Kasus Jiwasraya: Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Pembela Para Terdakwa

Ilustrasi: Kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019)/Antara Foto-Galih Pradipta

Koran Sulindo – Kejaksaan Agung meminta agar majelis hakim menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan pembela para terdakwa dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Kejakgung menyatakan eksepsi penasihat hukum secara substansi sebagian telah masuk dalam lingkup pokok perkara.

“Sedangkan sebagian lainnya menjadi bagian dari proses yang seharusnya diajukan melalui mekanisme praperadilan oleh penasihat hukum terdakwa,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejakgung, Yadyn Palebangan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (17/6/2020).

Menurut Yadyn, keberatan yang menyatakan surat dakwaan tidak jelas dan tidak lengkap karena penasihat hukum tidak paham.

“Meminta majelis hakim menolak keseluruhan nota keberatan (eksepsi) yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa dan menyatakan surat dakwaan tanggal 20 Mei 2020 yang telah kami bacakan pada persidangan Rabu, 3 Juni 2020 telah memenuhi syarat,” kata Yadyn.

Sebelumnya, dalam pengadilan yang berlangsung 3 Juni 2020, enam orang terdakwa perkara dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) didakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara senilai total Rp16,807 triliun.

Baca juga: Enam Terdakwa Jiwasraya Rugikan Negara Sebesar Rp16 Triliun

Keenam terdakwa seluruhnya sepakat mengajukan nota keberatan.

Laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada 9 Maret 2020, dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya periode 2008-2018, menemukan kerugian sebesar Rp16.807.283.375.000.

Tuntutan Jaksa

Dalam tuntutannya, jaksa menguraikan tiga tahapan rangkaian dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU), yaitu “placement”, “layering” dan “integration”: Kapan terjadi transaksi, berapa jumlah transaksi, dan dengan cara bagaimana transaksi itu terjadi.

“Penasihat hukum terdakwa tidak memahami kualifikasi surat dakwaan terkait rumusan unsur Tindak Pidana Pencucian Uang dengan mendalilkan bahwa penuntut umum tidak menerangkan tahapan penempatan (placement), pemisahan hasil tindak pidana dari sumbernya (layering), dan integrasi (integration) atau upaya menggunakan harta kekayaan yang tampak sah ke dalam beberapa bentuk,” katanya.

Hal tersebut menunjukkan kekeliruan penasihat hukum yang tidak cermat dalam membaca surat dakwaan penuntut umum.

“Telah mencantum dengan jelas, lengkap dan cermat setiap kualifikasi unsur pasal dihubungkan dengan tahapan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan oleh terdakwa mulai dari tahapan penempatan (placement), bagaimana terdakwa menempatkan uang hasil tindak pidana korupsi yang bersumberkan dari pengelolaan investasi Asuransi Jiwasraya ke dalam beberapa rekening pribadi terdakwa maupun ke dalam sejumlah rekening pihak lain (nominee),” kata jaksa.

Kemudian penuntut umum menguraikan proses “layering” atau pemisahan hasil tindak pidana dari sumbernya ke dalam beberapa bentuk investasi milik terdakwa, dan integration (integrasi) merupakan upaya menggunakan harta kekayaan yang tampak sah ke dalam beberapa bentuk yang dilakukan terdakwa baik dalam hal pembayaran sejumlah tanah dan bangunan, pembelian valas, pembayaran kasino, pembelian sejumlah kendaraan bermotor maupun akuisisi sejumlah perusahaan telah dijelaskan secara cermat, lengkap oleh penuntut umum dalam surat dakwaan.

Dalam dakwaan disebutkan Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat melakukan penempatan uang dengan tujuan untuk menyamarkan asal usul harta kekayaan pada rekening Freddy Gunawan yang digunakan untuk pembayaran judi kasino di Marina Bay Sands, Resort World Sentosa, MGM Macau, dan Selandia Baru.

Freddy Gunawan menggunakan harta tersebut untuk membayarkan utang judi kasino Heru Hidayat.

Terdapat enam terdakwa dalam perkara ini, yaitu Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) 2008-2018 Hendrisman Rahim, Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Hary Prasetyo, Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan 2008-2014, Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartomo Tirto. Khusus untuk Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro juga didakwakan pasal pencucian uang.

Perbuatan keenam terdakwa tersebut memperkaya diri sendiri atau orang lain, sehingga merugikan keuangan negara senilai total Rp16,807 triliun.

Latar Belakang

Dalam kasus ini, penyidik menduga telah terjadi korupsi terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Jiwasraya diduga tak berhati-hati dalam mengelola keuangan dari para nasabah mereka sehingga berujung gagal bayarnya Jiwasraya kepada para pemegang polis.

Jiwasraya diduga tidak berhati-hati dalam mengelola keuangan yaitu pertama menempatkan saham sebanyak 22,4 persen dari aset finansial atau senilai Rp5,7 triliun. Lima persen di antaranya ditempatkan di saham perusahaan dengan kinerja yang baik.

Kedua, terkait penempatan untuk reksadana sebanyak 59,1 persen dari aset finansial atau senilai Rp14,9 triliun. Dua persen di antaranya dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja yang baik sedangkan 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk.

Dalam proses penyidikan, sejumlah aset milik para tersangka sudah disita seperti mobil mewah hingga sertifikat tanah. Aset yang disita antara lain mobil Mercedes Benz, mobil Toyota Alphard, dan motor Harley Davidson, mobil Mercedes Benz dan mobil Toyota Alphard. Penyidik juga memblokir 156 bidang tanah milik Benny Tjokro. Selain itu, Kejagung memblokir 35 rekening bank milik 5 tersangka. [RED]