas korupsi menjadi patah semangat.

Soal ajakan Polri bekerja sama dalam menuntaskan kasusnya itu, Novel menyambutnya secara positif. Ia akan tetapi menduga tawaran itu lantaran Kapolri sudah menerima informasi tentang adanya oknum polisi yang menerima suap untuk meneror penyidik dan pegawai KPK. Termasuk dirinya.

Sebelum ajakan Polri ini, KPK sejak awal menawarkan bantuan untuk menyelidikinya, namun ditolak. Alasannya karena bukan tugas dan fungsi KPK.

Setelah pertemuan Kapolri dan Presiden Jokowi, KPK berharap akan ada titik terang atas penyiraman air keras ke wajah Novel. [KRG]