Koran Sulindo – Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan tidak segan-segan mencopot Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Kepulauan Riau, Kombes Hernowo Yulianto, jika terbukti tidak profesional menangani kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau Trafficking.
“Tapi prinsip kita normatif ya, semua anggota yang ada laporannya kita proses, klarifikasi, kalau terbukti akan kita tindak,” kata Kapolri, di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, Selasa (7/8/2018).
Sebelumnya Hernowo dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) oleh Romo Chrisanctus Paschalis pada 25 Juli 2018 lalu. Perwira menengah melati tiga itu diduga menghalangi proses penyidikan dengan memperlambat dan tidak menandatangani surat perintah penahanan tersangka utama yakni J Rusna.
Kapolri mengatakan belum mengetahui adanya laporan tersebut, tetapi jika terbukti ada pelanggaran akan ditindak tegas.
Tito menegaskan sudah banyak contoh oknum polisi yang ditindak tegas. Pada Juli lalu, sebanyak 5 perwira berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) dicopot dari jabatannya oleh Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia (ASDM) Irjen Arief Sulistyanto.
“Itu sudah banyak (dicopot). Pak ASDM itu udah berapa banyak mindahin Kapolres. Terbukti silahkan, kita tindak tegas. Kita ingin perbaiki Polri,” kata Tito.
Kasus perdagangan orang diungkap setelah seorang gadis di bawah umur berinisial MS asal Nusa Tenggara Timur berusia 16 tahun, yang didampingi Romo Chrisanctus, melapor ke Polda Kepri pada 20 Maret lalu. MS menjadi korban bermula pada 24 Februari 2016 saat pamannya yang bernama Paulus Baun alias Ambros datang ke rumah neneknya di Desa Sebot, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Ambros membawanya ke Batam guna menjaga anak dari paman MS tersebut.
Namun setelah sampai di Batam, korban langsung diserahkan kepada J Rusna, Direktur PT Tugas Mulia (penyalur tenaga kerja lokal), yang adalah juga bos dari Ambros. Dua hari di penampungan, J Rusna kemudian mempekerjakan Mardyana Sonlay pada PT. Tugas Mulia, tepatnya di rumah Yuliana Fitri Wijaya sebagai pembantu rumah tangga.
Korban dijanjikan gaji perbulan sebesar Rp 1,5juta pada tahun pertama dan Rp1,6 juta pada tahun kedua. Namun setelah dua tahun bekerja, MS tidak kunjung mendapatkan upah dari majikannya, karena langsung dikirim kepada J Rusna.
Waktu bekerja satu tahun enam bulan, MS sempat menghubungi orang tuanya di kampung halaman di Sebot, NTT, dan menjelaskan bahwa dia tidak bekerja membantu atau menjaga anak paman, tetapi bekerja di rumah Juliana Fitri Wijaya yang merupakan pengguna jasa pekerja rumah tangga dari PT. Tugas Mulia pimpinan J Rusna.
Orang tua korban pun pergi ke Batam dan melaporkan kasus tersebut ke Polda Kepri sebagai kasus perdagangan orang dan pidana perlindungan anak. Saat dipekerjakan, MS masih berusia 14 tahun.
Hasil penyidikan, Polda Kepri menetapkan dua orang tersangka yakni J Rusna dan Ambros pada Juli lalu. Namun hanya Ambros yang ditahan, sedangkan Rusna saat ini masih menjalankan usahanya menyalurkan tenaga kerja di Batam.
Romo Paschal heran dengan tidak ditahannya Rusna.
“Padahal penyidik menyampaikan dalam audiensi kepada kami, berkeyakinan untuk menangkap dan menahan tersangka,” kata Romo.
Ia curiga ada yang mengintervensi kasus tersebut, karena Rusna merupakan adik dari pengusaha kaya di Batam yang memiliki kedekatan dengan aparat penegak hukum.
“Kecurigaan akan adanya intervensi dan atas dasar beberapa hal yang terjadi di lapangan yang sempat kami sharingkan dalam audiensi kami minggu lalu,” kata Romo Paschal. [YMA]