Ilustrasi/Reuters

Koran Sulindo – Kapolri Tito Karnavian mengatakan kepolisian tidak pernah mengatakan Mayjen (Purn) Kivlan Zen sebagai dalang kerusuhan 21-22 Mei.

“Tolong dikoreksi, bahwa dari Polri tidak pernah mengatakan dalang kerusuhan itu adalah Pak Kivlan Zen, nggak pernah. Yang disampaikan oleh Kadiv Humas pada saat press release di Media Center Menko Polhukam adalah kronologi peristiwa di 21-22 (Mei) di mana ada 2 segmen, yakni aksi damai dan aksi semua untuk melakukan kerusuhan,” kata Kapolri, Jakarta, Kamis (13/6/2019).

Menurut Tito, Kivlan Zen hanya disangkakan merencanakan pembunuhan dan kepemilikan senjata api, Kamis (13/16/19).

Jenderal Bintang Empat tersebut menyebut Kivlan disangkakan melalukan permufakatan jahat dan kepemilikan senjata api. Polisi sudah punya saksi dan bukti hingga menetapkan Kivlan Zen sebagai tersangka.

“Ini bukan hanya kasus kepemilikan senjata api, tentu juga ada dugaan permufakatan jahat dalam bahasa hukum untuk melakukan rencana pembunuhan dan itu ada saksi-saksinya. Nanti akan terungkap di pengadilan,” jelas mantan Kapolda Papua itu.

Tito meyakini kerusuhan 21-22 Mei di depan kantor Bawaslu RI, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, sudah direncanakan.

“Kalau nggak sengaja kok nggak ada penyampaian pendapat, kok langsung menyerang. Yang jam setengah 11 malam kok ada bom molotov. Itu kan pasti disiapkan, bukan peristiwa spontan pakai batu seadanya. Ini ada bom molotov, panah, parang, ada roket mercon, itu pasti dibeli sebelumnya. Kemudian ada mobil ambulans yang isinya bukan peralatan medis, tapi peralatan kekerasan,” katanya.

Sebelumnya, dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Selasa (11/6), disebutkan Habil Marati memberikan uang SGD 15 ribu ke Kivlan Zen. Uang itu kemudian diserahkan kepada tersangka H Kurniawan alias Iwan untuk membeli senjata. Polisi menyebut Habil Marati juga memberikan uang Rp 60 juta kepada tersangka H Kurniawan alias Iwan untuk dana operasional. Kivlan Zen lalu mencari eksekutor dan memberi target 4 tokoh nasional serta satu pimpinan lembaga survei.

Kasus Kivlan dan Soenarko berbeda.

“Agak berbeda dengan kasus bapak Soenarko, ini senjatanya jelas kemudian dimiliki oleh beliau waktu beliau di Aceh, lalu dibawa ke Jakarta kemudian belum ada rencana senjata itu akan digunakan misalnya untuk melakukan pidana tertentu. Sepeti dalam kasus bapak Kivlan Zen, jadi grade nya beda, sehingga saya kira masih bisa terbuka ruang komunikasi untuk masalah bapak Soenarko ini,” kata Tito.

Tidak Nyaman

Kapolri juga mengatakan ketidaknyamanannya menangani kasus purnawirawan TNI.

“Saya menyampaikan kepada Panglima TNI komitmen dari Polri untuk senantiasa sinergi, bekerja sama dengan TNI. Sehingga penanganan kasus purnawirawan TNI, tentu secara pribadi dan institusi, ini jujur menimbulkan ketidaknyamanan bagi Polri sendiri, nggak nyaman,” kata Kapolri, di Monas, Jakarta, Kamis (13/6/2019).

Kapolri menegaskan proses hukum harus tetap berlanjut. Ada asas persamaan hukum bagi semua warga negara karena purnawirawan sudah menjadi warga sipil.

“Tapi ya hukum harus berkata demikian, ada asas persamaan di mata hukum. Semua orang sama di muka hukum. Kita juga pernah menangani purnawirawan Polri dalam beberapa kasus. Saat ini juga kita harus lakukan untuk menunjukkan kesamaan di muka hukum,” kata Tito.

Sementara itu, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, mengatakan tidak pernah mengintervensi kasus hukum purnawirawan. Namun komunikasi antara TNI dan purnawirawan tetap terjalin.

“Kami terus melaksanakan komunikasi dengan beliau-beliau untuk menjaga persatuan kesatuan. Terkait dengan proses hukum dan sebagainya TNI tidak ikut karena sudah masuk di ranah sipil,” kata Panglima TNI, di tempat sama.

Panglima TNI menjamin penanganan kasus purnawirawan tidak merusak hubungan TNI-Polri. TNI-Polri tetap solid dari tingkat atas sampai bawah.

“Seperti yang diketahui, soliditas TNI-Polri sampai sekarang terus. Mulai dari Babinsa dan Babinkamtibmas ini adalah salah satu bentuknya,” katanya.

Menurut Hadi, untuk purnawirawan sudah memiliki wadah tersendiri dan berada di luar institusi TNI.

“Untuk purnawirawan sudah ada wadah sendiri, karena purnawirawan secara hukum sudah masuk di ranah sipil. Namun untuk kesatuan sendiri para purnawirawan itu masih dalam pembinaan dari seluruh kepala staf angkatan,” kata Hadi.

Kemungkinan Ada Pihak Lain

Kapolri menduga kemungkinan ada pihak lain yang menunggangi aksi kisruh yang terjadi pada 21-22 Mei 2019 lalu hingga melakukan aksi perusakan di berbagai tempat. Menurut Tito, sebelum tanggal tersebut terdapat 3 kelompok yang memiliki senjata ilegal yang diduga berkaitan dengan peristiwa di Jakarta.

“Pertama ada 15 orang dengan empat senjata api di Jawa Barat. Yang kedua adalah bapak S yang mengirimkan senjata dari Aceh, sekarang disita. Lalu bapak Kivlan Zen ada empat senjata api. Mungkin ada pihak lain yang tak terdeteksi menggunakan senjata api,” kata Tito.

Polisi terus melakukan investigasi tentang banyaknya korban berjatuhan baik dari aparat petugas maupun massa.

“Kita lihat apakah mereka adalah korban sebagai perusuh. atau mereka korban masyarakat biasa. ini sedang didalami oleh tim,” katanya.

Menurut Tito, tim itu bekerja pararel dengan Komnas HAM dan nantinya data dari kepolisian dengan data Komnas HAM direkonsiliasi.

“Jadi kami tidak mau membuat menjadi sama, tapi masing-masing berbeda yang penting ada komunikasi karena data dan fakta itu perlu. Untuk bisa terjadi sebagian di tempat lain sebagian juga didapatkan,” kata Tito.

Sebelumnya Polri menyatakan jumlah korban meninggal dunia akibat kerusuhan 21-22 Mei sebanyak 9 orang meninggal dan ratusan orang luka-luka.

“Polri sudah bentuk tim investigasi yang diketuai oleh Irwasum Polri untuk menginvestigasi semua rangkaian peristiwa 21-22 Mei termasuk juga 9 korban,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (11/6/2019). [YMA/Didit Sidarta]